A. Teknik Relaksasi
1. Definisi
Relaksasi adalah suatu keadaan dimana seseorang terbebas dari tekanan dan kecemasan atau kembalinya keseimbangan (equilibrium) setelah terjadinya gangguan (Oxford-University,1998). Tujuan dari teknik relaksasi adalah mencapai keadaan relaks menyeluruh, mencakup keadaan relaks secara fisiologis, secara kognitif dan secara behavioral, secara fisiologis, keadaan relaks ditandai dengan penurunan kadar epinefrin dan non-epinefrin dalam darah, penurunan frekuensi denyut jantung (sampai mencapai 24 kali per menit), penurunan frekuensi napas (sampai 4-6 kali per menit), penurunan ketegangan otot, metabolisme menurun, vasodilatasi dan peningkatan temperatur pada ekstremitas (Townsend, 1977).
Manifestasi kognitif pada keadaan relaks adalah perubahan status kesadaran dari beta dimana kondisi mental berada dalam keadaan siaga penuh menjadi alfa yang menunjukkan status kesadaran, kemampuan menganalisa, konsentrasi, kreativitas, dan proses meningkat. Sedangkan manifestasi behavioral pada keadaan relaks adalah distraksi pada stimulus lingkungan menurun, merespon pertanyaan yang diajukan walau tidak berniat melakukan interaksi verbal, tenang, tanpa tanda-tanda kelelahan; tingkah laku umum seperti mata menutup, rahang menegang, jari-jari membuka, dan kepala menyandar atau jatuh kesamping (Townsend, 1977).
2. Jenis-Jenis Teknik Relaksasi
Teknik relaksasi merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri. Lemone, et.all, 1996 menyebutkan bahwa tindakan relaksasi mencakup 1) latihan pernapasan diafragma; 2) teknik relaksasi progresif; 3) guided imagery; 4) meditasi. Beberapa contoh teknik relaksasi :
a. Teknik relaksasi pernapasan dalam (deep breathing)
Teknik pernapasan dalam merupakan teknik dasar dari perkembangan teknik relaksasi lainnya. Dasar konsep teknik pernapasan adalah semakin banyak paru terpenuhi oleh oksigen maka semakin turun derajat ketegangan. Teknik relaksasi pernapasan bermanfaat karna efektif mereduksi kecemasan (misal karena operasi), depresi, iritabilitas (sensitif, cepat tersinggung ) ketegangan, kelelahan (Davis et.all,1995).
Teknik relaksasi dengan latihan nafas dalam sangat mudah dilakukan kapan saja dan dimana saja yang dibutuhkan hanya posisi paling nyaman (bisa duduk, berbaring, berdiri) taruh satu tangan diatas perut yang lainya diatas dada kemudian ambil nafas sampai terasa memenuhi seluruh kapasitas paru, tahan nafas sesaat keluarkan perlahan melalui bibir seperti anda mau bersiul agar aliran udarah terkontrol, rasakan perubahan kontur abdomen sewaktu dikosongkan, ulangi siklus inspirasi-ekspirasi sambil terus fokuskan seluruh kesadaran pada suara nafas, jalani latihan ini selama 5 sampai 10 menit (Townsend, 1977 ).
b. Guided imagery
Guided imagery adalah sebuah proses yang menggunakan kekuatan pikiran dengan mengarahkan tubuh untuk menyembuhkan diri memelihara kesehatan atau relaks melalui komunikasi dalam tubuh melibatkan semua indra (visual, sentuhan, penciuman, penglihatan dan pendengaran). Dengan begitu terbentuklah keseimbangan antara pikiran, tubuh dan jiwa.
Tujuan dari guided imagery adalah mengarahkan secara lembut seseorang ke dalam keadaandimana pikiran mereka tenang dan tetap. Teknik guided imageri dimulai dengan proses relaksasi pada umumnya yaitu meminta kepada klien untuk perlahan-lahan menutup matanya dan fokus pada nafas mereka. Klien didorong untuk relaks, mengosongkan pikiran dan memenuhi pikiran dengan bayangan yang membuat damai dan tenang.
Klien dibawa menuju tempat spesial dalam imajinasi mereka (misal: sebuah pantai tropis, air terjun, lereng pegunungan, dll), mereka dapat merasa aman dan bebas dari segala gangguan (interupsi). Pendegaran difokuskan pada semua detail dari pemandangan tersebut, pada apa yang terlihat, terdengar dan tercium dimana mereka berada di tempat special tersebut.
Dalam melakukan teknik ini,dapat juga digunakan uadiotape dengan musik yang lembut atau suara-suara alam sebagai background, waktu yang digunakan 10-20 menit. Manfaat guided imagery diantaranya mengurangi stress dan kecemasan, mengurangi nyeri, mengurangi efek samping, mengurangi tekanan darah tinggi, mengurangi level gula darah (diabetes), mengurangi alergi dan gejala pernapasan, mengurangi sakit kepala, mengurangi biaya rumah sakit, meningkatkan penyembuhan luka dan tulang, dan lain-lain (Townsend, 1977).
c. Teknik relaksasi Progresif
teknik relaksasi progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan atau sugesti.
B. Teknik Relaksasi Progresif
1. Definisi relaksasi Progresif
Edmund Jacobson (1929) dalam bukunya menjelaskan bahwa teknik relaksasi progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan atau sugesti. Berdasarkan kenyakinan bahwa tubuh manusia berespon pada kecemasan dan kejadian yang merangsang pikiran dengan ketegangan otot (Davis, dkk, 1995).
Teknik relaksasi progresif adalah memusatkan perhatian pada suatu aktifitas otot, dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan relaks (Murphy, 1996).
2. Pengunaan Teknik Relaksasi Progresif Mempunyai Keuntungan
a. Bagi individu yang mengunakan latihan relaksasi progresif akan memberikan kesempatan yang baik untuk latihan, dengan demikian akan meningkatkan keterampilan dasar relaksasi;
b. Bagi individu yang mengalami ketegangan kronis akan menolong untuk mengelolah melemahkan rangsangan sehari – hari;
c. Bagi individu yang menjadi tegang dalam situasi – situasi khusus, (Bernstein dan Borkovic, 1973).
Sedangkan menurut Townsend, 1996 menjabarkan keuntungan dari teknik ini adalah menurunkan ketegangan otot, kecemasan, insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasma otot, nyeri leher – punggung, tekanan darah tinggi, fobi ringan, dan gagap ringan.
3. Posisi Dalam Melakukan Teknik Relaksasi Progresif
Posisikan tubuh secara nyaman yaitu dengan berbaring dengan bantal dibawah kepala dan lutut, atau duduk dikursi dengan kepala ditopang.
4. Cara Melakukan Teknik Relaksasi Progresif
Cara melakukan teknik relaksasi progresif adalah: a) Kepalkan kedua telapak tangan, kencangkan bisep dan lengan bawah (sikap Charles Atlas) selama lima sampai tujuh detik. Anjur klien untuk memikirkan rasanya dan tegangkan otot sepenuhnya kemudian relaks.selama 12 sampai 30 detik; b) Kerutkan dahi ke atas, pada saat yang sama tekan kepala sejauh mungkin ke belakang, putar searah jarum jam dan kebalikannya selanjutnya relaks; kemudian kerutkan otot muka seperti menari: cemberut, mata dikedipkan, bibir dimonyongkan kedepan lidah ditekan di langit-langit, dan bahu dibungkukkan. Di lanjutkan selama lima sampai tujuh detik. Anjur klien untuk memikirkan rasanya dan tegangkan otot sepenuhnya kemudian relaks.selama 12 sampai 30 detik; c) Lengkungkan punggung ke belakang sambil menarik napas dalam masuk, tekan keluar lambung, ditahan. Relaks. Nafas dalam, tekan keluar perut, tahan, relaks; d) Tarik kaki dan ibu jari ke belakang mengarah ke muka,tahan, relaks. Lipat ibu jari, secara serentak kencangkan betis, paha, dan pantat selama lima sampai tujuh detik. Anjur klien untuk memikirkan rasanya dan tegangkan otot sepenuhnya kemudian relaks.selama 12 sampai 30 detik.
Selama melakukan teknik relaksasi catat respon non verbal klien, jika klien menjadi agitasi atau tidak nyaman, hentikan latihan , dan jika klien terlihat kesulitan relaxing hanya sebagian tubuh,perawat melambatkan kecepatan latihan dan berkonsentrasi pada bagian tubuh yang tegang. (Greenberg, 2002).
C. Insomnia
1. Definisi
Insomnia yaitu ketidakmampuan untuk tidur, adalah keluhan yang meningkat secara bersamaan dengan bertambahnya usia, serta mempengaruhi lebih banyak wanita pasca menopause di bandingkan pria. Insomnia adalah kompleks gejala, bukan merupakan keadaan diagnosa yang sebenarnya (Abrams & berkow, 1997). Insomnia adalah tipe gangguan tidur yang paling umum. Kata insomnia berasal dari bahasa latin in (tidak) dan sommus (tidur),sehingga secara literatur artinya tidak tidur atau ketidak mampuan untuk tidur. Insomnia adalah suatu pengalaman yang menunjukkan ketidak adekuatan atau buruknya kualitas tidur, dikarakteristikkan oleh suatu atau lebih keluhan tidur seperti, kesulitan mempertahankan tidur, kesulitan memulai tidur, bangun terlalu awal di pagi hari (Buysse,2004 cit Murti,2005).
Menurut klasifikasi diagnostik dari WHO pada tahun 1990, insomnia dimasukkan dalam golongan DIMS ( Disorder of Iniating and Maintaining Sleep), yang secara praktis diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu insomnia primer dan insomnia sekunder.
a. Insomnia primer
Insomnia primer merupakan gangguan sulit tidur yang penyebabnya belum diketahui secara pasti. Sehingga dengan demikian, pengobatannya masih relatif sukar dilakukan dan biasanya berlangsung lama atau kronis (long term insomnia). Insomnia primer ini sering menyebabkan terjadinya komplikasi kecemasan dan depresi, yang justru dapat menyebabkan semakin parahnya ganguan sulit tidur tersebut. Sebagian penderita golongan ini mempunyai dasar ganguan psikiatris, khususnya depresi ringan sampai menengah berat. Adapun sebagian penderita lain merupakan pecandu alkohol dan obat-obatan terlarang (narkotik). Kelompok terahir ini memerlukan penganan yang khusus secara terpadu mencakup perbaikan kondisi tidur (sleep environments),pengobatan,dan terapi kejiwaan (psikoterapi).
b. Insomnia sekunder
Insomnia sekunder merupakan ganguan sulit tidur yang penyebabnya dapat diketahui secara pasti. Gangguan tersebut dapat berupa faktor ganguan sakit fisik,maupun ganguan kejiwaan (psikis).
Pengobatan insomnia sekunder relatif lebih mudah dilakukan, terutama dengan menghilangkan penyebab utamanya terlebih dahulu. Insomnia sekunder dapat dibedakan sebagai berikut : 1) Insomnia Sementara (Transient Insomnia terjadi pada seseorang yang termasuk dalam golongan dapat tidur normal, namun karna adanya stres atau ketegangan sementara (misalnya karna adanya kebisingan atau pindah tempat tidur), menjadi sulit tidur. Pada keadaan ini, obat hipnotik dapat digunakan ataupun tidak (tergantung pada kemampuan adaptasi penderita terhadap lingkungan penyebab stres atau ketegangan tersebut); 2) Insomnia jangka pendek (Short Term Insomnia) merupakan gangguan sulit tidur yang terjadi pada para penderita sakit fisik (misalnya batuk, rematik, dan lain sebagainya), atau mendapat stres situasional (misalnya kehilangan/kematian orang terdekat, pindah pekerjaan, dan lain sebagainya). Biasanya gangguan sulit tidur ini akan dapat sembuh beberapa saat terjadi adaptasi, pengobatan, ataupun perbaikan suasana tidur. Dalam kondisi ini, pemekaian obat hipnotik dianjurkan dengan pemberian tidak melebihi 3 minggu (paling baik diberikan selama 1 minggu saja). Pemakaian obat secara berselang-seling (intermittent), akan lebih aman, karena dapat menghindari terjadinya efek sedasi yang timbul berkaitan dengan akumulasi obat (Lanywati, 2001).
Menurut Erry (2000) insomnia adalah suatu keadaan seseorang sulit masuk tidur, atau kesulitan mempertahankan tidur dalam kurun waktu tertentu, sehingga menimbulkan penderitaan atau gangguan dalam berbagai fungsi sosial, pekerjaan ataupun fungsi-fungsi kehidupan lainnya. Insomnia mempunyai pengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Pada umumnya penderita mengeluh di waktu pagi mengalami kelelahan fisik dan mental, pada siang hari merasa ekspresif, cemas, egang, tremor, berkurangnya konsentrasi dan mudah tersinggung. Orang yang tidur terlambat, baru tidur menjelang pagi hari, bisa bangun dengan perasaan lemas, tidak berdaya, depresif dan pusing sehingga dapat mempengaruhi kemampuan dan kenerjanya. Dapat menimbulkan resiko kecelakaan lalu lintas, kesulitan dalam pengambilan suatu keputusan dalam keluarga, pekerjaan, maupun di dalam kehidupan sosial, yang dapat menimbulkan gangguan jiwa.
2. Gejala Insomnia
a. Kesulitan memulai tidur (initial insomnia), biasanya disebabkan oleh adanya gangguan emosi/ketegangan atau gangguan fisik, (misalnya, keletihan yang berlebihan atau adanya penyakit yang mengganggu fungsi organ tubuh).
b. Bangun terlalu awal (early awakening), yaitu dapat memulai tidur dengan normal, namun tidur mudah terputus dan/atau bangun lebih awal dari waktu tidur biasanya, serta kemudian tidak bisa tidur lagi. Gejala ini sering muncul seiring dengan bertambahnya usia seseorang atau karena depresi dan sebagainya.
3. Penanganan Insomnia
Penggunaan obat hipnotik dalam jangka waktu yang panjang, dapat menyebabkan terjadinya ketergantungan dan toleransi. Hal tersebut dikarenakan setelah digunakan selama 3 minggu, obat hipnotik akan berkurang khasiatnya,sehingga diperlukan dosis yang lebih besar untuk dapat mencapai efek yang sama (eskalasi dosis). Oleh karna itu,usaha terapi non obat adalah sangat penting untuk dilakukan.
Sebagian besar penderita gangguan sulit tidur, sebenarnya mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan tentang kondisi dirinya. Orang yang memerlukan tidur dengan kuantitas yang rendah akan cenderung untuk membandingkan dirinya dengan orang-oarang lain yang memiliki kuantitas tidur yang normal. Namun dengan bantuan penyuluhan ataupun konsultasi dengan dokter, maka para penderita tersebut akan dapat memahami hakikat tidur yang sebenarnya, dan mendapat dorongan serta psikoterapi.
Teknik atau metode terapi tanpa obat yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan sulit tidur adalah metode relaksasi. Metode relaksasi cukup bermanfaat untuk menyembuhkan insomnia. Menurut survey dan penelitian di bidang kedokteran, sebagian besar para penderita insomnia merupakan orang yang sulit untuk relaks (santai) dan sering tidak bisa merasa tenang. Menurut Sadhana (1986), beberapa langkah yang dilakukan dalam metode relaksasi adalah sebagai berikut : a) berdoa setiap saat akan tidur. Dengan berdoa kepada Tuhan untuk memohon ampun atas segala kesalahan dan agar diberikan ketenangan lahir dan batin, maka hati akan terasa tentram dan tenang; b) kemudian, pusatkan pikiran secara pasif ke pernapasan, rasakan gerakan udara yang keluar masuk melalui lubang hidung. Saat udara diisap dan masuk kedalam paru-paru, pusatkan pikiran dan hayati rasa segar udara yang baru tersebut. Kemudian pada saat udara dihembuskan keluar pusatkan pikiran pada keadaan tenang atau relak; c) jangan mengatur atau memperdalam pernapasan,karena ini bukan merupakan latihan pernapasan, tetapi merupakan latihan ketenangan; d) pikiran sebaiknya diarahkan kepada pengertian bahwa “tidur bukanlah merupakan masalah yang terpenting adalah istirahat dengan tenang” (Lanywati, 2001).
4. Faktor-Faktor yang menyebabkan insomnia pada Lansia
Secara luas gangguan tidur pada usia lanjut dapat dibagi menjadi : kesulitan masuk tidur (sleep onset problems), kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deep maintenance problem), bangun terlalub pagi (early morning awakening/EMA). Gejala dan tanda yang muncul sering dikombinasi ketiganya, munculnya ada yang sementara atau kronik. Sampai saat ini berbagai penelitian menunjukkan, bahwa penyebab gangguan tidur pada usia lanjut merupakan gabungan banyak faktor, baik fisik, psikologis, pengaruh obat-obatan, kebiasaan tidur, maupun penyakit penyerta lain yang diderita. Beberapa faktor penyebab pada gangguan tidur pada usia lanjut adalah:
a. Perubahan-perubahan irama sirkadian.
Perubahan pada irama sirkadian tidur normal yaitu menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap dan terang. Dalam irama sirkadian yang normal terdapat peranan pengeluaran hormon dan perubahan temperatur badan selama siklus 24 jam. Ekskresi kortisol dan GH meningkat pada siang hari dan temperatur badan menurun di waktu malam. Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperatur tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol, Melationin yang dipacu oleh NSC (Nucleus supra-chiasmatic), hormon yang di ekskresikan pada malam hari dan berhubungan dengan tidur, menurun dengan meningkatnya umur.
b. Gangguan tidur primer.
Gangguan tidur primer terdiri atas ; 1) Gangguan tidur karena gangguan pernapasan (sleep disordered breathing). Gangguan tidur ini ditandai dengan mengorok waktu tidur dan mengantuk hebat pada sinag hari. SDB dibagi menjadi 3 yaitu : a) sindrom tahanan saluran napas atas (Upper Airway Resistance Syndrom=UARS); b) henti napas karna obsrtuksi (Obstructive Sleep Apnea=OSA); c) sindrom hipoventilasi karena obesitas (Obesity Hipoventilation Syndrome=OHS). Gangguan tidur karena gangguan pernapasan ini sering juga disebut sleep apnea/hypoapnea syndrome; 2) sindrom kaki kurang tenang (restlees legs syndrome) dan gangguan gerak tungkai periodik (periodic limb movement disorder). Sindrom kaki kurang tenang (RSL) ditandai oleh rasa tidak enak yang berlebihan terutama pada kaki selama malam saat pasien istirahat. Ini adalah bentuk dari akathisia, sering disebut sebagai perasaan seperti dirayapi semut atau hewan kecil. Perasaan ini menyebabkan pasien menggerakkan kakinya, atau bangun lagi untuk berjalan berkeliling guna menghilangkan rasa tidak enak ini. Secara nyata gangguan ini menyebabkan usia lanjut sulit tidur atau terbangun berkali-kali; 3) gangguan perilaku REM (REM behavior disorder). Gangguan perilaku REM ini sangat jarang,tetapi sering muncul pada usia lanjut. Proses yang mendasari terjadinya gangguan ini adalah adanya disinhibisi transmisi aktivitas motorik saat bermimpi gangguan ini sering muncul pada tengah malam saat periode REM terjadi. Bentuk gangguan dapat bervariasi seperti mengigau, bicara sambil tidur, berjalan, bahkan makan sambil tidur. Pasien sering jatuh atau melompat dari tempat tidur sehingga terjadi perlukaan (Sudoyo, 2006).
c. Penyakit-penyakit fisik
Penyakit-penyakit fisik terdiri atas : 1) Hipertensi yaitu apabila tekana darah sistolik 160-219 mmHg, dan tekana darah diastolik lebih besar dari 90 mmHg (WHO, 2001). 2) Gagal jantung. 3) Aritmia. 4) Stroke. 5) ginjal.
d. Penyakit-penyakit jiwa (Depresi, gangguan ansietas)
e. Pengobatan polifarmasi, alkoho, kafein.
f. Demensia.
g. Kebiasaan higiene tidur yang tidak baik.
D. Lanjut usia
1. Proses Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia (Nugroho, 2008). Menurut Constantinindes, menua (=menjadi tua=aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmono dan Martono,2006). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan (Nugroho, 2008).
Proses menua bersifat individual : a) tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda; b) setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda; c) tidak ada satu factor pun yang ditemukan dapat mencegah proses menua.
2. Definisi Lanjut usia
Lanjut usia merupakan perode penutup tentang hidup seseorang yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak dari waktu yang penuh manfaat. Lanjut usia merupakan seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan jiwa. Menurut Budi Ana Keliat, lanjut usia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Mariyam et al, 2008).
Menurut Undang-Undang Nomer 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2, yang disebut lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas, baik pria maupun wanita (Nugroho, 2008).
3. Batasan Lanjut Usia
Menurut organisasi kesehatan dunia, (WHO), ada 4 tahap yakni (Nugroho, 2008) : 1) Usia pertengahan (middle age) (45-59 tahun); 2) Lanjut usia (elderly) (60-74 tahun); 3) Lanjut usia tua (old) (75-90 tahun); 4) Usia sangat lanjut (very old) (di atas 90 tahun).
Namun, di Indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun keatas. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomer 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2.
4. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia (Maryam et al, 2008) adalah:
a. Pralansia (Prasenilis)
Seseorang yang berusia 49-50 tahun.
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun keatas atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003)
d. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
5. Fisiologi Proses Menua
Hemeostenosis yang merupakan karakteristik fisiologi penuaan adalah keadaan penyempitan (berkurangnya) cadangan homeostasis yang terjadi seiring meningkatnya usia pada setiap sistem organ. Seiring bertambahnya usia jumlah cadangan fisiologis untuk menghadapi berbagai perubahan (challenge) berkurang. Setiap challenge terhadap homeostasis merupakan pergerakan menjahui keadaan dasar (baseline), dan semakin besar challenge yang terjadi maka semakin besar cadangan fisiologis yang diperlukan untuk kembali ke homeostasis. Di sisi lain dengan makin berkurangnya cadangan fisiologis, maka seorang usia lanjut lebih mudah untuk mencapai suatu ambang (yang disebut sebagai precipice), yang dapat berupa keadaan sakit atau kematian akibat challenge tersebut.
Penerapan konsep homoestenosis ini tergambar pada sistem skoring (Acute Physiology and Chronic Health Evaluation) APACHE, suatu skala penilaian beratnya penyakit. Penilaian perubahan fisiologis akut yang terjadi dinyatakan dengan besarnya deviasi dari nilai homeostasis pada 12 variabel, antara lain tanda vital, oksigenasi, pH, elektrolit, hematokrit, hitung leukosit, dan kreatinin. Seorang normal pada keadaan hemoestasis mempunyai nilai nol. Semakin besar penyimpangan dari homoestasis skornya semakin besar. Pada awal penerapannya, skoring APACHE tidak memasukkan variabel usia sebagai salah satu faktor penilaian. Namun ketika diterapkan pada pasien-pasien yang dirawat karna kondisi akut, terdapat perbedaan nilai yang bermakna antara kelompok usia muda dan kelompok usia tua pada suatu kondisi penyakit yang sama; skor APACHE pada kelompok usia tua cenderung lebih rendah. Terlihat bahwa dengan penyimpangan yang lebih kecil dari keadaan hemoestasis, seorang usia tua lebih rentan untuk menjadi sakit utau meninggal dibanding orang muda. Oleh karna itu sistem skoring APACHE kemudian memasukkan variabel usia sebagai ‘nilai bonus’. sehingga skor total untuk satu keadaan sakit tidak berbeda antara usia muda dan usia tua.
Mengingat bahwah mempertahankan keadaan homoestasis merupakan proses yang aktif dan dinamis, konsep homoestasis dapat direinterpertasi seperti seorang usia lanjut tidak hanya memiliki cadangan fisiologis yang makin berkurang, namun usia lanjut juga memakai atau menggunakan cadangan fisiologis itu hanya mempertahankan homeostasis. Akibatnya akan semakin sedikit cadangan yang tersedia untuk menghadapi “challenge”. Sehingga dapat disimpulkan homeostasis dapat menjelaskan berbagai perubahan fisiologis yang terjadi selama proses menua dan efek yang ditimbulkannya. Perubahan dan efek penuaan terjadi sangat bervariasi dan variabilitas ini makin meningkat seiring peningkatan usia. Variasi terjadi antara suatu individu lain pada umur yang sama, antara suatu sistem organ dengan organ lain, bahkan dari satu sel terhadap sel lain pada individu yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar