A. Kepuasan Pelanggan
Kepuasan Pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang atau masyarakat
setelah membandingkan hasil yang dirasakannya dengan harapannya, apabila hasil yang dirasakannya sama atau melebihi harapannya, akan timbul perasaan puas, sebaliknya (Pohan, 2007). Penilaian pelanggan terhadap apa yang diharapkannya dengan membeli dan mengkomsumsi suatu produk , harapan tersebut dibandingkan dengan persepsi mengkomsumsi produk itu, jika harapan lebih tinggi dari kinerja produk maka pelanggan akan merasa tidak puas, jika harapan sama atau lebih rendah dari produk maka pelanggan akan merasa puas (Aritonang, 2005). Menurut Kotler (1994) kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan hasil kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Interpretasi dari pelanggan yang mengkonsumsi produk barang atau jasa adalah arti kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2007).
Kepuasan total diperoleh seseorang dari pelayanan kesehatan dikaitkan dengan unsur yaitu : mutu pelayanan, mutu dalam perawatan dan cara pasien diperlukukan sebagai indvidu. Aspek yang berkaitan dengan individu yakni aspek fisik, mental, dan sosial, kepuasan terhadap lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan, suhu, udara, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, privacy, makanan dan tarif (Jacobalis, 1989).
Menurut Wiyono (1999) berpendapat bahwa kepuasan pelanggan dipengaruhi banyak faktor antara lain yang berhubungan dengan : (1) Pendekatan dan perilaku petugas serta perasaan pasien terutama pertama kali datang, (2) Mutu informasi apa yang diterima, seperti apa yang dirasakan dan apa yang diharapkan, (3) Prosedur perjanjian, (4) Waktu tunggu, (5) Fasilitas umum yang tersedia, (6) Fasilitas untuk penginapan untuk pasien seperti mutu makanan, privasi, dan pengaturan kunjungan sreta hasil terapi dan perawatan yang diterima. Maksudnya agar manajer harus memperhatikan kepuasan pelanggan dan harus mempunyai paradigma baru dan berorientasi kepada mutu sebagai elemen penting untuk sebuah formulasi dan prencanaan strategi pengembangan institusi pelayanan tersebut. Pelanggan akan puas jika produk yang dibeli dan dikonsumsinya berkualitas, ukuran kualitas dapat bersifat subyektif dan obyektif. Kepuasan yang diperoleh pelanggan akan diekspresikan dengan berbagai cara, bias dengan cara posititf dari mulut ke mulut mengenai pengalaman menggunakan produk atau jasa tertentu, pujian terhadap pemberi jasa, kesetiaan terhadap merek (brand royality), atau kesetiaan terhadap pelayanan diberikan organisasi tersebut. Pelanggan dengan kepuasan tinggi akan setia terhadap produk dalam jangka panjang serta tidak sensitive terhadap harga yang ditawarkan, mereka akan langsung membeli atau memanfaatkan jasa layanan tersebut.
Menurut Pohan, (2007) aspek – aspek yang mempengaruhi kepuasan pasien/pelanggan dari berbagai studi penelitian dengan secara berurutan sebagai berikut : (1) Kesembuhan, (2) ketersediaan obat puskesmas, (3) keleluasaan pribadi atau privacy sewaktu berada dalam kamar periksa (4) kebersihan puskesmas, (5) mendapat informasi yang menyeluruh, mendapat informasi tentang nama penyakit, bagaimana merawatnya dirumah, dan informasi tanda-tanda bahaya untuk segera membawanya kembali berobat, (6) mendapat jawaban yang dimengerti terhadap pertanyaan pasien, artinya apakah pasien mengerti jawaban yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap pertanyaan yang diajukannya, (7) memberi kesempatan untuk bertanya, artinya apakah petugas kesehatan memberikan kesemapatan kepada pasien untuk bertanya, (8) penggunaan bahasa daerah, apakah petugas menggunakan bahasa daerah dalam melayani pasien, (9) kesinambungan petugas kesehatan , artinya apakah setiap kali pasien datang ke puskesmas akan dilayani oleh petugas kesehatan yang sama, (10) waktu tunggu, yaitu waku yang diperlukan sebelum kontak dengan petugas, bukan petugas kartu atau rekam medik, (11) tersedianya toilet artinya apakah di puskesmas terdapat toilet yang dapat digunakan oleh pasien dan airnya tersedia, (12) biaya pelayanan, seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pasien jika berobat ke puskesmas, (13) tersedianya tempat duduk atau bangku untuk pasien pada ruang tunggu.
Penerapan jaminan mutu layanan kesehatan, kepuasan pelanggan menjadi bagian integral dan menyeluruh dari kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan. Artinya kepuasan pelanggan menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pegukuran mutu pelayanan kesehatan terhadap pelanggan. Konsekuensi dari pola pikir demikian yang adalah dimensi kepuasan pelanggan menjadi salah satu mutu layanan kesehatan yang penting (Pohan, 2007). Dari pola pikir demikian dapat dibuat kesimpulan tentang kepuasan layanan kesehatan sebagai berikut :
1) Komponen kepuasan pasien/pelanggan dari mutu layanan kesehatan menjadi salah satu komponen utama atau penting.
2) Kepuasan pelanggan adalah keluaran (outcome) layanan kesehatan. Dengan demikian kepuasan pelanggan menjadi salah satu tujuan dari peningkatan layanan kesehatan.
3) Dapat dibuktikan bahwa pelanggan dan atau masyarakat yang mengalami kepuasan terhadap layanan kesehatan yang selenggarakan cenderung mematuhi nasehat, setia atau taat pada rencanan pengobatan yang telah disepakati.
4) Sebaliknya pelanggan dan atau masyarakat yang tidak merasakan atau kekecewaan sewaktu menggunakan layanan kesehatan cenderung tidak mematuhi rencana pengobatan , tidak memauhi nasehat , berganti atau berpindah ke fasilitas lain.
5) Uji coba membuktikan berdampak pada keluaran dari layanan kesehatan, artinya berdampak pada status kesehatan. Pada beberapa kejadian yang memerlukan layanan dalam kurun waktu yang lama sebagian pakar merekomendasikan agar menggunakan status kesehatan sebagai indikator kepuasan pasien (Pohan, 2007).
Pengukuran kepuasan pelanggan pada fasilitas layanan kesehatan tidak mudah, karena layanan kesehatan tidak mengalami semua perlakuan yang dialami oleh pasar biasa. Dalam layanan kesehatan pilihan – pilihan ekonomis tidak jelas. Pelanggan tidak mungkin atau sulit mengetahui apakah layanan kesehatan yang didapatnya optimal atau tidak. Apabila fasilitas layanan kesehatan atau puskesmas dianggap sebagai produsen suatu layanan kesehatan akan dijumpai suatu rentetan dari struktur dan proses. Didalam struktur terdapat gedung, peralatan obat, profesi layanan kesehatan, prosedur kebijaksanaan, organisasi dan lain-lain. Proses akan menyangkut peneyelenggaraan layanan kesehatan itu sendiri. Keluaran akan menghasilkan sesuatu untuk kepentingan pelanggan dan penyelenggara dari layanan kesehatan itu. Pengumpulan data survei kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi yang umumnya dilakukan adalah kuesioner dan wawancara (Pohan, 2007).
Umumnya kepuasan pasien dipelajari melalui survei lapangan. Suatu masalah penting dari survei kepuasan pelanggan adalah bahwa hasilnya akan menimbulkan sedikit perbedaan jika sebagian besar responden menyatakan benar – benar merasa puas. Banyak faktor yang menjelaskan kecenderungan ini. Salah satu faktor penting yang menyebabkan hal ini terjadi adalah biasanya responden segan mengemukakan kritikan dan ini disebut sebagai efek normative (normative affect). Efek normative tersebut umumnya dapat diatasi antara lain dengan : (1) Jumlah pilihan dalam kuesioner, (2) Cara penempatan butir – butir kepuasan pelanggan dalam kuesioner, (3) Menghindari bias, (4) Memelihara kerahasiaan (Pohan, 2007).
B. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan adalah karakteristik atau atribut barang atau jasa yang mewakili dimensi yang oleh pelanggan dipergunakan sebagai dasar pendapat mereka mengenai jasa/ layanan (Supranto, 2006). Menurut Pohan, (2007) bahwa keseluruhan karakteristik barang/layanan yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi dan memuaskan kebutuhan konsumen, baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat disebut kualitas layanan. Hal yang sama dikemukan American Society for Quality Control cit. Kotler, (2006) bahwa keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang dinyatakan atau tersirat. Menurut Tjiptono, (2007) kualitas pelayanan adalah kondisi dimanis produk dan lingkungannya untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
Pelayanan kesehatan menurut Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organizations cit. Wasisto, (1993) mendefinisikan kualitas pelayanan kesehatan adalah dipenuhinya standar profesi yang baik dalam pelayanan medik dan terwujudnya hasil akhir (outcome) seperti yang selayaknya diharapkan yang menyangkut perawatan pasien, diagnosis, prosedur atau tindakan dan pemecahan masalah klinis dalam memenuhi kebutuhan pelanggan (Costumer Requirement).
Azwar, (1994) mengemukakan bahwa dalam memenuhi kebutuhan pelanggan diperlukan kualitas layanan yang memenuhi kepuasan pelanggan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata, dan pelaksanaannya sesuai standar profesi. Memelihara dan meningkatkan kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas akan selalu berupaya meneyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemeratan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat (Depkes, 2004).
Dimensi mutu berlaku untuk berbagai jenis organisasi penghasil jasa meliputi keberadaan (availability), ketanggapan (responsiveness), menyenangkan (convenience) dan tepat waktu (time linnes) (Kennedy dan Young, 1989 cit.,Supranto, 2006). Ahli lain berpendapat tentang kualitas pelayanan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yakni Parasuraman, et. al., (1985) cit. Supranto, (2006) merumuskan sepuluh dimensi mutu yaitu (1) Tangibles atau jelas dan bisa dibuktikan, (2) Reliabilitas atau kehandalan, (3) Responsiveness atau daya tanggap, (4) Competensy atau kemampuan, (5) Access atau kemudahan untuk dihubungi, (6) Courtesy atau keramahan, (7) Communication atau informasi yang adekuat, (8) Credibilitas atau jujur, kepercayaan, (9) Security atau keamanan, bebas dari resiko atau kesangsian, (10) Understanding atau penuh pengertian. Kesepuluh Dimensi tersebut kemudian diringkaskan menjadi lima dimensi yang dikenal sebagai SERVQUAL meliputi : wujud nyata (tangibles), kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jamina (assurance), dan perhatian (empathy) yang didefinisikan adalah sebagai berikut :
1) Tangibles, yang berupa bukti nyata atau tampilan produk yang meliputi kualitas fisik/bersih, kualitas peralatan/layak, dan kerapihan penampilan petugas.
2) Reliability, kehandalan yang merupakan kemampuan memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan, bisa diandalkan dan akurat meliputi kecepatan pelayanan, ketepatan pelayanan dan kelancaran pelayanan
3) Responsiveness, ketanggapan yaitu berupa kemauan pihak pemberi pelayanan untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan dengan cepat.
4) Assurance, yaitu adanya jaminan yang mencakup pengetahuan dan ketrampilan petugas, kesopanan dan keramahan petugas, memiliki rasa hormat dalam melakukan pelayanan
5) Empathy, yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan atau kontak personal dan komunikasi, memahami dan berusaha untuk mengetahui siapa yang dilayani dan apa yang diinginkan. (Parasuraman et.al., 1988)
Kualitas layanan menurut Parasuraman et al., (1988) juga dirumuskan oleh Cheu, et.al., (2005) Using SERVQUAL to Evaluate Disconfirmation of Nursing Service Taiwan. Hal yang sama di kemukan oleh Furneaux, B., (2006) meliputi lima kualitas layanan tersebut.
Pelayan jasa mengidentifikasi/menentukan semua dimensi mutu untuk menjamin defenisi tentang mutu barang dan jasanya. Maksud menentukan kebutuhan pelanggan adalah membentuk suatu daftar semua dimensi mutu yang penting dalam menguraikan barang atau jasa. Sungguh sangat penting dalam untuk mengetahui dimensi mutu, sehingga pelayan jasa/barang (service provider) akan mengetahui bagaimana pelanggan mendefenisikan mutu barang atau jasa (Supranto, 2006). Organisasi Standar International dalam memenuhi kebutuhan pelanggan (Costumer Requirement ) maka ISO 9001 : 2000 bertransisi ke ISO 9001 : 2008 kini diberlakukan memberi kebutuhan untuk kualitas sistem manjemen, kini dengan kuat dibentuk secara global menerapkan standard untuk menyediakan jaminan tentang kemampuan untuk mencukupi kebutuhan kualitas dan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dalam hubungannya supplier-customer. Hal ini mengandung arti bahwa organisasi tersebut untuk memenuhi : (1) kebutuhan kualitas bagi pelanggan, (2) pengaturan kebutuhan bisa diterapkan, mengarahkan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, dan (3) mencapai peningkatan berkesinambungan tentang pencapaian target pengejaran sasaran hasil (Frost, R dan Byrden, 2006). Menurut Pohan (2007) kualitas layanan kesehatan dalam hubungannya dengan supplier-customer sangat melekat dengan faktor subyektivitas hal ini disebabkan perbedaan latarbelakang pengetahuan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan.
C. Pelayanan Keperawatan
Pelayanan keperawatan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1988) cit. Suhartati, (2005) adalah keseluruhan fungsi, tugas, kegiatan dan tanggung jawab yang laksanakan oleh perawat dalam praktek profesi. Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangannya melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (Gaffar, 1999). Seorang perawat dikatakan professional apabila memiliki ilmu pengetahuan ketrampilan keperawatan profesional serta memiliki sikap professional sesuai kode etika professi. Ketrampilan professional bukan hanya sekedar terampil dalam melakukan prosedur asuhan keperawatan tetapi mencakup ketrampilan interpersonal, ketrampilan intelektual, dan ketrampilan teknikal (Husain, 1994 cit. Suhartati, 2005).
Menurut Hoffart & Woods, (1996) cit. Sitorus, (2007) bahwa pelayanan keperawatan profesional merupakan suatu sistem yang memungkinkan perawat professional mengatur asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang asuhan tersebut. Pelayanan keperawatan professional merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, meliputi bio-psiko-sosio spiritual yang komprehensip ditujukan kepada individu, keluarga, masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia Setyowati, (1998) cit. Supriyati, (2004).
Asuhan keperawatan menurut Depkes RI (1998) adalah bantuan bimbingan penyuluhan dan pengawasan dan perlindungan yang diberikan oleh seorang perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien. Pelayanan/ asuhan keperawatan berupa bantuan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan untuk mau menuju kemampuan melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Kegiatan tersebut dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pemeliharaan kesehatan utama (Primemary Health Care) sesuai dengan wewenang, tanggungjawab dan etika profesi keperawatan, yang memungkinkan setiap individu mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif.
Penerapan proses keperawatan harus dilakukan secara tepat dan benar serta didukung dengan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan yang mengacu pada pedoman proses keperawatan. Dengan proses keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan akan didapat :
1) Meningkatkan ketrampilan teknis dan prosedur keperawatan yang ditujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
2) Meningkatkan kualitas layanan keperawatan karena hubungan erat antara perawat dengan pasien sehingga menghasilkan pelayanan keperawatan yang lebih berkualitas.
3) Meningkatkan otonomi perawat, memberi kesempatan dan tantangan bagi perawat untuk bekerja secara mandiri.
4) Meningkatkan tanggungjawab perawat atas tindakan serta kualitas pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.
5) Meningkatkan peran perawat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan atas hal-hal yang berkaitan dengan perawatan pasien.
6) Meningkatkan citra perawat , karena dengan asuhan keperawatan yang berkualitas yang baik, memberikan rasa puas pada pasien, sehingga akan berdampak pada citra perawat dimata masyarakat (Pertiwi, 2004).
D. Puskesmas Rawat Inap
Depkes, (2004) mendefinisikan Puskesmas adalah unit pelayanan teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja dan puskesmas rawat inap kurang lebih sepuluh tempat tidur. Puskesmas Perawatan atau Puskesmas Rawat Inap adalah Puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong penderita gawat darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas, maupun rawat inap sementara (Depkes, 2003). Puskesmas sebagai unit pelayanan teknis dinas (UPTD) kesehatan kabupaten atau kota, puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten atau kota dan juga unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia (Depkes, 2004).
Pengertian puskesmas sebagai sebagai pembangun kesehatan adalah menyelenggarakan upaya kesehatan oleh bangsa untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar tewujud derajat kesehatan yang optimal (Depkes, 2004). Wilayah kerja puskesmas secara nasional adalah satu kecamatan, namun apabila disuatu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas maka tanggunjawab di wilayah kerjanya diatur antar puskesmas, dengan memperhatikan antara konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing – masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggunjawab langsung ke dinas kesehatan kabupaten atau kota (Depkes, 2004).
Kegiatan puskesmas rawat inap meliputi (Depkes RI, 2002) Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat darurat, antara lain: (1)Kecelakaan lalu lintas, (2) Persalinan dengan penyulit, (3) Penyakit lain yang mendadak dan gawat, (4) Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi penderita dalam rangka diagnostik dengan rata-rata 3-7 hari perawatan, (5) Melakukan pertolongan sementara untuk pengiriman penderita ke Rumah Sakit, (6) Memberi pertolongan persalinan bagi kehamilan dengan resiko tinggi dan persalinan dengan penyulit. Cakupan rawat inap adalah cakupan kunjungan rawat inap baru di sarana pelayanan kesehatan swasta dan pemerintah di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu (Depkes RI, 2003). Depkes menargetkan cakupan layanan rawat inap untuk tahun 2005 adalah sebesar 1% dan tahun 2010 sebesar 1,5%. Untuk mencapai tujuan cakupan layanan, langkah kegiatan yang dilakukan adalah (1) Pendataan penduduk, sarana kesehatan, dan kunjungan kesarana kesehatan, (2) Peningkatan prasarana dan sarana kesehatan, (3) Analisa kebutuhan pelayanan, (4) Penyuluhan, (5) Pelatihan SDM, (6) Pencatatan pelaporan (Depkes RI, 2003).
Ketenagaan yang dibutuhkan dalam pengembangan Puskesmas Rawat Inap (Depkes RI, 2002) : (1) Dokter kedua di Puskesmas yang telah mendapatkan latihan klinis di Rumah sakit selama 6 bulan dalam bidang bedah, obstetri-gynekologi, pediatric dan interna, (2) Seorang perawat yang telah dilatih selama 6 bulan dalam bidang perawatan bedah, kebidanan, pediatri dan penyakit Dalam, (3) Tiga orang perawat/bidan yang diberi tugas bergilir, (4) Satu orang pekarya kesehatan (SMTA atau lebih).
Kebijakan pemerintah tentang Puskesmas dituangkan dalam SK MenKes No.113/MENKES/II/2008 diantaranya adalah Puskesmas sebagai Pelayanan Kesehatan Strata Pertama meliputi : (1) upaya kesehatan perorangan (promotive,prenventive, curative dan rehabilitative) salah satunya pelayanan rawat inap tingkat pertama, (2) upaya kesehatan masyarakat (promkes, KIA, P2M, Kesling, perbaikan gizi dan program UKM lainnya), (3) pelayanan kesehatan spesialistik, dan (4) manajemen puskesmas.
E. Landasan Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut maka untuk meneliti adanya hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan di Ruang Rawat Inap Puskesmas Bunyu Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur, dalam penelitian ini merujuk pada dimensi Kualitas Pelayanan menurut Parasuraman, et al., (1988) yang meliputi : bukti nyata, kehandalan, ketanggapan, jaminan dan empati.
Kualitas pelayanan dalam hubungannya dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan adalah tak lain adalah dimensi mutu itu sendiri. Proses akan menyangkut peneyelenggaraan layanan keperawatan itu sendiri. Keluaran akan menghasilkan sesuatu untuk kepentingan pelanggan dan penyelenggara dari layanan kperawatan itu. Pengumpulan data survei kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi yang umumnya dilakukan adalah kuesioner (Pohan, 2007). Kualitas pelayanan ini diukur dari persepsi pasien, sesuai atau tidak dengan harapan pasien terhadap pelayanan keperawatan. Kepuasan yang diperolah pasien dari pelayanan keperawatan tak lain adalah terpenuhinya harapan atau pelayanan keperawatan yang diterima melebihi harapan pasien yang meliputi bukti nyata, kehandalan ,ketanggapan, jaminan dan empati (Parasuraman et.al.,1988). Pohan, (2007) mengemukakan bahwa kualitas layanan kesehatan dalam hubungannya dengan supplier-customer sangat melekat dengan faktor subyektivitas hal ini disebabkan perbedaan latarbelakang pengetahuan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan.
sejawat minta literatur dun aq mau ambil skripsi judul ini
BalasHapusAmpun dah baru buka lagi pengaruh sibuk, pasti dah kerjA juga ni boss, maaf yaaa
BalasHapus