1. Cuci Tangan
a. Pengertian
Cuci tangan adalah prosedur untuk mengurangi bahkan menghilangkan mikroorganisme dari tangan (Luckmann, 1997). Menurut Garner & Favero (1985) cit Potter dan Perry (1993), cuci tangan adalah tindakan menggosok tangan dengan sabun sampai berbusa pada semua permukaan tangan yang dilanjutkan dengan membilas di bawah air mengalir. Tietjen et al. (2004) mendefinisikan cuci tangan sebagai proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan menggunakan sabun dan air.
Widmer (2000) mendefinisikan cuci tangan adalah mencuci tangan dengan menggunakan sabun plain (tidak mengandung anti mikroba) atau sabun antiseptik (mengandung anti mikroba), menggosok- gosok kedua tangan meliputi seluruh permukaan tangan dan jari-jari selama 1 menit, mencucinya dengan air dan mengeringkannya secara keseluruhan dengan menggunakan handuk sekali pakai.
b. Jenis
A Strategy for the Control of Antimicrobial Resistance in Ireland / The SARI Infection Control Sub-Committee (2004) merekomendasikan 3 tingkatan cuci tangan, sebagai berikut :
1) Cuci tangan rutin
Cuci tangan rutin dilakukan dengan menggunakan sabun selama 10-15 detik pada air mengalir, kemudian dikeringkan dengan handuk yang tidak sekali pakai. Sabun cair lebih baik daripada sabun batangan, karena sabun batangan sulit untuk kering sedangkan sabun yang basah sangat potensial untuk menjadi tempat berkembangnya mikroorganisme.
2) Cuci tangan aseptik
Cuci tangan aseptik dilakukan dengan menggunakan sabun antiseptik atau alkohol handsrub, minimal dilakukan selama 15 detik pada air mengalir.
3) Cuci tangan bedah (surgical handsrub)
Membersihkan tangan, kuku dan lengan dengan menggunakan sabun antiseptik atau sabun pencegah infeksi.
c. Tujuan dan manfaat
Cuci tangan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan mikroorganisme transien dan mengurangi jumlah mikroba (Larson, 1989 cit Potter & Perry, 1993). Menurut The SARI Infection Control Sub-Committee (2004), cuci tangan bertujuan:
a) cuci tangan rutin, untuk menghilangkan kotoran, bahan organik, kulit mati dan beberapa mikroorganisme transien yang paling banyak
b) cuci tangan aseptik, untuk menghilangkan semua mikroorganisme transien dan merupakan level yang lebih tinggi dari cuci tangan rutin
c) cuci tangan bedah, untuk menghilangkan semua flora transien dan flora residen dengan cepat dan persisten.
d. Indikasi
Semua tindakan keperawatan memerlukan tindakan cuci tangan, dan kebutuhan akan cuci tangan tergantung jenis, jangka waktu/durasi, dan urutan aktivitas (Potter & Perry, 1993). Durasi yang ideal untuk melakukan cuci tangan menurut The Centers for Disease Control / CDC (Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit) adalah 10 sampai 15 detik, yang akan menghilangkan mikroorganisme transien dari kulit. Cuci tangan selama 1 sampai 2 menit direkomendasikan untuk tenaga kesehatan yang bekerja pada area yang beresiko tinggi.
Indikasi cuci tangan menurut The SARI Infection Control Sub Committee (2004) adalah sebagai berikut:
1) cuci tangan rutin, dilakukan pada saat:
a) tangan terkontaminasi oleh kotoran, tanah atau bahan organik
b) permulaan dan akhir shift
c) sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
d) sebelum berpindah dari area yang kotor ke area yang bersih
e) setelah melepas sarung tangan (bedah atau pemeriksaan prosedur rutin)
f) setelah memegang peralatan kotor, bahan yang terkontaminasi dan lingkungan yang kotor
g) sebelum menyiapkan makanan
h) setelah menggunakan kamar mandi/toilet
2) cuci tangan aseptik, dilakukan pada saat:
a) sebelum dan sesudah kontak dengan pasien di critical care unit
b) sebelum dan sesudah memasuki critical care unit dan unit isolasi
c) setelah kontak dengan pasein yang rentan menularkan penyakitnya dan untuk tindakan pencegahan
d) setelah tangan terkontaminasi dengan mikrobial berat
e) sebelum melakukan tindakan invasif (injeksi, pemasangan kateter, suction) yang memerlukan prosedur aseptik
3) cuci tangan bedah, dilakukan pada saat: sebelum dan sesudah melakukan tindakan pembedahan (prosedur di kamar operasi).
e. Resiko tidak melakukan cuci tangan
Berbagai prosedur penanganan pasien memungkinkan perawat terpajan dengan kuman yang berasal dari pasien. Infeksi dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari petugas ke petugas, dari petugas ke pasien dan antar petugas, melalui kontak langsung ataupun melalui peralatan atau bahan yang sudah terkontaminasi dengan darah ataupun cairan tubuh lainnya (Sedemen et al., 2000).
Walaupun dengan tidak mencuci tangan tidak secara langsung dapat menyebabkan seseorang terkena penyakit atau terinfeksi, namun kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang menular di perawatan kesehatan dan penyebaran mikroorganisme multiresisten dan telah diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah (CDC, 2002). Tangan merupakan salah satu jalur penularan berbagai penyakit menular seperti diare, ISPA, Kecacingan, Hepatitis A, dan masih banyak lagi penyakit-penyakit infeksi lainnya yang berpotensi membawa kepada arah kematian.
Transmisi bakteri dari satu pasien ke pasien lain melalui tangan petugas kesehatan dapat dijelaskan sebagai berikut (Boyce et al., 2002) :
1) organisme patogen berada pada kulit pasien atau terdapat pada peralatan yang berada di sekitar pasien, organisme dapat ditransfer ke tangan petugas kesehatan
2) organisme patogen mampu bertahan hidup pada tangan petugas kesehatan selama beberapa menit
3) dengan cuci tangan yang dilakukan oleh petugas kesehatan yang tidak adekuat dalam menghilangkan organisme patogen
4) langsung dengan pasien lain atau dengan obyek mati (misal : peralatan medik, baju, selimut) yang akan berkontak langsung dengan pasien
Transmisi patogenesis bakteri tidak hanya mengenai infeksi pada luka basah, tetapi dapat juga terjadi melalui kulit pasien yang utuh. Area yang penuh dengan koloni bakteri terdapat pada daerah inguinal, ketiak dan ekstremitas atas (tangan). Organisme yang sering ditemukan pada tempat tersebut seperti Klebsiela spp, Acinetobacter dengan variasi antara 102 – 106/cm2 ( Boyce et al., 2002).
f. Fasilitas
Pelaksanaan cuci tangan di rumah sakit dapat diterapkan dengan baik bila didukung oleh ketersediaan sarana dan fasilitas cuci tangan. Perawat bertindak sebagai pelaksana, sedangkan pimpinan rumah sakit bertindak sebagai penyedia alat dan bahan-bahan yang diperlukan dalam praktek cuci tangan.
Alat dan bahan yang diperlukan untuk pelaksanaan cuci tangan (Depkes RI, 2006) adalah:
1) Air bersih
Mencuci tangan lebih baik dilakukan dengan menggunakan air yang mengalir pada wastafel, jika air mengalir tidak tersedia sebaiknya menggunakan wadah air dengan kran atau menggunakan ember dan gayung. Cuci tangan menggunakan air dalam baskom meskipun memakai tambahan antiseptik sebaiknya tidak dilakukan karena mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak pada larutan ini.
2) Sabun biasa
Sabun dan detergen digunakan sebagai bahan pembersih yang bersifat nonantimikroba (Taylor et al., 1997). Sabun biasa yang tersedia dalam bentuk batang, cair, lembaran atau bubuk dapat membantu menghilangkan mikroorganisme yang menempel sementara pada tangan.
Sabun biasa yang digunakan berulang harus memenuhi standar khusus yaitu: efektif menyingkirkan kotoran, tidak merusak kesehatan kulit serta nyaman dipakai dan aromanya tidak menusuk hidung.
3) Agen antiseptik/antimikroba
Sabun anti mikroba mengandung zat kimia yang dapat membunuh mikroorganisme transien dan beberapa mikroorganisme residen. memberikan aktivitas kimiawi yang persisten, yang berarti zat-zat kimia tersebut tetap tinggal di kulit untup tetap membunuh mikroorganisme (Schaffer, 2000).
Menurut Larson (1989) penggunaan sabun antimikroba ketika perawat bekerja pada unit perawatan khusus, unit gawat darurat, unit dimana pasien dalam keadaan imunosupresi, dan ketika bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh.
Departemen Kesehatan RI (2006) merekomendasikan beberapa macam sabun antimikroba/agen antiseptik untuk mencuci tangan antara lain:
a) Alkohol 60-90 % (etil dan isopropyl atau metil alkohol)
b) Chlorhexidine glukonat 2 - 4 % (Hibiclens, Hibiscrub, Hibitane)
c) Chlorhexidine glukonat dan cetrimide, dalam berbagai konsentrasi (Savlon)
d) Yodium 3%, yodium dan produk alkohol berisi yodium atau tincture (yodium tinktur)
e) Iodofor 7,5-10% berbagai konsentrasi (Betadine atau Wescodyne)
f) Klorsilenol 0,5-4% (Para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai konsentrasi (Dettol)
g) Triklosan 0,2 – 2 %
4) Stik pembersih kuku
Jika kuku terpelihara dengan baik, cara membersihkan kuku dengan alat ini tidak perlu dilakukan lagi.
5) Handuk atau tissue
Handuk digunakan untuk mengeringkan tangan setelah cuci tangan jika tidak tersedia mesin pengering udara. Jika tidak tersedia handuk kertas/tissue, tangan dikeringkan dengan handuk yang bersih atau dibiarkan kering oleh udara. Pemakaian handuk secara bersama sebaiknya tidak digunakan karena cepat terkontaminasi. Handuk kecil atau sapu tangan pribadi yang dicuci setiap hari dapat menjadi pilihan untuk menghindari pemakaian handuk kotor pada pemakaian bersama.
g. Prosedur
Potter & Perry (1993) membagi prosedur cuci tangan menjadi 2: prosedur cuci tangan prinsip bersih dan prinsip steril. Cuci tangan prinsip bersih merupakan cuci tangan rutin yang diperlukan sepanjang waktu dan keadaan. Cuci tangan prinsip steril dilakukan oleh tenaga kesehatan sebelum melakukan operasi/ tindakan pembedahan untuk menghilangkan dan menekan perkembangan mikroorganisme serta menghindari kontaminasi mikroba saat dilakukan operasi.
Prosedur cuci tangan prinsip bersih dan steril menurut Potter & Perry (1993) adalah sebagai berikut:
1) Cuci tangan prinsip bersih :
a) Berdiri di depan wastafel
b) Menggulung lengan baju dan melepaskan semua perhiasan seperti cincin, arloji,gelang
c) Kuku dalam keadaan pendek
d) Memeriksa tangan apakah ada perlukaan atau lecet
e) Pakaian tidak menyentuh wastafel
f) Menyalakan air sesuai sistem pembuka, mengatur suhu (suhu dibuat hangat) dan aliran air
g) Menghindari percikan air ke pakaian
h) Membasahi telapak tangan dan bagian bawah di bawah air mengalir dan jaga posisi ujung jari lebih rendah dari siku
i) Ambil 1-3 ml sabun atau bahan antiseptik dan menyabuni tangan
j) Menyabuni tangan dengan busa yang banyak, gosok selama 10-15 detik
k) Menggosok jari, telapak dan punggung tangan dengan gerakan melingkar
l) Jika daerah di bawah kuku kotor, bersihkan dengan stik kayu/ pembersih kuku
m) Bilas tangan dan pergelangan tangan, jaga posisi ujung jari lebih rendah dari siku
n) Ulangi langkah j,k,l dan m
o) Keringkan tangan dari jari-jari sampai pergelangan tangan bagian bawah
p) Buang tisu pada tempatnya
q) Matikan kran air sesuai sistem pembuka, jika sistem pembuka dan penutupnya memutar dengan tangan, gunakan tisu untuk menutup kran
2) Cuci tangan prinsip steril :
a) Melepaskan semua perhiasan seperti cincin,gelang, jam tangan dan yakinkan kuku dalam keadaan pendek, kondisi kutikula baik
b) Gunakan wastafel dengan kontrol kaki atau jika kontrolnya menggunakan tangan, buka dengan kertas tisu
c) Gunakan bahan anti mikroba/antiseptik
d) Sediakan 2 sikat tangan dan satu kikir kuku sekali pakai
e) Gunakan topi untuk menutup rambut
f) Gunakan masker untuk menutup hidung dan mulut
g) Mengatur aliran dan suhu air
h) Basahi tangan dan lengan bawah, baju harus tetap kering
i) Ambil sabun 2-5 ml dan menyabuni tangan dan lengan sampai 5 cm di atas siku
j) Bersihkan kuku di bawah air mengalir
k) Basahi sikat, beri sabun, gosok kuku, tangan dan lengan bawah. Gosok secara melingkar pada telapak tangan dan punggung tangan dan jari
l) Bilas dan ulangi proses penyabunan
m) Gosok tangan dan lengan, kemudian buang sikat pada tempatnya
n) Lengan ditekuk, bilas dari ujung jari sampai ke siku dengan cara satu arah, biarkan air mengalir pada siku
o) Ulangi langkah k s/d n untuk tangan yang lain
p) Jaga lengan dalam kondisi ditekuk, buang sikat, matikan air (jika memakai kran sistem putar, gunakan tisu untuk menutupnya)
q) Ambil kertas tisu atau handuk steril
r) Rentangkan handuk
s) Keringkan setiap tangan, dari jari sampai siku
t) Pindahkan handuk untuk mengeringkan tangan yang lain
u) Buang kertas tisu atau taruh handuk yang telah digunakan pada tempatnya
v) Lanjutkan dengan memakai baju operasi
Menurut WHO (2005) cit Depkes RI (2006) terdapat 2 teknik mencuci tangan, yaitu:
1) mencuci tangan dengan sabun dan air, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) basuh tangan dengan air
b) tuangkan sabun secukupnya
c) ratakan dengan kedua telapak tangan
d) gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya
e) gosok kedua telapak dan sela-sela jari
f) jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
g) gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya
h) gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya
i) gosok pergelangan tangan kiri dengan menggunakan tangan kanan dan lakukan sebaliknya
j) bilas kedua tangan dengan air
k) keringkan dengan handuk sekali pakai sampai benar-benar kering
l) gunakan handuk tersebut untuk menutup kran
m) kedua tangan telah aman
Langkah c s/d i pada cuci tangan dengan sabun dan langkah b s/d h pada cuci tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol dikenal sebagai 7 langkah higiene tangan (Depkes RI, 2006) dan menjadi dasar pedoman prosedur tetap mencuci tangan di rumah sakit di Indonesia.
2) mencuci tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol dengan langkah - langkah sebagai berikut:
a) tuangkan larutan alkohol ke telapak tangan secukupnya (dari botol atau dispenser)
b) gosokkan kedua telapak tangan
c) gosok kedua punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya
d) gosok kedua telapak tangan dan sela jari-jari
e) jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
f) gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya
g) gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya
h) gosok pergelangan tangan kiri dengan menggunakan tangan kanan dan lakukan sebaliknya
i) keringkan kedua tangan dengan mesin pengering atau biarkan kering oleh udara dan tangan telah aman.
Gambar 1. Teknik mencuci tangan dengan Sabun dan Air
Gambar 2. Teknik mencuci tangan dengan larutan berbasis alkohol
Prosedur tetap cuci tangan di ruang rawat inap RSU Banyumas berdasarkan SK Direktur RSU Banyumas No 12/173/1299/IK/2009, adalah sebagai berikut:
1) Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (jam tangan, gelang, cincin), simpan dalam saku/tempat yang aman
2) Buka kran dan pertahankan aliran air lurus dari mulut kran
3) Bungkukkan badan sedikit demi sedikit untuk menjauhi tubuh dari percikan air
4) Kedua tangan dibasahi sampai siku
5) Ambil sabun secukupnya dalam sebuah telapak tangan dan kenakan kedua belah tangan (hindari aliran air)
6) Buat busa secukupnya dari sabun yang melekat ditangan yang basah
7) Gosok dengan keras seluruh permukaan tangan dan jari-jari kedua tangan sekurang-kurangnya 15-20 detik sesuai 7 langkah cuci tangan:
a) Dengan tangan yang basah dan bersabun, gosok benar-benar kedua telapak tangan
b) Gosok benar-benar di antara jari bagian belakang telapak tangan
c) Gosok benar-benar kedua telapak tangan sambil membersihkan diantara jari
d) Kancingkan jari kanan dan kiri sambil digosokkan arah melintang
e) Genggam ibu jari dan bersihkan dengan gosokkan putaran
f) Gosokkan benar-benar bagian bawah kuku di telapak tangan
g) Genggam punggung tangan dan bersihkan dengan gosokkan putaran
8) Membilas kedua belah tangan di bawah air mengalir
9) Mengeringkan tangan dengan lap (paper towel) atau kain yang telah disediakan dan gunakan lap untuk mematikan kran (awas, bagian tersentuh kran pada kain /kertas lap tidak boleh tersentuh angan yang sudah bersih) atau keringkan tangan di bawah pengering udara (gunakan siku untuk menyalakan atau mematikan tombol)
10)Buang kertas lap atau kain terpakai ke tempat yang telah disediakan.
2. Gambaran mikroorganisme di tangan
Mikroorganisme/flora yang menempati kulit manusia terdiri dari 2 jenis yaitu:
a. mikroorganisme sementara (transient microorganism)
Flora transien terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu (jam, hari atau minggu), berasal dari lingkungan yang terkontaminasi atau pasien. Pada kondisi terjadi perubahan keseimbangan, flora transien dapat menimbulkan penyakit (Trampuz & Widmer, 2004; Jawetz et al., 2005). The Association for Professionals in Infection Control (APIC) memberikan pedoman bahwa mikroorganisme transien adalah mikroorganisme yang diisolasi dari kulit, tetapi tidak selalu ada atau menetap di kulit.
Mikroorganisme transien terdiri atas bakteri, jamur, ragi, virus dan parasit dan terdapat dalam berbagai bentuk di kulit, biasanya dapat ditemukan di telapak tangan, ujung jari dan di bawah kuku. Kuman patogen yang mungkin dijumpai di kulit sebagai mikroorganisme transien adalah Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, Clostridium perfringens, Giardia lamblia, virus Norwalk dan virus hepatitis A (Snyder,1988). Mikroorganisme transien akan mati atau dapat dihilangkan dengan cuci tangan.
b. mikroorganisme tetap (resident microorganism)
Flora tetap adalah flora yang menetap di kulit pada sebagian besar orang sehat yang ditemukan di lapisan epidermis dan di celah kulit (Snyder, 1988). Menurut Jawetz et al. (2005), flora tetap terdiri atas mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya dijumpai pada bagian tubuh tertentu dan pada usia tertentu pula, jika terjadi perubahan lingkungan, mereka akan segera kembali seperti semula. Lemak dan kulit yang mengeras membuat flora tetap sulit lepas dari kulit meskipun dengan surgical scrub. Mikroorganisme tetap yang berada di bawah kuku sulit dihilangkan dengan cuci tangan biasa/rutin.
Flora tetap yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus epidermidis dan stafilokokkus koagulase negatif lainnya, Corynebaterium dengan densitas populasi antara 102-103 CFU/cm2 (Trampuz & Widmer, 2004). Flora tetap tidak bersifat patogen, kecuali Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit jika telah mencapai jumlah 1.000.000 atau 106 per gram, suatu jumlah yang cukup untuk memproduksi toksin (Snyder, cit. Snyder, 2001). Flora anaerob seperti Propionibacterium acne, tinggal di lapisan kulit lebih dalam, dalam folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea (Strohl, et al., 2001). P. acne menempati bagian kulit yang berminyak. Sedikit populasi jamur (Pityrosporum) juga ditemukan sebagai mikroorganisme tetap.
3. Sosialisasi
a. Pengertian
Menurut Goslin (1969) cit Ihromi (1999), sosialisasi adalah proses belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan, niali-nilai dan norma-norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam kelompok masyarakatnya. Sedangkan Notoatmodjo (2007) mendefinisikan sosialisasi sebagai sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sosialisasi dikenal sebagai teori mengenai peranan (role theory), yang mengajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu, di mana individu tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya dengan peran sosial yang telah dipelajarinya
b. Metode
Sosialisasi sebagai proses pembelajaran atau transfer pengetahuan dapat dilakukan melalui beberapa metode/cara (Simamora, 2009), sebagai berikut:
1) metode ceramah (preaching method)
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan saecara lisan kepada sejumlah siswa/peserta didik/audien yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham audien.
Kelebihan metode ceramah :
a) pemberi ceramah mudah menguasai audien
b) pemberi ceramah mudah menerangkan materi berjumlah besar
c) dapat diikuti oleh peserta dalam jumlah yang banyak
d) mudah dilaksanakan
Kelemahan metode ceramah :
a) membuat audien pasif
b) mengandung unsur paksaan kepada audien
c) sulit mengontrol pengetahuan yang diperoleh audien
d) penyampaian materi menjadi verbalisme (pengertian kata-kata)
e) bila terlalu lama membosankan
2) metode diskusi (discussion method)
Metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini disebut juga sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama (socialized recitation). Tujuan metode diskusi dalam proses belajar adalah:
a) mendorong peserta diskusi berpikir kritis
b) mendorong pesertadiskusi mengekspresikan pendapatnya secara bebas
c) mendorong peserta diskusi menyumbangkan buah pikirannya untuk memecahkan masalah bersama
d) mengambil satu atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang cermat
Salah satu jenis diskusi kelompok adalah Focus Group Discussion (FGD) / Diskusi Kelompok Terarah, yaitu suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2006). Prinsip-prinsip FGD adalah: diskusi (bukan wawancara atau obrolan), kelompok bukan individual dan terfokus bukan bebas.
Langkah-langkah dalam kegiatan FGD adalah sebagai berikut:
a) tahap persiapan, meliputi:
i. menentukan tujuan dan pedoman diskusi sesuai pokok bahasan
ii. menentukan kriteria peserta diskusi
iii. menentukan jumlah peserta dalam satu kelompok diskusi dan banyaknya kelompok yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian
iv. mencari peserta diskusi sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan
v. menentukan fasilitator yang akan memimpin diskusi
vi. menyiapkan fasilitas diskusi
vii. mengadakan kontrak dengan peserta tentang tempat dan waktu
b) tahap pelaksanaan, meliputi:
i. fasilitator memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan diskusi
ii. fasilitator membimbing jalannya diskusi sesuai pokok bahasan, tidak menggurui dan memberikan kebebasan peserta untuk berpendapat
iii. selama diskusi fasilitator hendaknya tidak mengemukakan pendapatnya sendiri tentang pokok bahasan
iv. semua pembicaraan dalam diskusi dicatat dan direkam sabagai bahan analisis dan penulisan laporan
v. selesai diskusi ditutup dengan ucapan terima kasih kepada peserta diskusi
c) tahap analisis dan penarikan kesimpulan
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kesimpulan dilakukan oleh fasilitator berdasarkan hasil diskusi.
Pengumpulan data dengan FGD memiliki keuntungan dan kelemahan sebagai berikut:
a) Kelebihan:
i. dapat dilakukan pada pada sasaran yang lebih banyak dibandingkan wawancara mendalam
ii. memperoleh informasi yang mendalam tentang perilaku tiap individu
iii. memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang pendapat, sikap, dan penerimaan masyarakat terhadap program pelayanan kesehatan
iv. memperoleh data yang tidak dapat diperoleh dengan cara kuantitatif
v. menghemat waktu dan biaya
vi. hasil FGD dapat digunakan bersama-sama atau sebagai data yang melengkapi data kuantitatif
b) Kelemahan
i. kurangnya tenaga fasilitator yang ahli
ii. hasilnya tidak dapat dikuantifikasi dan bersifat subjektif berdasarkan persepsi fasilitator sehingga seringkali kurang meyakinkan, maka sebaiknya fasilitator adalah peneliti.
3) metode demontrasi (demonstration method)
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.
Kelebihan metode demonstrasi:
a) membantu peserta didik memahami cara kerja suatu proses
b) memudahkan berbagai jenis penjelasan
c) kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui pengamatan dan contoh konkret
4) metode media/alat bantu
Media adalah alat bantu yang digunakan untuk menyampaikan suatu informasi. Media massa yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid, leaflet) dan media elektronik ( televisi, radio, video, film). Salah satu jenis media yang sering digunakan dalam metode sosialisasi adalah leaflet. Leaflet atau selebaran adalah lembaran kertas berukuran kecil mengandung pesan tercetak untuk disebarkan kepada umum sebagai informasi mengenai suatu hal atau peristiwa (Effendi,1989).
Kelebihan leaflet:
a) biayanya murah
b) praktis dan sederhana
c) efektif menyampaikan informasi
d) isinya singkat, jelas dan padat sehingga lebih mudah dipahami
Kelemahan leaflet:
a) hanya berisi pokok materi yang ingin disampaikan
b) tidak menarik minat baca jika tampilan atau tulisan yang kurang menarik
c. Proses sosialisasi
Sosialisasi berlangsung melalui tahapan sebagai berikut (Sunarto, 1985):
1) tahap persiapan (preparatory stage), yaitu tahap yang dialami manusia sejak dilahirkan
2) tahap meniru (play stage), yaitu tahapan yang ditandai dengan seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa
3) tahap siap bertindak (game stage), dimana tahap peniruan mulai berkurang dan digantikan dengan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesabaran
4) tahap penerimaan norma kolektif (generalized stage), pada tahap ini seseorang dianggap telah dewasa dan menjadi warga masyarakat sepenuhnya atau bagian dari komunitas tertentu.
4. Pengetahuan
a. Pengertian
Menurut Taufik (2007) pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya). Sedangkan Notoatmodjo (2003) mendefinisikan pengetahuan sebagai hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
b. Tingkatan
Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) memiliki 6 tingkatan yaitu:
1) Tahu (know), yaitu mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Indikatornya adalah dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan tentang materi yang dipelajari
2) memahami (comprehension), adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Indikatornya adalah dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari
3) aplikasi (application), merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.
4) analisis (analysis), adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen dalam satu struktur organisasi yang berkaitan satu sama lain. Indikatornya adalah dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan dan mengelompokkan
5) sintesis (synthesis), yaitu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Indikatornya adalah dapat menyusun, merencanakan, meringkas, dan menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6) evaluasi (evaluation), merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian dilakukan berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Pengetahuan seseorang menurut Notoatmodjo (2007) dipengaruhi oleh:
1) Umur
Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
2) Inteligensia
Intelegensi adalah suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi merupakan modal untuk berfikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga seseorang mampu menguasai lingkungan.
3) Lingkungan
Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada pada cara berfikir seseorang.
4) Sosial budaya
Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam berhubungan dengan orang lain dan dari hubungan ini seseorang mengalami proses belajar dan memperoleh pengetahuan.
5) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat pendidikan menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya.
6) Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang yang memiliki pendidikan rendah jika mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar, maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.
7) Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik, di mana pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
5. Perilaku
a. Pengertian
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Menurut Notoatmodjo (2007), berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1) Perilaku tertutup (covert behavior), yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert).
2) Perilaku terbuka (overt behavior), yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting dalam pembentukan perilaku terbuka.
b. Domain perilaku
Perilaku manusia merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang sebagai hasil bersama (resultante) antara faktor internal dan eksternal. Benyamin Bloom (1908) cit Notoatmodjo (2007) membagi domain perilaku manusia menjadi 3, yaitu:
1) Pengetahuan (knowledge)/kognitif
Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu sehingga seseorang mampu mengambil keputusan. Pengetahuan merupakan hal yang penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah umur, inteligensia, lingkungan, sosial budaya, pendidikan, informasi dan pengalaman
2) Sikap (attitude)/afektif
Sikap merupakan reaksi atau respon perilaku yang tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek, berupa: penilaian atau pendapat, reaksi emosional dan kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bereaksi atau bertindak terhadap objek. Beberapa tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2007) adalah:
a) menerima (receiving), yakni orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b) merespon (responding), yakni menerima ide dengan cara memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu salah atau benar.
c) menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
d) bertanggung jawab (responsible), terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko.
3) Tindakan (practice)/psikomotor
Tindakan nyata (overt behavior) merupakan wujud dari sikap. Sikap dapat terwujud dalam perbuatan nyata dengan bantuan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Tindakan memiliki tingkatan sebagai berikut:
a) persepsi (perception), mengenal dan memilih objek yang berhubungan dengan tindakan yang akan diambil.
b) respon terpimpin (guided response), melakukan sesuatu tindakan sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.
c) mekanisme (mechanism), seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis.
d) adopsi (adoption), tindakan yang sudah berkembang dengan baik (adaptasi) dan dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan diungkapkan dalam beberapa teori sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007):
1) Teori Lawrence Green (1980)
Perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor di dalam perilaku (behavior cases) dan faktor di luar perilaku (non behavior cases). Kedua faktor tersebut ditentukan oleh:
a) faktor predisposisi (predisposing factor), terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai.
b) faktor pendukung (enabling factor), terwujud dalam lingkungan fisik, ketersediaan sarana dan fasilitas kesehatan.
c) faktor pendorong (reinforcing factor) terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
2) Teori WHO / World Health Organization (1984)
Menurut WHO, faktor-faktor yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah :
a) pemikiran dan perasaan (throught and feeling) dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian-penilaian seseorang terhadap obyek (obyek kesehatan)
b) orang penting sebagai referensi, jika seseorang itu penting bagi dirinya maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung akan dicontoh
c) sumber daya (resources), meliputi fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sumber daya lain yang berpengaruh terhadap perilaku dapat bersifat positif atau negatif
d) perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber di dalam suatu masyarakat yang menghasilkan suatu pola kehidupan(way of life) /kebudayaan.
d. Pembentukan perilaku
Menurut Skinner (1938) cit Notoatmodjo (2007), proses pembentukan perilaku terjadi melalui:
1) kebiasaan (conditioning), yaitu dengan membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan
2) pengertian (insight), dengan belajar kognitif disertai dengan pengertian
3) contoh (model), menggunakan contoh/model dengan cata teori belajar social (social learning theory).
e. Strategi perubahan
Perubahan perilaku sebagai tujuan dari pendidikan atau penyuluhan kesehatan menurut WHO (1984) cit Notoatmodjo (2007) dapat dilakukan dengan beberapa strategi berikut, yaitu:
1) menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan, seseorang/masyarakat dipaksakan agar berperilaku seperti yang diharapkan dengan cara menetapkan peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.
2) pemberian informasi, tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit dan informasi lain yang berhubungan dengan kesehatan akan meningkatkan pengetahuan individu mengenai kesehatan.
3) diskusi partisipasi, pemberian informasi kesehatan yang bersifat 2 arah, yakni masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi tetapi harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar