A. Persepsi
1. Pengertian
Menurut Sunaryo (2004) persepsi adalah proses menerima, menyeleksi, pengorganisasian, penginterprestasian (mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi) terhadap rangsangan yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan “pemaknaan hasil pengamatan”, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu, seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indra-indra yang dimilikinya (Sobur, 2003).
2. Proses Persepsi
Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Menurut Sobur (2003), Ada tiga komponen utama persepsi yakni sebagai berikut:
a. Seleksi adalah proses penyaring oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
b. Interprestasi, yaitu mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seorang. Interprestasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.
c. Interprestasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi. Proses persepsi adalah melakukan seleksi, interprestasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.
Menurut Rakhmat (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang dapat dikategorikan menjadi:
1) Faktor fungsional
Faktor fungsional dihasilkan dari kebutuhan, kegembiraan (suasana hati), pelayanan dan pengalaman masa lalu seorang individu.
2) Faktor-faktor Struktural
Faktor-faktor struktural berarti bahwa faktor-faktor tersebut timbul atau dihasilkan dari bentuk stimuli dan efek-efek netral yang ditimbulkan dari sistem syaraf individu.
3) Faktor-faktor situasional
Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal. Petunjuk proksemik, petunjuk kinesik, petunjuk wajah, petunjuk paralinguistik adalah beberapa dari faktor situasional yang mempengaruhi persepsi.
4) Faktor personal
Faktor personal terdiri atas pengalaman, motivasi, kepribadian, membuktikan bahwa pengalaman akan membantu seseorang dalam meningkatkan kemampuan persepsi.
3. Syarat terjadinya Persepsi:
Menurut Sunaryo (2004), persepsi dapat membuat seseorang menyadari dan mengerti tentang keadaan lingkungan sekitar maupun tentang keadaan diri individu yang bersangkutan. Alat penghubung antara individu dengan dunia luar adalah alat indra. Syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut:
a. Adanya obyek: Stimulus berasal dari luar individu langsung mengenai alat indra/ reseptor dan dari dalam diri individu langsung mengengenai syaraf sensoris yang bekerja sebagai reseptor.
b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi.
c. Adanya alat indra sebagai receptor penerima stimulus.
d. Syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat syaraf atau pusat kesadaran). Dari otak dibawa melalui syaraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respon.
4. Macam-macam Persepsi
Ada dua macam persepsi adalah
a. External perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar individu.
b. Self perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu (Sunaryo, 2004).
5. Gangguan Persepsi (Dispersepsi)
Dispersepsi adalah kesalahan atau gangguan persepsi. Penyebab gangguan otak karena kerusakan otak, keracunan, obat halusinogenik, gangguan jiwa, seperti emosi tertentu yang dapat mengakibatkan ilusi, psikosis yang dapat menimbulkan halusinasi; dan pengaruh lingkungan yang berbeda menimbulkan persepsi berbeda atau orang yang berasal dari sosio-budaya yang berbeda (Sunaryo, 2004).
Beberapa kekeliruan persepsi menurut Mulyana (2003), adalah sebagai berikut
a. Kesalahan atribusi
Atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab prilaku orang lain. Dalam usaha mengetahui orang lain kita, menggunakan beberapa sumber informasi. Misalnya, kita mengamati penampilan fisik mereka, karena faktor-faktor seperti usia, gaya pakaian, dan daya tarik dapat memberikan isyarat mengenai sifat-sifat utama mereka.
b. Efek halo
Kesalahan persepsi yang disebut efek halo (halo effects) merujuk pada fakta bahwa begitu kita membentuk suatu kesan menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang menyeluruh ini cendrung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita akan sifat-sifatnya yang spesifik. Efek halo lazim dan berpengaruh kuat pada diri kita dalam menilai orang-orang yang bersangkutan.
c. Stereotip
Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan yakni menggeneralisasikan orang - orang berdasarkan sedikit informasi dan
membentuk asumsi mengenai mereka dalam satu kelompok.
d. Prasangka
Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip.
e. Gegar budaya
Gegar budaya menurut Lundsted adalah suatu bentuk ketidakmampuan menyesuaikan diri yang merupakan suatu reaksi terhadap upaya sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang baru. Berbagai tanda karena gegar budaya adalah seperti reaksi psikologis, sosial, dan fisik, reaksi yang sama muncul, mencakup
i. Kelelahan fisik, seperti diwujudkan oleh kedongkolan, insomnia (sulit tidur), dan gangguan psikosomatis lainya.
ii. Perasaan kehilangan karena tercabut dari lingkungan yang dikenal.
iii. Penolakan individu terhadap anggota-anggota lingkungan baru.
iv. Perasaan tak berdaya karena tidak mampu menghadapi lingkungan asing (Mulyana, 2008).
B. Lansia
1. Definisi
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Pada bab 1 Pasal 1 Ayat 2, yang disebut lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas, baik pria maupun wanita (Nugroho, 2008).
2. Batasan Usia dan Klasifikasi Lansia
Batasan usia lansia menurut organisasi kesehatan dunia WHO, ada 4 tahap mencakup
a. Usia Pertengahan ( middle age) (45-59 tahun).
b. Lanjut Usia (elderly) ( 60-74 tahun).
c. Lanjut Usia Tua (old) (75-90 tahun).
d. Usia sangat lanjut (very old) (diatas 90 tahun).
Namun, di Indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun keatas. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2008).
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia menurut Depkes RI (2003), adalah
a. Pralansia adalah seseorang yang berusia 49-50 tahun.
b. Lansia adalah seseorang berusia 60 tahun keatas atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial adalah lansia yang mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Maryam et al., 2008).
3. Proses Menua
Menurut Maryam et al., 2008, penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, pada fungsi biologis dan motoris, pengamatan dan berpikir, motif-motif dan kehidupan afeksi, hubungan sosial serta integrasi masyarakat, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita.
Penuaan terjadi sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan merupakan proses alami, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2008).
4. Perubahan Psikososial Pada Lansia
Menurut Nugroho (2008), nilai seseorang diukur melalui produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan.
a. Bila mengalami pensiun, seseorang akan mengalami kehilangan, antara lain:
b. Kehilangan finansial (pendapatan berkurang)
c. Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukuptinggi, lengkap dengan semua fasilitas)
d. Kehilangan teman atau/kenalan atau relasi
e. Kehilangan pekerjaan/kegiatan menyebabkan lansia
f. Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan cara hidup (memasuki
rumah perawatan, bergerak lebih sempit).
g. Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.
h. Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan.
i. Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
j. Adanya gangguan syaraf panca- indra,timbul kebutaan dan ketulian.
k. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
l. Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga.
m. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik(perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri).
5. Perubahan Psikologis Pada Lansia
Menurut Maryam et al., 2008, perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustrasi, kesepian, takut kehilangan, kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi dan kecemasan.
Dalam psikologis perkembangan, lansia dan perubahan yang dialaminya akibat proses penuaan digambarkan sebagai berikut.
a. Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga bergantung pada orang lain.
b. Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya.
c. Mulai terlibat dalam dalam kegiatan masyarakat
6. Perkembangan spiritual
Agama/ kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan. Lanjut usia semakin matur dalam kehidupan keagamaannya dan perkembangan spiritual pada usia 70 tahun, berdasarkan universalizing perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara dan memberi contoh cara mencintai dan keadilan (Nugroho, 2008).
7. Perubahan Mental
Masalah-masalah mental dan emosional bukan merupakan bagian dari penuaan yang normal. Perubahan mental yang terjadi pada lansia menurut Nugroho (2008) adalah sebagai berikut
a. Di bidang mental atau psikis, perubahan dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu.
b. Mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat.
c. Ingin mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa.
d. Jika meninggal, mereka ingin meninggal secara terhormat dan masuk surga.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah
a. Perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan
e. Lingkungan
C. Keluarga
1. Definisi
Menurut Arifin (2009), keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang memiliki hubungan darah, hubungan perkawinan, ikatan adopsi dan saling berinteraksi satu sama lain dalam mengungkapkan emosi dan perasaannya dan dalam peranannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
Keluarga berperan sebagai support system utama bagi lansia antara lain menjaga atau merawat, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial, ekonomi serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual.
Friedman (1998), membuat definisi yang berorentasi pada tradisi dan digunakan sebagai refrensi secara luas:
a. Keluarga terdiri dari orang-orang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi.
b. Pada anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga atau jika mereka hidup terpisah, mereka tetap mengganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka.
c. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara dan saudari.
d. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri yang unik.
2. Tujuan Dasar Keluarga
Tujuan utama keluarga adalah menanggung semua harapan-harapan dan kewajiban-kewajiban masyarakat serta membentuk dan mengubahnya sampai taraf tertentu sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan setiap anggota individu dalam keluarga (Freudman, 1998). Cara terbaik memahami fungsi keluarga pada masa lalu pada lansia menurut Stanley (2006), adalah dengan mendapatkan pengetahuan tentang fungsi keluarga dimasa lalu melalui tinjauan keluarga. Tinjauan atau riwayat keluarga memberikan pemahaman tentang cara keluarga memberikan arti kejadian-kejadian tertentu, perspektif historis tentang interaksi keluarga, pengaruh budaya informasi kelas sosial, perasaan kewajiban anak, dan pilihan agama.
Berbagai proses dan fungsi keluarga mempengaruhi psikodinamika interaksi keluarga pada semua usia berupa 1) proses komunikasi, 2) orentasi nilai, 3) fungsi afektif.
Nilai Keluarga seringkali memiliki fokus budaya yang dapat mempengaruhi peraktik-peraktik perawatan kesehatan keluarga.Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga, pemenuhan kebutuhan psikologis anggota keluarga oleh anggota keluarga yang lain. Pada keluarga lansia, orang lain yang dekat seringkali mengisi fungsi afektif tersebut, terutama jika anggota keluarga lansia tersebut tinggal seorang diri (Freudman,1998).
3. Tugas Perkembangan keluarga
Menurut Maryam et al., (2008), tugas perkembangan keluarga dengan lansia adalah sebagai berikut:
a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan. Pengaturan hidup bagi lansia merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam mendukung kesejahteraan lansia. Perpindahan tempat tinggal bagi lansia merupakan suatu pengalaman traumatis, karena pindah tempat tinggal berarti akan mengubah kebiasaan–kebiasaan yang selama ini dilakukan oleh lansia dilingkungan tempat tinggalnya. Selain itu, dengan pindah tempat tinggal berarti lansia akan kehilangan teman dan tetangga yang selama ini berinteraksi serta telah memberikan rasa aman pada lansia.
b. Penyesuaian terhadap pendapatan yang menurun. Ketika lansia memasuki pensiun, maka terjadi penurunan pendapatan secara tajam dan semakin tidak memadai, karena biaya hidup terus meningkat, sementara tabungan atau pendapatan berkurang.
c. Mempertahankan hubungan perkawinan. Hal ini menjadi lebih penting dalam mewujudkan kebahagiaan keluarga. Perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan aktivitas yang berlangsung dari pasangan lansia.
d. Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan. Tugas perkembangan ini secara umum merupakan tugas perkembangan yang paling traumatis. Lansia biasanya telah menyadari bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan normal, tetapi kesadaran kematian tidak berarti bahwa pasangan yang ditinggalkan akan menemukan penyesuaian kematian dengan mudah. Hilangnya pasangan menuntut reorganisasi fungsi keluarga secara total, karena kehilangan pasangan akan mengurangi sumber-sumber emosional dan ekonomi serta diperlukan penyesuaian untuk menghadapi perubahan tersebut.
e. Pemeliharaan ikatan keluarga antar generasi. Ada kecendrungan dari lansia untuk menjauhkan diri dari hubungan sosial, tetapi keluarga tetap menjadi fokus interaksi lansia dan sumber utama dukungan sosial.
f. Meneruskan untuk memahami eksistensi usia lanjut. Hal ini dipandang penting, bahwa penelahan kehidupan memudahkan penyesuan terhadap situasi-situasi sulit yang memberikan pandangan terhadap kejadian–kejadian di masa lalu.
4. Peran anggota keluarga terhadap lansia
Peran keluarga dalam perawatan lansia adalah keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan motivasi dan menfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia (Maryam et al., 2008).
a. Melakukan pembicaraan terarah;
b. Mempertahankan kehangatan keluarga;
c. Membantu melakukan persiapan makanan bagi lansia;
d. Membantu dalam hal teransportasi;
e. Membantu memenuhi sumber-sumber keuangan;
f. Memberikan kasih sayang;
g. Menghormati dan menghargai;
h. Bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia;
i. Memberikan kasih sayang, menyediakan waktu, serta perhatian.
j. Jangan menganggapnya sebagai beban
k. Memberikan kesempatan untuk tinggal bersama;
l. Mintalah nasehatnya dalam peristiwa-peristiwa penting;
m. Mengajaknya dalam acara-acara keluarga ;
n. Membantu mencukupi kebutuhannya;
o. Memberi dorongan untuk tetap mengikuti kegiatan-kegiatan diluar rumah termasuk pengembangan hobi;
p. Membantu mengatur keuangan ;
q. Mengupayakan sarana transportasi untuk kegiatan mereka termasuk rekreasi;
r. Memeriksakan kesehatan secara teratur ;
s. Memberi dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat;
t. Mencegah terjadinya kecelakaan, baik didalam maupun diluar rumah;
u. Pemeliharaan kesehatan usia lanjut adalah tanggung jawab bersama;
v. Memberi perhatian yang baik terhadap orang tua yang sudah lanjut, maka anak-anak kita kelak akan bersikap yang sama.
5. Fungsi Keluarga
Friedman (1999) menjelaskan lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut:
a. Fungsi afektif: fungsi afektif meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan-kebutuhan psikososial anggota keluarga seperti memelihara saling asuh dalam keluarga, keseimbangan saling menghormati, pertalian dan identifikasi, keterpisahan dan kepaduan serta pola kebutuhan respon.
b. Fungsi sosialisasi: sosialisasi merupakan suatu prroses yang berlangsung seumur hidup di mana individu secara kontinu mengubah prilaku mereka sebagai respon terhadap situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami.Lewat sosialisasi orang belajar hidup bersama dengan orang lain dalam kelompok dan dapat memainkan peran-peran yang terbatas kepada usia dan jenis kelamin yang sesuai.
c. Fungsi reproduksi: untuk menjaga kelangsungan keturunan generasi dan juga untuk berlangsungan hidup masyarakat.
d. Fungsi ekonomis: untuk mengadakan sumber-sumber ekonomi yang memadai dan pengalokasian sumber-sumber tersebut secara efektif. Fungsi ekonomi meliputi tersedianya sumber-sumber yang cukup, inansial, ruang gerak dan materi dan pengalokasian sumber-sumber tersebut yang sesuai melalui proses pengambilan keputusan.
e. Fungsi perawatan Keluarga: fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi yang mendasar karena semakin banyak keluarga menjalankan fungsi yang vital kepada anggotanya secara sukses, semakin kuat sistem keluarga tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keluarga memasukan lansia ke Panti Werdha menurut Syamsudin (2008) adalah:
a. Tuntutan ekonomi
b. Tuntutan profesi atau pekerjaan: menyita hampir semua waktunya sehingga tidak lagi mempunyai kesempatan untuk memberikan perhatian dan perawatan kepada orang tuanya. Orang tua yang memasuki masa usia lanjut semakin terabaikan secara sosial, budaya dan psikologis, mereka merasa kesepian dan terlantar dirumah.
c. Kebutuhan sosialisasi orang lanjut usia itu sendiri. Apabila ia tinggal dalam keluarga mungkin ia akan mengalami perasaan yang bosan ditinggal sendiri, anaknya mungkin berangkat bekerja dan cucunya ke sekolah, sehingga ia membutuhkan suatu lingkungan sosial dimana dalam komunitas tersebut terdapat beberapa kesamaan sehingga ia merasa betah dan kembali bersemangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar