ANEMIA DEFISIENSI BESI.
A. PENGERTIAN.
Anemia defisiensi besi adalah suatu keadaan anemia yang disebabkan karena kurangnya penyerapan sat besi, perdarahan, trauma, meningkatnya kebutuhan sat yang tidak sesuai dengan pemasukan (Becher : 1993).
Pada keadaaan normal jumlah sat besi dalam tubuh berkisar antara 3-5 gram, tergantung dari jenis kelamin, berat badan. Hb dalam tubuh berkisar antara 1,5-3,0 gr dan sisanya terdapat dalam plasma jaringan (soeparman : 1998). Jumlah sat besi yang dibutuhkan setiap hari tergantung dari umur, jenis kelamin dan berat badan serta asupan nutrisi yang diperoleh dari sayur-sayuran, telur dan daging yang berserat merah. Laki-laki dewasa memerlukan sat besi 1-2 mg setiap hari, anak dalam masa pertumbuhan memerlukan sat besi 1,5-2,5 mg/hr. wanita pasca menopause dan wanita yang sedang menstruasi membutuhkan sat besi 2-2,5 mg/hr dan wanita hamil dan menyusui membutuhkan sat besi 3-4 mg/hr.
B. ETILOGI.
Penyebab anemia defisiensi besi meliputi :
a. Gangguan penyerapan misalnya setelah dilakukan gastrektomi.
b. Perdarahan misalnya :
Menorrhagia (menstruasi yang berlebihan).
Perdarahan pada saluran gastrointestinal akibat terjadinya ulcerasi pada duodenum.
Perdarahan pada saluran pernapasan akibat batuk darah yang lama.
c. Trauma.
d. Kebutuhan sat besi yang tidak terpenuhi.
e. Meningkatnya kebutuhan besi pada ibu hamil.
C. PATHOFISIOLOGI.
Pada keadaaan anemia defisiensi besi yang diakibatkan gangguan penyerapan, perdarahan, trauma, sat besi yang tidak terpenuhi serta meningkatnya kebutuhan sat besi pada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak menyebabkan level Hb menurun. Penurunan level Hb ini juga diakibatkan eritrosit yang berukuran kecil serta warna yang pucat (anemia Hipomikrositik).
Anemia defisiensi besi dibagi dalam tiga bagian yaitu :
Fase 1.
Persediaan sat besi dalam tubuh yang digunakan untuk eritropoisis habis. Jika sat besi yang digunakan dalam tubuh melebihi sat besi yang masuk maka tubuh akan menggunakan sat besi cadangan yang terdapat dalam sum-sum tulang, hati dan limpa.
Fase 2.
Terjadinya defisiensi besi yang ditransfer ke sum-sum tulang yang mengakibatkan ganggua eritropoisis yang merupakan awal terjadinya anemia. Dimana sel darah merah yang diproduksi berkurang.
Fase 3.
Jumlah sel darah merah yang sudah menurun mengakibatkan sum-sum tulang terpaksa akan menghasilkan sel darah merah yang ukurannya kecil dan Hbnya rendah. Sel-sel dengan defisiensi Hb ini akan masuk ke dalam sirkulasi dalam jumlah yang besar dan menggantikan eritrosit yang normal untuk proses sirkulasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan transport besi yang menyebabkan Hb menurun dan akan terjadi anemia defisiensi besi.
D. MANIFESTASI KLINIK.
Manifestasi klinik yang terjadi secara umum pada klien dengan anemia adalah cepat lelah, letih, jantung berdebar-debar, sakit kepala, lesu, mata berkunang-kunang, susah berkonsentrasi, anoreksia dan gangguan penglihatan
Manifestasi khusus pada klien dengan anemia defisiensi besi yaitu kelelahan, pucat pada wajah, telapak tangan, konjungtiva, sensitive dengan udara dingin, bentuk kuku seperti sendok.
E. STUDI DIAGNOSTIC.
Pemeriksaaan diagnostic yang biasa dilakukan pada klien dengan enemia yaitu: pemeriksaan hapusan darah tepi yakni akan ditemukan :
Hb kurang dari 3,6 gr/dl.
Eritrosit yang ditemukan kurang dari 3 juta gr/dl.
Hematokrit pada laki-laki kurang dari 47 mg/dl dan wanita kurang dari 42 mg/dl.
Serum sat besi kurang dari 10 mg/dl
F. MANAGEMENT MEDIK.
a. Management Umum.
Pemberian diit terutama makanan denga tinggi sat besi yaitu : daging yang berserat merah, sayur bayam, hati, wortel dan kuning telur.
b. Management pengobatan.
Garam besi diberikan 3 x 200 mg diberikan secara oral maupun parenteral dan dapat pula dikombinasikan dengan Vit. C, efek sampingnya feses berwarna hitam, terjadi konstipasi dan bisa juga terjadi diare.
Iron dekstron dapat diberikan secara IM dengan efek sampingnya sakit pada daerah suntukan, jika diberikan secara IV dapat terjadi shock dan trpmboplebitis.
Terapi transfuse sampai kadar Hb kembali normal.
G. MANAGEMENT KEPERAWATAN.
1. Pengkajian.
a) Anamnese yang meliputi pengkanjian pola makan klien sehari-hari, factor pencetus, jenis makanan yang dimakan setiap hari dan kaji kebiasaan pasien selama di RS.
b) Persepsi sensori.
Pusing, sakit kepala, mati rasa, geli pada tungkai dan lengan, lelah dan sensitive terhadap udara dingin.
c) Status mental : terjadi iritabilitas, perubahan konsentrasi.
d) Kulit dan kuku : terjadi penurunan turgor dan kuku berbentuk sendok.
e) Nutrisi dan metabolic : terjadi penurunan nafsu makan, penurunan BB, nausea dan vomiting.
f) Fungsi gastrointestinal : terjadi perdarahan pada lambung, stomatitis, lidah licin selain itu juga akan ditemukan konjungtiva anemic, wajah dan telapak tangan pucat, akral dingin.
2. Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin akan ditemukan pada pasien dengan anemia adalah sebagai berikut :
a) Perubahan persepsi sensori b.d hipoksia system saraf yang ditandai dengan mengeluh pusing, mati rasa, kelelahan pada tungkai dan lengan menurunnya konsentrasi dan sensitive terhadap dingin.
b) Kelelahan b.d menurunnya kadar oksigen pada jaringan yang ditandai dengan mengeluh cepat lelah saat beraktifitas, takikardia dan pernapsan cepat dan dangkal.
c) Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang inadekuat yang ditandai dengan klien mengeluh tidak ada nafsu makan, mual dan muntah.
d) Aktivitas intoleransi b.d kelemahan fisik yang ditandai dengan pasien lemas, cepat lelah bila beraktivitas.
3. Perencanaan.
a) Untuk diagnosa I.
Goal : pasien akan menampakkan peningkatan fungsi system persepsi sensori.
Objektif :tidak terjadi pusing, mati rasa dan klien mengatakan dapat berkativitas dengan baik.
Intervensi :
Observasi ketat tanda-tanda terjadinya hipoksia. R/ antisipasi dini terjadinya hipoksia jaringan.
Atur lingkungan yang nyaman. R/mengurangi stressor.
Bantu pasien untuk beraktivitas. R/ Mengurangi terjadinya injuri.
Kolaborasi pemberian obat-obatan
b) Diagnosa II.
Goal : pasiena akan memiliki energi yang adekuat untuk melakukan aktivitas.
Objektif : kelelahan berkurang.
Intervensi :
Bantu pasien untuk membuat jadual pembagian waktu untuk beraktivitas dan beristirahat. R/ mengurangi beban kerja jantung.
Monitor nadi dan pernapasan. R/ mengidentifikasi dini terjadinya tanda-tanda distress cardipulmonal.
Jelaskan padan pasien dan keluarga tentang diit tinggi besi. R/ memenuhi kebutuhan klien akan sat besi dan mengurangi kelelahan.
Kolaborasi pemberian terapi obat-obatan
c) Diagnosa III.
Goal : pasien akan mempertahankan intake nutrisi yang adekuat selama dalam perawatan.
Objektif : tidak tejadi mual muntah dan nafsu makan membaik
Intervensi :
Anjurkan klien untuk makan makanan tinggi sat besi. R/ memenuhi kebutuhan klien akan sat besi.
Anjurkan klien untuk makan dengan porsi kecil tapi sering. R/ mengurangi resiko mual dan muntah.
Anjurkan keluarga untuk memberikan makanan yang disukai klien. R/ merangsang nafsu makan klien.
Observasi adanya kesulitan menelan. R/ menentukan perlu tidaknya merubah diit.
d) Diagnosa V.
Goal : pasien akan melakukan aktivitasnya sendiri tanpa bantuan.
Objektif : pasien dapat melakukan aktivitasnya sendiri tanpa bantuan orang lain tanpa ada kelelahan.
Intervensi :
Tempatkan barang-barang ditempat yang mudah dijangkau oleh klien. R/ membantu pasien untuk tidak terlalu banyak bergerak.
Anjurkan keluarga untuk membantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. R/ mengurangi resiko terjadinya injury.
Anjurkan klien untuk bangun perlahan-lahan dari tempat tidur. R/ menghindari terjadinya pusing.
4. Evaluasi.
Pasien dapat merubah posisi dan ambulansi di tempat tidur tanpa merasa pusing, tidak ada keluhan rasa lelah jika beraktivitaa, tidak ada keluhan sakit kepala.
Pasien memiliki energi yang cukup dan kelelahan berkurang.
Dapat melakukan aktivitas secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
Nutrisi pasien terpenuhi dan BB dalam batasan yang normal.
Keadaan kulit kembali utuh rambut dan kuku kuat dan bentuk kuku normal kembali.
Daftar Pustaka.
Belcher, E. Anne (1993) : “Blood Disorders”. Mosby Year Book, St Louis.
Doenges E. Marylin et all (2000) : “Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien”. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Junaidi dkk (1991) : “Kapita Selekta Kedokteran : Media Aesklupius”. Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.
Price A. S. (1995) : “Patofisologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar