tag:blogger.com,1999:blog-49674873065885769262024-03-13T13:19:44.854+08:00HEROdes.SolutionBerbagi itu indah dan membahagiakan, mari berbagi bersama HEROdesHEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.comBlogger184125tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-38853413414760360862022-08-15T12:22:00.003+08:002022-08-15T12:34:15.133+08:00PERMENPANRB NO. 71 TAHUN 2021 TENTANG JUKNIS JABATAN FUNGSIONAL TENAGA SANITASI LINGKUNGAN TERBARUPeraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PERMENPANRB) Nomor 71 Tahun 2021 berisikan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Tanaga Sanitasi Lingkungan dan Angka Kredit Tenaga Sanitarian sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas, pengurusan adminitrasi kepegawaian, kenaikan pangkat, pengajuan DUPAK, Penyusunan SKP dll. Secara lengkap dalam bentuk file pdf teman-teman bisa lihat dan download di bawah ini.
<br /><br />Secara lengkap dalam bentuk file pdf teman-teman bisa lihat dan download <b><a href="https://drive.google.com/file/d/1xJhbXe-Q53WFAH6AiOLpl0xigRROEsBq/view?usp=drivesdk" target="_blank">DISINI</a></b><br /><br />
Terima kasih atas kunjungannya...
Sering-sering saja berkunjung ya karena masih akan ada banyak hal yang baru dari dunia untuk dunia...
Tuhan selalu memberkati kita AMEN
By.HEROdes.com (Theo Geu)HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-85851967724133918132022-06-28T12:04:00.003+08:002022-06-28T12:05:48.521+08:00Permenkes Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Fungsional Kesehatan Melalui Penyesuaian/Inpassing<div>Peraturan ini sangat penting untuk diketahui dan dipelajari untuk kelancaran pelaksanaan tugas bagi teman-teman yang berkepentingan di bidang kesehatan.</div><div>Silahkan di download <span style="color: red;"><b><a href="https://drive.google.com/file/d/1i_Vd5dnGtjY23Q-ayeCwzHQHbAwTFPnW/view?usp=sharing" rel="nofollow" target="_blank">DISINI</a></b></span> atau dari <span style="color: #ff00fe;"><a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/138616/permenkes-no-23-tahun-2019" rel="nofollow" target="_blank"><b>SUMBER ASLI</b></a></span></div><div><br /></div><div>Terima kasih atas kunjungannya...
Sering-sering saja berkunjung ya karena masih akan ada banyak hal yang baru dari dunia untuk dunia...
Tuhan selalu memberkati kita AMEN</div>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-26663055640916985132022-04-27T15:02:00.012+08:002022-06-28T11:37:52.630+08:00PERMENPANRB Nomor 36 Tahun 2019 Tentang JUKNIS JABATAN FUNGSIONAL BIDAN (TERBARU)Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PERMENPANRB) Nomor 36 Tahun 2019 berisikan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Bidan dan Angka Kredit Bidan sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas, pengurusan adminitrasi kepegawaian, kenaikan pangkat, pengajuan DUPAK, Penyusunan SKP dll.
Secara lengkap dalam bentuk file pdf teman-teman bisa lihat dan download di bawah ini:
<iframe allow="autoplay" height="480" src="https://drive.google.com/file/d/1x_5lpV9YVKzn-2azmTN4NkBUCqk1HOnP/preview" width="640"></iframe>
Atau dapat di download lewat link-link di bawah ini:<div><br /></div><div><a href="https://herodessolution.wordpress.com/2022/05/31/permenpan-nomor-36-tahun-2019-juknis-jabatan-bidan-terbaru/" rel="nofollow" target="_blank"><b><span style="color: #38761d;">DISINI</span></b></a> atau <a href="http://usheethe.com/Gzc9" rel="nofollow" target="_blank"><b><span style="color: #ff00fe;">DISITU</span></b></a> atau <a href="https://drive.google.com/file/d/1x_5lpV9YVKzn-2azmTN4NkBUCqk1HOnP/view?usp=sharing" rel="nofollow" target="_blank"><b><span style="color: red;">DISANA</span></b></a> (Semuanya bisa silahkan dipilih).<div><br /></div><div>Terima kasih atas kunjungannya...</div><div>Sering-sering saja berkunjung ya karena masih akan ada banyak hal yang baru dari dunia untuk dunia...</div><div>Tuhan selalu memberkati kita AMEN</div></div>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-65496222579206101272022-04-27T13:32:00.028+08:002022-06-28T11:37:36.630+08:00PERMENPANRB NO. 35 TAHUN 2019 TENTANG JUKNIS JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT TERBARUPeraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PERMENPANRB) Nomor 35 Tahun 2019 berisikan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Perawat dan Angka Kredit Perawat sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas, pengurusan adminitrasi kepegawaian, kenaikan pangkat, pengajuan DUPAK, Penyusunan SKP dll.
Secara lengkap dalam bentuk file pdf teman-teman bisa lihat dan download di bawah ini:
<iframe allow="autoplay" height="480" src="https://drive.google.com/file/d/1M5luElGzogdBZ-ztenP26G0oVRBhGx-U/preview" width="640"></iframe> <div><br /></div><div>Atau dapat diunduh lewat link-link berikut:</div><div><br /></div><div><span style="color: #ff00fe;"><b><a href="http://usheethe.com/mzqR" rel="nofollow" target="_blank">DISINI</a></b></span> atau <span style="color: red;"><a href="http://usheethe.com/Gzk8" rel="nofollow" target="_blank"><b>INI JUGA BISA</b></a></span> atau <span style="color: #ff00fe;"><b><a href="https://drive.google.com/file/d/1M5luElGzogdBZ-ztenP26G0oVRBhGx-U/view?usp=sharing" rel="nofollow" target="_blank">DISINI JUGA BOLEH</a></b></span></div><div><br /></div><div> Terima kasih atas kunjungannya... <div>Sering-sering saja berkunjung ya karena masih akan ada banyak hal yang baru dari dunia untuk dunia... </div><div>Tuhan selalu memberkati kita AMEN</div></div>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-61922146304801918112018-10-11T23:40:00.002+08:002018-10-13T15:25:13.672+08:00HEMODIALISA DAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)A. KONSEP DASAR HEMODIALISA<br />
<br />
1. Definisi<br />
Dialisis merupakan <br />
• Suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.<br />
• Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati membrane semi permeable. Ini berdasarkan pada prinsip difusi; osmosis dan ultra filtrasi.<br />
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien<br />
<a name='more'></a> dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu.<br />
Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.<br />
2. Tujuan<br />
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan. Peritoneal dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk dialysis yang lain.<br />
3. Indikasi<br />
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :<br />
1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)<br />
2. Asidosis<br />
3. kegagalan terapi konservatif<br />
4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah<br />
5. Kelebihan cairan.<br />
6. Perikarditis dan konfusi yang berat.<br />
7. Hiperkalsemia dan hipertensi.<br />
4. Prinsip Hemodialisa<br />
Prinsip mayor/proses hemodialisa<br />
a. Akses Vaskuler :<br />
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut memiliki akses temporer seperti vascoth.<br />
b. Membran semi permeable<br />
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.<br />
c. Difusi<br />
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.<br />
d. Konveksi<br />
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut. <br />
e. Ultrafiltrasi<br />
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada membrane :<br />
1) Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip “mendorong” cairan menyeberangi membrane.<br />
2) Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik” cairan keluar darah.<br />
3) Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane permeable terhadap air.<br />
5. Perangkat Hemodialisa<br />
a. Perangkat khusus<br />
1) Mesin hemodialisa<br />
2) Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya terdapat 2 ruangan atau kompartemen :<br />
- kompartemen darah<br />
- kompartemen dialisat.<br />
<br />
Darah kembali kebadan<br />
<br />
darah dari fistula ginjal buatan<br />
<br />
heparin kompartemen darah<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Kompartemen dialisat<br />
<br />
Pembuangan dialisat dialirkan pompa<br />
<br />
3) Blood lines : selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan kembali ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi :<br />
Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metablolisme.<br />
Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis.<br />
<br />
2. Alat-alat kesehatan :<br />
Tempat tidur fungsional<br />
Timbangan BB<br />
Pengukur TB<br />
Stetoskop<br />
Termometer<br />
Peralatan EKG<br />
Set O2 lengkap<br />
Suction set<br />
Meja tindakan.<br />
3. Obat-obatan dan cairan :<br />
- Obat-obatan hemodialisa : heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.<br />
- Cairan infuse : NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.<br />
- Dialisat<br />
- Desinfektan : alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%<br />
- Obat-obatan emergency.<br />
6. Pedoman pelaksanaan hemodialisa<br />
a. Perawatan sebelum hemodialisa<br />
1) Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.<br />
2) Kran air dibuka.<br />
3) Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar atau saluran pembuangan.<br />
4) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.<br />
5) Hidupkan mesin.<br />
6) Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.<br />
7) Matikan mesin hemodialisis.<br />
8) Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.<br />
9) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis. <br />
10) Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).<br />
b. Menyiapkan sirkulasi darah.<br />
1) Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.<br />
2) Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi ‘inset’ (tanda merah) diatas dan posisi ‘outset’ (tanda biru) dibawah.<br />
3) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung ‘inset’ dari dialiser.<br />
4) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung ‘outset’ adri dialiser dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.<br />
5) Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc.<br />
6) Hubungkan set infuse ke slang arteri.<br />
7) Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.<br />
8) Memutarkan letak dialiser dengan posisi ‘inset’ dibawah dan ‘ouset’ diatas, tujuannya agar dialiser bebas dari udara.<br />
9) Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.<br />
10) Buka klem dari infuse set ABL, UBL.<br />
11) Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt.<br />
12) Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.<br />
13) Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200 mmHg).<br />
14) Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.<br />
15) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.<br />
16) Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.<br />
17) Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20 menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.<br />
18) Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana ‘inset’ diatas dan ‘outset’ dibawah.<br />
19) Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).<br />
c. Persiapan pasien.<br />
1) Menimbang BB<br />
2) Mengatur posisi pasien.<br />
3) Observasi KU<br />
4) Observasi TTV<br />
5) Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:<br />
o Dengan interval A-V Shunt/fistula simino<br />
o Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.<br />
o Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).<br />
7. Komplikasi yang terjadi<br />
a. Hipotensi<br />
Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan, obat-obatan anti hipertensi.<br />
b. Mual dan muntah<br />
Penyebab : gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.<br />
c. Sakit kepala<br />
Penyebab : tekanan darah tinggi, ketakutan.<br />
d. Demam disertai menggigil.<br />
Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi darah.<br />
e. Nyeri dada.<br />
Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.<br />
f. Gatal-gatal<br />
Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse kulit kering.<br />
g. Perdarahan amino setelah dialysis.<br />
Penyebab : tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis heparin berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.<br />
h. Kram otot<br />
Penyebab : penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat (UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg. Posisi tidur berubah terlalu cepat.<br />
8. Diagnosa Keperawatan yang muncul<br />
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan<br />
b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber informasi.<br />
c. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol, ketergantungan pada dialysis, sifat kronis penyakit<br />
d. Risiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap penusukan<br />
<br />
<br />
B. CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)<br />
<br />
<br />
1. Pengertian<br />
Chronic Kidney Disease ( CKD ) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).<br />
2. Etiologi<br />
Chronic Kidney Disease ( CKD ) terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.<br />
a. Infeksi <br />
Pielonefritis kronik.<br />
b. Penyakit peradangan <br />
Glomerulonefritis.<br />
c. Penyakit vaskuler hipertensif <br />
Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.<br />
d. Gangguan jaringan penyambung <br />
SLE, poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.<br />
e. Gangguan kongenital dan herediter<br />
Penyakit ginjal polikistik,asidosis tubuler ginjal.<br />
f. Penyakit metabolik <br />
DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.<br />
g. Nefropati obstruktif <br />
Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.<br />
h. Nefropati obstruktif <br />
1) Sal. Kemih bagian atas:<br />
Kalkuli, neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.<br />
2) Sal. Kemih bagian bawah:<br />
Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.<br />
3. Patofisiologi<br />
Patofisiologi umum CKD<br />
a. Sudut pandang tradisional<br />
Semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar- banar rusak atau berubah struktur.<br />
b. Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)<br />
“Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal”. Uremia akan timbul bila jumlah nefron sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit yang tidak dapat dipertahankan lagi.<br />
<br />
Jumlah nefron turun secara progresif<br />
↓<br />
Ginjal melakukan adaptasi (kompensasi)<br />
-sisa nefron mengalami hipertropi<br />
-peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi<br />
tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal<br />
↓<br />
Kehilangan cairan dan elektrolit dpt dipertahankan<br />
↓<br />
Jk 75% massa nefron hancur<br />
Kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron meningkat<br />
↓<br />
Keseimbangan glomerulus dan tubulus tidak dapat dipertahankan<br />
↓<br />
Fleksibilitas proses ekskresi & konversi solute &air ↓<br />
Sedikit perubahan pada diit mengakibatkan keseimbangan terganggu<br />
↓<br />
Hilangnya kemampuan memekatkan/mengencerkan kemih<br />
BJ 1,010 atau 2,85 mOsml (= konsentrasi plasma)<br />
↓<br />
poliuri, nokturia, nefron tidak dapat lagi mengkompensasi dgn tepat<br />
terhadap kelebihan dan kekurangan Na atau air<br />
<br />
<br />
<br />
Toksik Uremik<br />
Gagal ginjal tahap akhir<br />
↓<br />
↓GFR<br />
<br />
<br />
Kreatinin ↑ Prod. Met. Prot. Tertimbun ↑ phosphate serum<br />
Dalam darah ↓ kalsium serum<br />
<br />
Sekresi parathormon<br />
<br />
Tubuh tdk berespon dgn N<br />
<br />
Kalsium di tulang ↓ <br />
<br />
Met.aktif vit D↓ <br />
Perub.pa tulang/osteodistrofi ginjal <br />
<br />
<br />
4. Klasifikasi CKD (Chronic Kidney Disease)<br />
Stage Gambaran kerusakan ginjal GFR (ml/min/1,73 m2)<br />
1 Normal atau elevated GFR ≥ 90<br />
2 Mild decrease in GFR 60-89<br />
3 Moderate decrease in GFR 30-59<br />
4 Severe decrease in GFR 15-29<br />
5 Requires dialysis ≤ 15<br />
<br />
5. Tanda Dan Gejala<br />
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia<br />
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.<br />
b. Defisiensi hormone eritropoetin<br />
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin →Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.<br />
2. Kelainan Saluran cerna<br />
a. Mual, muntah, hicthcup<br />
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.<br />
b. Stomatitis uremia<br />
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.<br />
<br />
c. Pankreatitis<br />
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.<br />
3. Kelainan mata<br />
4. Kardiovaskuler :<br />
o Hipertensi<br />
o Pitting edema<br />
o Edema periorbital<br />
o Pembesaran vena leher<br />
o Friction Rub Pericardial<br />
5. Kelainan kulit<br />
a. Gatal<br />
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:<br />
a). Toksik uremia yang kurang terdialisis<br />
b). Peningkatan kadar kalium phosphor<br />
c). Alergi bahan-bahan dalam proses HD<br />
b. Kering bersisik<br />
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.<br />
c. Kulit mudah memar<br />
d. Kulit kering dan bersisik<br />
e. rambut tipis dan kasar<br />
5. Neuropsikiatri<br />
6. Kelainan selaput serosa<br />
7. Neurologi :<br />
Kelemahan dan keletihan<br />
Konfusi<br />
Disorientasi<br />
Kejang<br />
Kelemahan pada tungkai<br />
rasa panas pada telapak kaki<br />
Perubahan Perilaku<br />
8. Kardiomegali.<br />
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut SINDROM UREMIK<br />
<br />
Terdapat dua kelompok gejala klinis :<br />
Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi ; kelainan volume cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.<br />
Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya<br />
<br />
MANISFESTASI SINDROM UREMIK<br />
Sistem tubuh Manifestasi<br />
Biokimia Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)<br />
Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin)<br />
Hiperkalemia<br />
Retensi atau pembuangan Natrium<br />
Hipermagnesia<br />
Hiperurisemia<br />
Perkemihan& Kelamin Poliuria, menuju oliguri lalu anuria<br />
Nokturia, pembalikan irama diurnal<br />
Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010<br />
Protein silinder<br />
Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas<br />
Kardiovaskular Hipertensi<br />
Retinopati dan enselopati hipertensif<br />
Beban sirkulasi berlebihan<br />
Edema<br />
Gagal jantung kongestif<br />
Perikarditis (friction rub)<br />
Disritmia<br />
Pernafasan Pernafasan Kusmaul, dispnea<br />
Edema paru<br />
Pneumonitis<br />
Hematologik Anemia menyebabkan kelelahan<br />
Hemolisis<br />
Kecenderungan perdarahan<br />
Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK, pneumonia,septikemia)<br />
Kulit Pucat, pigmentasi<br />
Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan protein)<br />
Pruritus<br />
“kristal” uremik<br />
kulit kering<br />
memar<br />
Saluran cerna Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB<br />
Nafas berbau amoniak<br />
Rasa kecap logam, mulut kering<br />
Stomatitis, parotitid<br />
Gastritis, enteritis<br />
Perdarahan saluran cerna<br />
Diare<br />
Metabolisme intermedier Protein-intoleransi, sintesisi abnormal<br />
Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun<br />
Lemak-peninggian kadar trigliserida<br />
Neuromuskular Mudah lelah<br />
Otot mengecil dan lemah<br />
Susunan saraf pusat :<br />
Penurunan ketajaman mental<br />
Konsentrasi buruk<br />
Apati<br />
Letargi/gelisah, insomnia<br />
Kekacauan mental<br />
Koma<br />
Otot berkedut, asteriksis, kejang<br />
Neuropati perifer :<br />
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg<br />
Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi<br />
Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi paraplegi<br />
Gangguan kalsium dan rangka Hiperfosfatemia, hipokalsemia<br />
Hiperparatiroidisme sekunder<br />
Osteodistropi ginjal<br />
Fraktur patologik (demineralisasi tulang)<br />
Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)<br />
Konjungtivitis (uremik mata merah)<br />
<br />
6. Pemeriksaan Penunjang<br />
1. Laboratorium<br />
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal<br />
- Ureum kreatinin.<br />
- Asam urat serum.<br />
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal<br />
- Analisis urin rutin<br />
- Mikrobiologi urin<br />
- Kimia darah<br />
- Elektrolit<br />
- Imunodiagnosis<br />
c. Identifikasi perjalanan penyakit<br />
- Progresifitas penurunan fungsi ginjal<br />
- Ureum kreatinin, klearens kreatinin test<br />
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:<br />
Laki-laki : <br />
<br />
(140 – umur ) X BB (kg)<br />
CCT = <br />
72 x kreatinin serum ( mg/dL )<br />
<br />
Wanita : 0,85 x CCT<br />
Perhitungan terbaik LFG adalah dengan menentukan bersihan kreatinin yaitu :<br />
Kreatinin urin (mg/dL)xVol.urin (mL/24 jam)<br />
Bersihan kreatinin : <br />
Kreatinin serum ( mg/dL ) x 1440 menit<br />
Nilai normal :<br />
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau<br />
0,93 - 1,32 mL/detik/m2<br />
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau<br />
0,85 - 1,23 mL/detik/m2<br />
<br />
- Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan<br />
- Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+<br />
- Endokrin : PTH dan T3,T4<br />
- Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya: infark miokard.<br />
<br />
2. Diagnostik<br />
a. Etiologi CKD dan terminal<br />
- Foto polos abdomen.<br />
- USG.<br />
- Nefrotogram.<br />
- Pielografi retrograde.<br />
- Pielografi antegrade.<br />
- Mictuating Cysto Urography (MCU).<br />
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal<br />
- RetRogram<br />
- USG.<br />
7. Managemen Terapi<br />
a. Terapi Konservatif<br />
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease ( CKD ) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.<br />
Tujuan terapi konservatif :<br />
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.<br />
2) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.<br />
3) Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.<br />
4) Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.<br />
<br />
Alur manajemen terapi pada klien Cronic Kidney Desease (CKD) dan terminal sebagai berikut;<br />
<br />
CKD<br />
Terapi konservatif<br />
Penyakit ginjal terminal<br />
<br />
meninggal Dialisis HD di RS, Rumah, CAPD<br />
gagal<br />
Transplantasi ginjal berhasil<br />
<br />
Prinsip terapi konservatif :<br />
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal.<br />
a) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.<br />
b) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi.<br />
c) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.<br />
d) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.<br />
e) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.<br />
f) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.<br />
g) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang kuat.<br />
2) Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat<br />
a) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.<br />
b) Kendalikan terapi ISK.<br />
c) Diet protein yang proporsional.<br />
d) Kendalikan hiperfosfatemia.<br />
e) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.<br />
f) Terapi hIperfosfatemia.<br />
g) Terapi keadaan asidosis metabolik.<br />
h) Kendalikan keadaan hiperglikemia.<br />
3) Terapi alleviative gejala asotemia<br />
a) Pembatasan konsumsi protein hewani.<br />
b) Terapi keluhan gatal-gatal.<br />
c) Terapi keluhan gastrointestinal.<br />
d) Terapi keluhan neuromuskuler.<br />
e) Terapi keluhan tulang dan sendi.<br />
f) Terapi anemia.<br />
g) Terapi setiap infeksi.<br />
b. Terapi simtomatik<br />
1) Asidosis metabolik<br />
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ ( hiperkalemia ) :<br />
a) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.<br />
b) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.<br />
2) Anemia<br />
a) Anemia Normokrom normositer<br />
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin ( ESF : Eritroportic Stimulating Faktor ). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian30-530 U per kg BB.<br />
b) Anemia hemolisis<br />
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.<br />
c) Anemia Defisiensi Besi<br />
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.<br />
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :<br />
HCT < atau sama dengan 20 %<br />
Hb < atau sama dengan 7 mg5<br />
Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart failure.<br />
Komplikasi tranfusi darah :<br />
Hemosiderosis<br />
Supresi sumsum tulang<br />
Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia<br />
Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV<br />
Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi ginjal.<br />
3) Kelainan Kulit<br />
a) Pruritus (uremic itching)<br />
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.<br />
Keluhan :<br />
Bersifat subyektif<br />
Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply<br />
Beberapa pilihan terapi : <br />
Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme<br />
Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )<br />
Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang apabila diperlukan<br />
Pemberian obat<br />
Diphenhidramine 25-50 P.O<br />
Hidroxyzine 10 mg P.O <br />
b) Easy Bruishing<br />
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.<br />
4) Kelainan Neuromuskular <br />
Terapi pilihannya : <br />
a) HD reguler.<br />
b) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.<br />
c) Operasi sub total paratiroidektomi.<br />
5) Hipertensi<br />
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :<br />
1). Restriksi garam dapur.<br />
2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.<br />
3). Obat-obat antihipertensi.<br />
c. Terapi pengganti<br />
Adalah terapi yang menggantikan fungsi ginjal yang telah mengalami kegagalan fungsi ginjal baik kronik maupun terminal. Pada masa sekarang ini ada dua jenis terapi :<br />
1) Dialisis yang meliputi :<br />
a) Hemodialisa<br />
b) Peritoneal dialisis, yang terkenal dengan Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis ( CAPD ) atau Dialisis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan ( DPMB ).<br />
2) Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.<br />
8. Komplikasi<br />
a. Hipertensi.<br />
b. Hiperkalemia.<br />
c. Anemia.<br />
d. Asidosis metabolik.<br />
e. Osteodistropi ginjal.<br />
f. Sepsis.<br />
g. Neuropati perifer.<br />
h. Hiperuremia.<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Bongard, Frederic, S. Sue, darryl. Y, 1994, Current Critical, Care Diagnosis and Treatment, first Edition, Paramount Publishing Bussiness and Group, Los Angeles<br />
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC, Jakarta<br />
Haryani dan Siswandi, 2004, Nursing Diagnosis: A Guide To Planning Care, available on: www.Us.Elsevierhealth.com<br />
IIOWA Outcomes Project, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, Mosby Year Book, USA.<br />
McCloskey, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby, USA<br />
Nanda, 2009, Nursing Diagnosis Deffinition and Classification, Mosby year Book. USA<br />
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit, Edisi empat, EGC, Jakarta<br />
Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA<br />
Soeparman & Waspadji, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi 3, FKUI, Jakarta<br />
Widmann, 1995, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, EGC, JakartaHEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-45453345845693328612018-10-11T23:38:00.003+08:002018-10-13T15:25:43.469+08:00MALNUTRISI / KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)A. PENGETIAN<br />
Kurang Energi Protein (KEP) : keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi enegi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga memnuhi angka kebutuhan gizi (AKG). (Pudjiani “Kapita Selekta Kedokteran” edisi 3, Fakultas Kedokteran UI).<br />
Malnutrisi Energi Protein : tidak adekuatnya intake potein dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh. (Sunadi, Skp. “Buku Pegangan Praktek Klinik”. Askep pada anak edisi 1).<br />
B. PATOFISIOLOGI<br />
Penyakit malnutrisi dengan kekurangan energi protein atau tidak mncukupinya. Makanan bagi tubuh sering dengan marasmus dan kwashiorkor.<br />
<a name='more'></a> <br />
Khashiorko adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitasnya. Kekurangan protein dalam makanan akan mengakibatkan kekurangan asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sintetis dan metabolisme terutama sebagai petumbuhan dan perbaikan sel, makin berkurangnya asam amino dalam serum menyebabkan berkurangnya produksi albumin oleh hati, kulit akan tampak bersisik dan kering karena depigmentasi. Anak dapat mengalami gangguan pada mata karena kekurangan vitamin A. kekurangan mineral khususnya besi, kalsium dan seng. Edema yang terjadi karena hipoproteinemia yang mana cairan akan berpindah dari intravaskuler kompatemen ke rongga interstisial yang kemudian menimbulkan asites. Gangguan gastrointestinal seperti adanya perlemakan pada hati dan atropi pada sel acini pancreas. <br />
Marasmus adalah suatu penyakit ang disebabkan kekurangan kalori dan protein. Pada marasmus ditandai dengan atropi jaringan, terutama lapisan sub kutan dan badan tampak kurus seperti orang tua. Pada marasmus metabolisme lemak kurang terganggu dari pada kwashiorkor, sehingga kekurangan vitamin biasanya minimal atau tidak ada pada marasmus tidak ditemukan edema akibat dari hipoalbuminemia dan atau retensi sodium. Pemenuhan kebutuhan dalam tubuh masih dapat dipenuhi dengan adanya cadangan protein sebagi sumber energi.<br />
C. ETIOLOGI<br />
• Kakurangan kalori<br />
• Kekurangan protein<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
D. KOMPLIKASI<br />
a. Kwashiorkor<br />
- Diare<br />
- Infeksi<br />
- Anemia<br />
- Gangguan tumbuh kembang<br />
- Hipokalemi<br />
- Hipernatremi <br />
b. Marasmus <br />
- Infeksi<br />
- Tuberkolosis<br />
- Parasitosis<br />
- Disentri<br />
- Malnutrisi kronik<br />
- Gangguan tumbuh kembang<br />
E. MANIFESTASI KLINIS<br />
KWASHIORKOR<br />
- Muka sembab<br />
- Lathargi<br />
- Edema<br />
- Jaringan otot menyusut<br />
- Jaringan sub kutan tipis dan lembut<br />
- Warna rambut pirang atau seperti rambut jagung<br />
- Kulit kering dan bersisik<br />
- Alopecia<br />
- Anorexia<br />
- Gagal dalam tumbuh kembang<br />
- Tampak anemia<br />
MARASMUS<br />
- Badan kurus kering<br />
- Tampak seperti orang tua<br />
- Lethargi <br />
- Iritabel<br />
- Kulit berkeriput<br />
- Ubun-ubun cekung pada bayi<br />
- Jaringan subkutan <br />
- Turgor kulit jelek<br />
- Malaise <br />
- Apatis<br />
- Kelaparan<br />
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK<br />
- Pemeriksaan fisik<br />
- Pemeriksaan laboratorium, albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.<br />
<br />
<br />
G. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK<br />
- Diit Tinggi Kalori, Protein, Mineral dan Vitamin<br />
- Pemberian terapi cairan dan elektrolit<br />
- Penanganan diare bila ada, cairan, antidiare dan antibiotic.<br />
<br />
H. PENATALAKSANAAN PERAWATAN<br />
a. Pengkajian<br />
- Riwayat status – social – ekonomi<br />
- Kaji riwayat pola makan <br />
- Pengkajian antropometri<br />
- Kaji manifestasi klinis<br />
- Monitor hasil laboratorium<br />
- Timbang BB<br />
- Kaji TTV<br />
- Libatkan keluarga dalam perawatan anak untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.<br />
b. Diagnosa Keperawatan<br />
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak adekuatnya intake nutrisi<br />
- Kurang volume cairan tubuh dan kontipasi b.d kurangnya intake cairan<br />
- Gangguan integritas kulit b.d asites <br />
- Resiko infeksi b.d respon imun sekunder dan malnutrisi<br />
- Kurangnya pengetahuan b.d kurang terpapar terhadap informasi<br />
Perencanaan dan Intervensi<br />
a. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan status nutrisi <br />
- Kaji pola makan<br />
R / : Untuk mengetahui asupan nutrisi<br />
- Berikan makanan TKTP<br />
R / : Untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein tambahan<br />
- Timbang BB setiap hari<br />
R / : Untuk memantau status nutrisi<br />
- Tingkatkan pemberian ASI dengan pemasukan intake nutrisi yang adekuat pada orang tua (ibu)<br />
R / : dengan pemberian ASI dapat mengurangi kekebalan dan durasi penyakit<br />
b. Meningkatkan hidrasi dan mencegah konstipasi<br />
- Berikan cairan yang adekuat sesuai dengan kondisinya<br />
R / : untuk mempertahankan kebutuhan cairan yang adekuat<br />
- Berikan cairan atau nutrisi parenteral : pantau kepatenan infus<br />
R / : Untuk mengetahui asupan nutrisi<br />
- Ukur intake darah output : 2 – 3 ml/kg/jam<br />
R / : Untuk mengevaluasi kecukupan masukan cairan<br />
- Auskultasi bising usus<br />
R / : inflamasi/iritasi usus dapat menyertai hiperaktivitas, penurunan absorbsi air dan diare<br />
<br />
- Kaji tanda-tanda usus<br />
R / : untuk mengetahui intake dan output<br />
c. Meningkatkan integritas kulit <br />
- Kaji kebutuhan kulit<br />
R / : sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya<br />
- Berikan alas matras yang lembut<br />
R / : untuk mencegah atau mengurangi penekanan pada kulit<br />
- Berikan cream kulit<br />
R / : untuk melindungi kulit dari iritasi dan memberikan kelembabab pada kulit<br />
- Ganti segera pakaian yang lembab dan basah<br />
R / : pakaian yang lembab dan basah dapat menyebabkan iritasi .<br />
- Lakukan kebersihan kulit<br />
R / : untuk mengurangi mikroorganisme<br />
- Hindari penggunaan sabun yang dapat mengiritasi kulit<br />
R / : untuk melindungi kulit dari iritasi<br />
d. Mencegah terjadinya infeksi<br />
- Kaji tanda-tanda infeksi : ukur suhu tubuh setiap 4 jam<br />
R / : untuk memasikan pengenalan dan pengobatan yang segera<br />
- Gunakan standar pencegahan universal ; kebersihan, mencuci tangan bila akan kontak pada anak, menghindari dari aanak yang infeksi<br />
R / : Untuk menurunkan kemungkinan penyebaran infeksi<br />
- Berikan imunisasi bagi anak yang belum diimunisasi<br />
R / : imunisasi dapat meningkatka kekebalan tubuh dan mencegah infeksi<br />
e. Meningkatkan pengetahuan orang tua<br />
- Ajar orang tua dalam pemenuhan nutrisi<br />
R / : pengetahuan tentang hal malnutrisi dapat diketahui oleh keluarga<br />
- Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat<br />
R / : agar orang tua mengetahui intake nutrisi yang adekuat<br />
- Jelaskan kondisi yang terkait dengan malnutrisi<br />
R / : meningkatkan pemahamam keluarga tentang malnutrisi<br />
- Ajarkan ibu mengkonsumsi nutrisi yang adekuat untuk meningkatkan produksi ASI <br />
R / : ASI mengandung zat gizi yang tinggi<br />
- Libatkan keluarga dalam perawatan anak untuk menemukan kebutuhan sehari-hari<br />
R / : keluarga mengerti keadaan anak dan mengurangi kecemasan. <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
I. IMPLEMENTASI<br />
Sesuai interensi<br />
EVALUASI<br />
a. anak akan memperlihatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi secara adekuat yang ditandai dengan berat badan normal sesuai dengan usia, nafsu makan meningkat, dan tdak ditemukan manifestasi mainutrisi.<br />
b. Anak tidak menunjukan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan ubun-ubun tidak, turgor kulit normal, membran mukosa lembab, out put urin sesuai.<br />
c. Anak menunjukan keutuhan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tidak bersisik, tidak kering dan elastisitas kulit normal.<br />
d. Anak akan terbebas dari infeksi.<br />
e. Orang tua memahami pemenuhan kebutuhann nitrisi pada anak.<br />
<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
<br />
KESIMPULAN<br />
Kep adalah: keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kebutuhan gizi. Kep disebabkan karena kekurangan protein dan kalori.<br />
Berdasarkan penyebab umum kep: dibagi atas dua yaitu: kwashiorkor dan marasmus<br />
<br />
Table 55.1. Istilah dan Klarifikasi KEP<br />
Tahun Jenis KEP Istilah dan klasifikasi Dasar diagnosis<br />
< tahun 50-an
tahun 50-an
Tahun 60-an
Tahun 70-an Berat
Ringan-Berat
Ringan-Berat
Ringan-Berat Kwashiorkor, marasmus, atrofi, cachexia, dsb.
Malnutrition:
- (overmalnutrition)
- undermainnutrition
- ringan/sedang
- berat (K-M-MK)
Protein Calorie
Malnutrition (PCM):
- ringan/sedang
- berat (K-M-MK)
Protein energy malnutrition (PEM):
-ringan/sedang.
-berat (K-M-MK) - Klinik
- Lab. (Albumin)
Antropometrik
= Gomez, 1956
Klinik/Lab./Antropomet
= Scoring System
Mc Laren, 1967
= Jelliffe, 1966
Klinik/Lab./Antropomet
= welcome trust pai 1970
= nomogran Mc Laren 1975.
Dikutip dari ilmu gizi klinis (Pudjiani S).3
Derajat malnutrition BB % terhadap st BB/U
Derajat I
Derajat II
Derajat III 90-75
75-60
< 60
Dikutip dari ilmu gizi klinis (Pudjiani S).3
Derajat malnutrition BB % terhadap st. BB/TB
Derajad I
Derajat II
Derajat III 80-90
70-80
< 70
Dikutip dari Ilmu Gizi Klinis (Pudjiani S).3
Table 55. 4 Klarifikasi Kep menurut the Wellcome trust party, 1970
Derajat malnutrition BB % terhadap st BB/U
Ederma (-)
Ederma (+) 80-60
undernutrition
kwashiorkor < 60
marasmus
marasmus-kwasiorkor
Dikutip dari ilmu gizi klinis (Pudjiani S)3
Table 55.5 Scoring system menurut Mc Laren, 1967
Gejala klinik Skor
Edema
Dematosis
Edema + dermatosis
Hair chance
Hepatomegali
Serum albumin/total protein
< 1, 00/<3 1="" 2="" 3="" 4=""> 4,00/>7,75 3<br />
2<br />
6<br />
1<br />
1<br />
<br />
7<br />
6<br />
5<br />
4<br />
3<br />
2<br />
1<br />
0<br />
Penilaian:<br />
Skor 0-3 : Marasmus<br />
Skor 4-8 : Marasmus-kwasiorkor<br />
Skor 9-15 : kwashiorkor<br />
Dikutip dari ilmu gizi klinis (Pudjiani S).3<br />
<br />
Sediakan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental.<br />
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenannya berikan :<br />
• Kasih saying<br />
• Lingkungan yang ceria<br />
• Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit/hari<br />
• Aktivitas fisik segera setelah sembuh<br />
• Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain, dsb).<br />
Siapkan follow up setelah sembuh<br />
Bila berat anak sudah mencapai 80 % BB/U, dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan.<br />
<br />
Tunjukan kepada orang tua: <br />
• Pemberian makan yang sering dan kandungan energi dan nutrient yang padat<br />
• Terapi bermain terstruktur<br />
Sarankan: <br />
• Membawa anaknya kembali untuk kontroll secara teratur<br />
• Pemberian suntikan/imunisasi ulang (booster)<br />
• Pemberian vitamin A setiap 6 bulan.<br />
Selain itu atasi penyakit penyerta, yaitu:<br />
1. defisiensi vitamin A, seperti koreksi defisiensi nutrient mikro<br />
2. dermatosis<br />
umumnya difisiensi Zn terdapat pada keadaan ini dan dermatosis membaik dengan pemberian suplementasi Zn. Selain itu: <br />
• kompres bagian kulit yang terkena dengan KmnO (K-permanganat). 1 % selama 10 menit.<br />
• Beri salep/krim (Zn dengan minyak kastor)<br />
• Jaga daerah perineum agar tetap kering<br />
3. parasit atau cacaing beri membendazol 100 mg oral, 2 x sehari selama 3 hari<br />
4. diare melanjut<br />
diare biasa menyertai dan berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara berhati-hati. Bila ada intelorasi laktosa (jarang). Obati hanya bila diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah laktosa. Kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan penyebab lain melanjutnya diare. Bila mungkin lakukan pemeriksaan tinja mikrosskopik. Beri metrodinazol 7,5 mg/kg BB setiap 8 jam selama 7 hari.<br />
5. tuberculosis, obati sesuai pedoman TB<br />
bila pasien pulang sebelum rehabilitasi tuntas (BB/U > 80 % atau BB/Tb > 90 %)., di rumah harus sering diberi makanan tinggi energi ( 150 kkal/kg BB/hari) dan tinggi protein ( 4 g/kgBB/hari)<br />
• beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) paling sedikit 5 kali sehari<br />
• beri makanan selingan diantara makanan utama<br />
• upayakan makanan selalu dihabiskan<br />
• beri suplementasi vitamin danmineral/elektorlit<br />
• teruskanASi<br />
kegagalan pengobatan tercermin pada:<br />
1. tingginya angka kematian<br />
bila mortalitas > 5 %, perhatikan apakah kematian terjadi pada:<br />
• dalam 24 jam: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis terlambat atau tidak diatasi, atau proses dehidrasi kurang tepat<br />
• dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyakl atau pemilihan formula tidak tepat<br />
• malam hari: kemungkinan hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak diberi makan.<br />
2. kenaikan berat badan tidak addekuat pada fase rehabilitasi<br />
penilaian kenaikan BB:<br />
• baik : > 10 g/kg BB/hari<br />
• sedang : 5-10 g/kg BB/hari<br />
• kurang : <5 bb="" br="" g="" hari="" kg="">
kemungkinan kenaikan BB, antara lain:<br />
• pemberian makanan tidak adekuat<br />
• defisiensi nutrient tertentu: vitamin, mineral<br />
• infeksi yang tidak terdektesi, sehingga tidaak diobati<br />
• HIV/AIDS<br />
• Masalah psikologik<br />
Tindakan pada kegawatan<br />
1. shock<br />
sulit membedakan dehidrasi atau sepsis. Shock karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena. Pedoman pemberian cairan:<br />
• berikan 15 ml/kg BB dalam 1 jam pertama cairan dektrosa 5 %: NaCL 0,9 % = 1:1 atau larutan ringer dengan dekstrosa 5 %. Evaluasi setelah 1 jam<br />
• ulangi pemberian cairan seperti diatas, kemdian lanjutkandengan cairan per oral atau nasogastrik (resomal/penggantinya) sebanyak 10 ml/kg BB/jam sampai 10 jam.<br />
• selanjutnya beri formula khusus<br />
bila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian cairan pertama, anggap anak menderita sepsis,sehingga beri cairan rumat 4 ml/kg BB/jam. Berikan darah segar 10 ml/kg BB perlahan-lahan (selama 3 jam). Selanjutnya mulai berikan formula khusus<br />
2. anemia berat<br />
transfusi darah diberikan bila:<br />
• Hb < 4 gram/dl<br />
• Atau bila ada distress napas dan Hb 4-6 gram/dl<br />
Beri transfuse darah berupa darah segar 10 ml/kg BB dalam tiga jam. Bila ada tanda gagal jantung gunakan packed red cells untuk transfuse dengan jumlah yang sama, beri furosemid 1 mg/kg BB, IV pada transfuse dimulai. Bila anak dengan distress pernapasan setelah transfuse HB tetap < dari 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl jangan ulangi pmberian darah.</5></3>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-1084965566415345402018-10-11T23:38:00.001+08:002018-10-13T15:26:51.105+08:00ASKEP ANAK DENGAN ENCEPHALITISASKEP ANAK DENGAN ENCEPHALITIS <br />
<br />
<br />
I. Pengertian<br />
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.<br />
<br />
II. Patogenesis Ensefalitis<br />
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:<br />
• Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu. <br />
• Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah<br />
<a name='more'></a> <br />
Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.<br />
• Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di <br />
Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.<br />
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .<br />
Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang. <br />
Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.<br />
<br />
Penyebab Ensefalitis:<br />
Penyebab terbanyak : adalah virus<br />
Sering : - Herpes simplex <br />
- Arbo virus<br />
Jarang : - Entero virus <br />
- Mumps <br />
- Adeno virus <br />
Post Infeksi : - Measles<br />
- Influenza<br />
- Varisella <br />
Post Vaksinasi : - Pertusis<br />
Ensefalitis supuratif akut :<br />
Bakteri penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus,Streptokok,E.Coli,Mycobacterium dan T. Pallidum.<br />
<br />
Ensefalitis virus:<br />
Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus rubella,virus denque,virus polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes simpleks,variola.<br />
<br />
Gejala-Gejala yang mungkin terjadi pada Ensefalitis :<br />
- Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy ,kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.<br />
- Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang. <br />
<br />
III. PENGKAJIAN<br />
1. Identitas<br />
Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.<br />
2. Keluhan utama<br />
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.<br />
3. Riwayat penyakit sekarang<br />
Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala. <br />
4. Riwayat penyakit dahulu <br />
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.<br />
5. Riwayat Kesehatan Keluarga<br />
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli ,dll.<br />
6. Imunisasi <br />
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP<br />
Karena ensefalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.<br />
- Pertumbuhan dan Perkembangan <br />
<br />
IV. POLA-POLA FUNGSI KESEHATAN<br />
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat<br />
a. Kebiasaan<br />
sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air besar di WC,lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)<br />
b. Status Ekonomi<br />
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.<br />
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme<br />
a. Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi<br />
Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makana dan cairan dalam jumlah kurang dari kebutuhan tubuh.,<br />
b. Pada pasien dengan Ensefalitis biasanya ditandai <br />
Dengan adanya mual, muntah, kepalah pusing, kelelahan.<br />
. <br />
c. Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh.<br />
Postur tubuh biasanya kurus ,rambut merah karena kekurangan vitamin A,berat badan kurang dari normal.<br />
Menurutrumus dari BEHARMAN tahun 1992 ,umur 1 sampai 6 tahun <br />
Umur (dalam tahun) x 2 + 8<br />
Tinggi badan menurut BEHARMAN umur 4 sampai 2 x tinggi badan lahir. <br />
Perkembangan badan biasanya kurang karena asupan makanan yang bergizi kurang.<br />
Pengetahuan tentang nutrisi biasanya pada orang tua anak yang kurang pengetahuan tentang nutrisi.<br />
Yang dikatakan gizi kurang bila berat badan kurang dari 70% berat badan normal.<br />
<br />
3. Pola Eliminasi<br />
a. Kebiasaan Defekasi sehari-hari<br />
Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.<br />
b. Kebiasaan Miksi sehari-hari<br />
Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.<br />
Jika kebutuhan cairan terpenuhi.<br />
Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun ,konsentrasi urine pekat.<br />
<br />
4. Pola tidur dan istirahat<br />
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.<br />
<br />
5. Pola Aktivitas<br />
a Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.<br />
b Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan positif.<br />
Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM <br />
<br />
Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk .<br />
Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi ane<br />
berat,aktifitas togosit turun ,Hb turun ,punurunan kadar albumin serum ,gangguan pertumbuhan. <br />
6. Pola Hubungan Dengan Peran<br />
Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.<br />
7. Pola Persepsi dan pola diri<br />
Pada klien Ensenfalitis umur > 4 ,pada persepsi dan konsep diri<br />
Yang meliputi Body Image ,seef Eslum ,identitas deffusion deper somalisasi belum bisa menunjukkan perubahan.<br />
8. Pola sensori dan kuanitif<br />
a. Sensori<br />
- Daya penciuman - Daya rasa - Daya raba <br />
- Daya penglihatan <br />
- Daya pendengaran<br />
9. Pola Reproduksi Seksual<br />
Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun ,fimosis tidak ada.<br />
10. Pola penanggulangan Stress <br />
Pada pasien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran : <br />
- Stress fisiologi biasanya anak hanya dapat mengeluarkan <br />
air mata saja ,tidak bisa menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia.<br />
- Stress Psikologi tidak di evaluasi <br />
11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan <br />
Anak umur 3-4 tahun belumbisa dikaji <br />
<br />
PEMERIKSAAN LABORATORIUM / PEMERIKSAAN PENUNJANG<br />
<br />
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.<br />
<br />
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.<br />
<br />
<br />
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING TERJADI<br />
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.<br />
2. Resiko tinggi perubahan peR/usi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.<br />
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu.<br />
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.<br />
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.<br />
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.<br />
7. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.<br />
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.<br />
9. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.<br />
10. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
DIAGNOSA KEPERAWATAN I.<br />
<br />
Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun <br />
Tujuan:<br />
- tidak terjadi infeksi<br />
Kriteria hasil:<br />
- Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi <br />
endogen<br />
<br />
Intervensi<br />
1. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.<br />
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.<br />
2. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.<br />
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan <br />
Meningkosamia .<br />
3. Berikan antibiotika sesuai indikasi <br />
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu. <br />
<br />
DIAGNOSA KEPERAWATAN II<br />
<br />
Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum<br />
Tujuan : <br />
- Tidak terjadi trauma<br />
<br />
Kriteria hasil :<br />
- Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain<br />
<br />
Intervensi :<br />
1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas. <br />
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak <br />
Tergigit.<br />
Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.<br />
2. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.<br />
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo. <br />
3. Kolaborasi.<br />
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.<br />
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.<br />
4. Abservasi tanda-tanda vital<br />
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
DIAGNOSA KEPERAWATAN III<br />
<br />
Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang<br />
<br />
Tujuan :<br />
- Tidak terjadi kontraktur<br />
Ktiteria hasil :<br />
- Tidak terjadi kekakuan sendi<br />
- Dapat menggerakkan anggota tubuh<br />
<br />
Intervensi<br />
<br />
1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik ,<br />
Terjadi kekacauan sendi.<br />
R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau <br />
Membantu program perawatan .<br />
2. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap <br />
R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor <br />
3. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam <br />
R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke <br />
Jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .<br />
4. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam <br />
R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila <br />
Ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera<br />
5. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai <br />
Indikasi<br />
R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi,<br />
Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, 1998<br />
Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,<br />
1997.<br />
Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan <br />
Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran <br />
Salemba, Jakarta, 1986.<br />
Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku <br />
Kedokteran EGC, Jakarta ,1993.<br />
Sutjinigsih (1995), Tumbuh kembang Anak, Penerbit EGC, Jakarta.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
PATO FISIOLOGI ENSEFALISTIS<br />
Virus / Bakteri <br />
<br />
<br />
Mengenai CNS <br />
<br />
<br />
Insevalitis<br />
<br />
<br />
<br />
Tik Kejaringan Susu Non Saraf Pusat Panas/Sakit kepala<br />
<br />
<br />
Muntah- muntah Kerusakan- kerusakan susunan Rasa Nyaman <br />
Mual Saraf Pusat<br />
<br />
<br />
BB Turun <br />
- Gangguan Penglihatan Kejang Spastik<br />
- Gangguan Bicara <br />
Nutrisi Kurang - Gangguan Pendengaran Resiko Cedera<br />
- Kekemahan Gerak Resiko Contuaktur<br />
<br />
<br />
- Gangguan Sensorik<br />
Motorik<br />
<br />
PATO FISIOLOGI GIZI KURANG<br />
Asupan Makanan Kurang<br />
<br />
<br />
Defisiensi Protein Energi ( EDP ) Defisiensi Vitamin A<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
gangguan Penurunan keadaan aktivitas Hb sintensis ennim<br />
pertumbuhan albumin fagosit <br />
<br />
<br />
BB rendah oediem/asites Daya tahan thd anemia ganguan Pencernaan<br />
Infeksi dan metabolisme<br />
Gangguan<br />
Pengankutan O2<br />
Nutrisi gangguan integritas mudah infeksi gangguan nutrisi<br />
Kurang kulit /terkena infeksiHEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-54205883791966524912018-10-11T23:36:00.000+08:002018-10-13T15:27:14.544+08:00ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIPETIROIDISMESTANDAR ASUHAN KEPERAWATAN <br />
PASIEN DENGAN HIPETIROIDISME<br />
<br />
A. PENGERTIAN<br />
Hipertiroidisme adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh peningkatan produksi hormon tiroid yang disebabkan karena autoninun pada penyakit graves, virus, hiperplansia, genetik, neoplastik, atau karena penyakit sistim akut. Faktor pencetusnya adalah keadaan yang menegangkan seperti operasi, infeksi, trauma, atau penyakit akut kardiovaskuler.<br />
<br />
<a name='more'></a><br /><br />
B. PATOFISIOLOGI<br />
Hiperplansia kelenjar tiroid disebabkan oleh meningkatnya produksi hormon tiroid, hormon tersebut merangsang mitokondria yang meningkatnya energi untuk aktifitas sel dan produksi panas. Hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan metabolisme, peningkatan pemenuhan persediaan lemak dan meningkatnya nafsu makan serta pemasukan makanan, akibatnya curah jantung meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan yang meningkat dan vasadilatasi perifer yang akan meningkatkan produksi panas. Dalam sistim neurovasculer keadaan fiperaktif ini, akan menekan reflkes, dan kondisi kecamasan akan meningkatkan aktifitas saluran pencernaan. Hipartiroid dapat disebabkan karena peradangan, penyinaran tiroid atau adanya kerusakan jaringan tiroid oleh tumor.<br />
<br />
C. TANDA DAN GEJALA<br />
Dalam keadaan ringan ditandai dengan sakit yang serius dan akan hilang dengan spontan dalam beberapa bulan / tahun. Bila tidak diobati pasien akan menjadi kurus, gelisa dan delirium, disorientasi dan akhirnya menjadi gagal jantung gejala yang paling sering timbul pada saat permulaan adalah : Gelisah, hiperaktif, lekas marah, kuatir, tak dapat duduk dengan tenang, denyut jantung cepat saat istirahat maupun beraktifitas, tidak tahan panas, banyak berkiringat dengan ciri kulit berwarna salun, hangat dan lembab, termor pada tangan serta eksoptalmus. Gejala lain yang timbul adalah meningkatnya nafsu makan, kehilangan berat badan secara dratis, otot lemah, amenorea, dan gangguan pola BAB, diare atau konstipasi.<br />
<br />
D. ASUHAN KEPERAWATAN<br />
I. Pengkajian<br />
a. Data Subjektif<br />
Neurologi : Ansomia, diplopia, sakit kepala, kelemahan otot, sangat lemah . Kardiovasculer : Palpitasi dan banyak keringat.<br />
Saluran pencernaan : Kehilangan berat badan, peningkatan nafsu makan, diare, mual, sakit perut, tidak ada nafsu makan, sakit perut hebat.<br />
Metabolik : Banyak keringat, peka terhadap panas, meningkatnya toleransi terhadap rasa dingin.<br />
Seksual / Reproduksi : Oligomenorea, amenore libido menurun, menurunnya kesuburan.<br />
b. Data Objektif<br />
Neurologi : Aritable, tremo, emosi labil, kelemahan otot atropi, refkles tendon dalam dan cepat bingung atau disorientasi, apatis, stuporl delirium dan koma.<br />
Mata : Mata besar dan menonjol keluar, edema periorbital, termo kelopa mata, lemah atau kelumpuhan otot ekstrakuler<br />
Kardiovasculer : Nadi cepat dan tak teratur, tekanan nadi kuat, edema, mur mur sistolik jantung banyak keringat, tahikardiat atrial febrilasi, nadi lemah hipotensi.<br />
Pernapasan : Dispnea, frekwensi pernapasan meningkat dan dalam, edema pulmonal.<br />
Saluran pencernaan : Berat badan menurun diare, bising usus hiperaktif, muntah terus menerus hepatomegali.<br />
Metabolik : Banyak keringat, kelenjar tiroid membesar, bruit arteri kalenjar tiroid.<br />
Kulit : Kulit lembut, hangat dan lembab, berkeringat kemerahan, hiperpigmentasi, rambut tipis.<br />
Seksual / Reproduksi : Ginekomastia.<br />
c. Data Laboratorium<br />
Peningkatan T3 dan T4, TSH menurun.<br />
<br />
II. Diagnosa Keperawatan<br />
1. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan peningkatan stimulasi sistim sarat simpatetik oleh kadar hormon tiroid yang tinggi.<br />
Hasil yang diharapkan : <br />
Pasien dapat berorentasi penuh, dapat merespon dengan tepat terhadap situasi dan orang, dapat menggunakan tekni untuk mengurangi stres.<br />
Intervensi :<br />
• Kaji tingkat kesadaran, orentasi, efek dan persepsi tiap 4 – 8 jam, informasi perubahan perubahan yang negatif.<br />
• Diskusikan perasaan dan respon terhadap situasi serta beri dukungan yang tepat.<br />
• Ciptakan ketenangan lingkungan ( Tidak bising, batasi pengunjung mencegah situasi emosional ).<br />
• Rencanakan dan jelaskan asuhan dengan jelas dan tepat.<br />
• Antisipasi kebutuhan untuk mencegah reaksi heperaktif.<br />
• Informasikan kepada pasien tentang aktifitas apa saja yang dibatasi.<br />
• Anjurkan tekni mengurangi stres dan informasikan kapan penggunaannya.<br />
• Orentasikan pasien terhadap lingkungan waktu dan orang ( Jam, kalender, gambar keluarga ).<br />
2. Aktifitas intoleransi berhubungan dengan kurang suplai O2 akibat meningkatnya metabolisme. <br />
Hasil Yang diharapkan :<br />
Seluruh aktifitas dapat dilaksanakan sedikit / tampa bantuan.<br />
Intervensi :<br />
• Kaji tanda vital tanda fital dan tingkat aktifitas <br />
• Batasi tingkat aktifitas pasien sesuai toleransi<br />
• Atur waktu istirahan yang cukup.<br />
• Jangan lanjutkan aktifitas bila ada tanda tidak toleransi misalnya dispnea takikardi atau kelelahan.<br />
• Bantau pasien untuk beraktifitas bila tidak dapat melakukan sendiri karena tremor atau kelemahan.<br />
• Rencanakan aktifitas sehari hari dan pola tidurnya.<br />
3. Gangguan pola tidur berhubungan agitasi akibat peningkatan metabolisme.<br />
Hasil yang diharapkan :<br />
Pasien mempunyai pola tidur yang normal dan pasien mengungkapkan rasa puas beristirahat.<br />
Intervensi :<br />
• Kaji pola tidur dan aktifitas masa lalu dan saat ini<br />
• Tanyakan bantuan yang dibutuhkan untuk pengantara tidur ( air hangat, gosok punggung dengar musik dll ).<br />
• Diskusikan bantuan / pengantar tidur yang lain misalnya tekni relaksasi.<br />
• Bantu pasien untuk menetapkan pola aktifitas fisik yang teratur, kurangi aktifitas yang merangsang sebelum tidur.<br />
• Usahakan lingkungan yang mendukung untuk tidur, kurangi cahaya lampu, tutup pintu ruangan, pelihara ketenangan dan jaga privasi.<br />
• Hindari gangguan selama tidur<br />
• Bila mungkin rencanakan pengobatan dan pemberian obat obat pada siang dan sore hari.<br />
• Kaji aktifitas tidur .<br />
4. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare, mual, sakit perut.<br />
Hasil yang diharapkan :<br />
Pemasukan dan pengeluaran seimbang berat badan meningkat menjadi normal<br />
Intervensi :<br />
• Pantau pemasukan diet untum menambah kalori Karbohidrat dan Vit. B<br />
• Makan porsi kecil dan sering sesuai kebutuhan kalori pasien.<br />
• Konsultasi makanan yang dibutuhkan pasien.<br />
• Hindari minuman yang merangsang seperti kopi, teh, cola atau yang dapat meningkatkan peristatik usus.<br />
• Masukan cairan 2 – 3 liter / sehari, hindari juce yang menyebabkan diare.<br />
• Timbang berat badan setiap hari.<br />
• Kaji efektifitas pengobatan untuk mual dan sakit perut. <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
TIROIDEKTOMI<br />
<br />
A. PENGERTIAN<br />
Tiroidektomi adalh operasi mengangkat sebagian atau semua sel tiroid, tindakan ini dilakukan untuk merangsang kelenjar tiroid yang membesar dan menekan struktur jaringan disekitarnya. Biasanya dilakukan pada pasien yang tidak berespon terhadap antibiotika atau pasien yang alergi terhadap obat obatan anti tiroid dan pada pada wanita hamil.<br />
B. ASUHAN KEPERAWATAN<br />
Sebelum Operasi :<br />
a. Data subyektif :<br />
• Kwalitas suara dan kemampuan menelan mengalami perubahan.<br />
• Pengertian tentang penjelasan dokter mengenai prosedur tindakan operasi yang akan dilakukan.<br />
• Pengertian tentang bagaimana mencegah ketegangan luka sayatan.<br />
• Penertian tentang tidak boleh berbicara pada periode sesudah operasi untuk mencegah edema.<br />
• Pengertian tentang cara berkomunikasi sesudah operasi ( Sediakan buku catatatan pasien )<br />
• Penertian tentang cara mengatasi rasa sakit dan penggunaan ukuran skala sakit.<br />
b. Data Objektif :<br />
• Tanda vital<br />
• Perubahan kwalitas suara dan kemampuan menelan<br />
Sesudah operasi<br />
a. Data subjektif<br />
• Gejala hipokalsemia : Mati rasa, perasaan geli, kekakuan otot, spasme dan tetanus<br />
• Luka sayatan sakit dan bengkak, perdarahan.<br />
• Jalan napas merasa sesak susah menelan dan otot leher terasa tertarik.<br />
b. Data objektif<br />
• Suara parau.<br />
• Perubahan pada tekanan dan puncak suara.<br />
• Hipokalsemia.<br />
• Luka sayatan waran kemarahan, tanda tanda peradangan, bengkak, perdarahan.<br />
• Jalan napas : Pernapasan stedor, retroksi otot lehen dan sianosis.<br />
<br />
Diagnosa Keperawatan.<br />
Sebelum Operasi :<br />
1. Potensial perubahan pengurangan cardiak output berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan peningkatan kerja jantung.<br />
Hasil yang diharapkan :<br />
• Kerbutuhan cardiak output terpenuhi sesuai kebuthan tubuh.<br />
• Kerja jantung normal.<br />
Intervensi<br />
• Memberikan ketenangan lingkungan dan mengurangi terjadinya kegelisahan / stres.<br />
• Terapi : ketegangan dari luar dapat meningkatkan metabolisme dan kerja jantung.<br />
• Meningkatkan intake makanan dengan memberi makanan sesering mungkin walaupun sedikit sedikit.<br />
• Terapi : untuk memenuhi kebutuhan kalori dan mencegah kekurangan glycogen.<br />
• Membatasi makanan atau minuman yang mengandung kafein.<br />
• Terapi : efek dari kafein menyebabkan peningkatan metabolisme.<br />
<br />
Sesudah Operasi.<br />
1. Potensial tidak efektifnya pembersihan jalan napas berhubungan dengan perdarahan dan edema laring.<br />
Hasil yang diharapkan :<br />
• Pernapasan dan suara napas dalan batas normal.<br />
• Tidak ada perdaran pada luka operasi.<br />
Intervensi<br />
• Monitor irama pernapasan kedalan dan kerja penapasan.<br />
Terapi pernapasan terlihat cepat menyebabkan susah napas karena terjadi obstruksi.<br />
• Auskultasi bunyi napas apakah tidak terjadi ronchi.<br />
• Terapi ronchi merupakan indikasi obstruksi jalan napas.<br />
• Perkirakan adanya dyspnea, stridor, crowing dan syanosis.<br />
Terapi indikasi obstruksi trakhea / spasme laring, diperlukan interfensi dan efaluasi yang cepat.<br />
• Mengatur posisi tidur 30 – 40 derjat.<br />
Terapi fasilitas pernapasan batas edema area pembedahan dan kemungkinan pengumpulan sekret kembali tenggorokan.<br />
• Mengatur posisi latihan napas dalam bila adanya batuk.<br />
Terapi mengatur membersihkan jalan napas dan fentilasi, walaupun batuk tampak timbulnya nyeri tetapi mengeluarkan sekret.<br />
• Section mulut dan trakhea indikasi kareteristik sputum.<br />
Terapi melancarkan jalan napas.<br />
• Menyakan kesulitan menelan dan mengeluarkan air liur dalam mulut<br />
Terapi indikasi adanya edema / perdarahan pada jaringan tempat operasi.<br />
• Menyiapkan uap air untuk membantu pernapasan .<br />
Terapi membantu mengeluarkan sekret dan melegahkan tenggorokan.<br />
• Bantu dengan membuat tracheatomy<br />
Terapi untuk membantu pernapasan bila ada obstraksi karena edema atau perdarahan.<br />
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan pita suara / saraf laring, odema jaringan dan nyeri.<br />
Hasil yang diharapkan :<br />
• Menggunakan cara berkomunikasi alternatif selama 48 jam operasi<br />
• Dapat berkomunikasi verbal tampa perubahan suara<br />
Intervensi :<br />
• Kaji kemampuan berbicara anjurkan untuk istirahat berbicara.<br />
Terapi Parau dan luka pada tenggorokan menyebabkan pembekakan jaringan atau kerusakan area operasi yang menyebabkan kerusakan saraf laring.<br />
• Menjaga komunikasi singkat dengan jawaban atas pertanyaan ya / tidak<br />
Terapi mengurangi tuntutan terhadap respon jangan terlalu mengeluarkan suara<br />
• Antisipasi diperlukan mungkin frekwensi bertemu pasien.<br />
Terapi mengurangi keinginan atau kebutuhan pasien untuk <br />
berbicara<br />
• Anjurkan pasien untuk membatasi bersuara bila ingin memanggil dengan menekan bel.<br />
Terapi mencegah ketegangan suara.<br />
• Memelihara keadaan lingkungan.<br />
Terapi lingkungan yang tenang mempelancar komunikasi tampa mengeluarkan suara yang keras.<br />
<br />
3. Nyeri akut berhubungan dengan adanya luka operasi<br />
Hasil yang diharapkan.<br />
• Mengungkapkan perasaan nyaman dan tidak nyeri.<br />
• Expresi wajah dan tubuh tampak rileks.<br />
Intervensi<br />
• Kaji keluhan verbal / non verbal dari nyeri dengan skala ( 1 – 10 ) kehebatan dan lamanya.<br />
Terapi memudahkan evaluasi nyeri dan menentukan intervensi dan pengobatan yang efektif.<br />
• Mengatur posisi semi fowler, suprot kepala / leher dengan bantal.<br />
Terapi cegah hyperekstensi leher dan melindungi keutuhan luka operasi.<br />
• Memberikan cairan dingin lewat mulut dan memberikan makan lunak seperti es crim.<br />
Terapi menyejukan luka ditenggorokan dan mengurangi rasa <br />
sakit.<br />
• Anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi.<br />
Terapi membantu mengurangi nyeri.<br />
• Kolaborasi untuk pemerian analgesik sesuai dosis terapi.<br />
Terapi memblok nyeri yang timbulHEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-79640396051990668042018-10-11T23:35:00.002+08:002018-10-13T15:29:06.556+08:00PENUAAN / USIA LANJUTLANDASAN TEORI PENUAAN<br />
<br />
1. DEFINISI LANJUT USIA<br />
Lanjut usia adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih mampu maupun tidak lagi mampu berperan secara aktif dalam pembangunan (Depkes RI, 2001.<br />
<br />
2. BATASAN LANJUT USIA<br />
Penentuan seseorang dikatakan sebagai lanjut usia sulit dijawab, sehingga ada beberapa pendapat mengenai batasan umur usia lanjut, yaitu :<br />
<a name='more'></a><br />
a. Batasan usia menurut WHO meliputi : usia pertengahan (middle age) yaitu usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu usia 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu usia 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old) yaitu diatas 90 tahun.<br />
b. Menurut Undang-Undang No. 4 tahun 1965 pasal 1, seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.<br />
c. Menurut Sumiati Ahmad (Wahyudi, 2000), membagi periodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut : 0 – 1 tahun merupakan masa bayi, 1 – 6 tahun adalah masa pra sekolah, 6 – 10 tahun adalah masa sekolah, 10 – 20 tahun merupakan masa pubertas, 20 – 40 tahun adalah masa dewasa, 40 – 65 tahun adalah masa setengah umur (presenium) dan 65 tahun keatas merupakan masa lanjut usia (senium)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
3. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA<br />
Beberapa perubahan yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka (Zainudin, 2002) yaitu :<br />
a. Penurunan kondisi fisik, setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yangbersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulangmakin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguanatau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosia, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan pada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidakmauharus ada usaha untukmengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.<br />
b. Perubahan aspek psikososial, pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan prilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (kognitif) meliputi hal-hal yang berhungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. <br />
1) Fungsi kognitif meliputi: <br />
a) Kemampuan belajar (learning), lanjut usia yang sehat dalam arti tidak mengalami demensia atau Alzheimer masih memiliki kemampuan belajar yang baik. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup bahwa manusia memiliki kemampuan untuk belajar dari lahir sampai akhir hayat sehingga mereka tetap diberikan kesempatan untuk hal tersebut. Implikasi praktis adalah bersifat promotif, preventif, kuratif, rehabilitative yang sesuai dengan kondisi lansia; <br />
b) Kemampuan pemahaman (compherension), pada lansia kemampuan memahami/ menangkap pengertian dipengaruhi oleh fungsi pendengaran, sehingga dalam pelayanan perlu kontak mata, sehingga jika ada kelainan fungsi pendengaran, meraka dapat membaca dari gerak bibir. Selain itu perlu sikap hangat dalam komunikasi sehingga menimbulkan rasa aman, tenang, diterima dan dihormati; <br />
c) Kinerja (performance) Pada lansia tua terjadi penurunan kinerja kerja baik secara kualitatif/kuantitatif. Penurunan itu bersifat wajar sesuai perubahan organ-organ biologis/pathologis. Perlu diberikan latihan keterampilan untuk tetap mempertahankan kinerja; <br />
d) Pemecahan masalah (problem solving), masalah yang dulu mudah terpecahkan menjadi sulit karena penurunan fungsi indra pada lansia, selain itu juga bisa disebabkan penurunan daya ingat pemahaman. Sehingga perlu perhatian dari ratio petugas kesehatan dan pasien lansia; <br />
e) Motivasi, sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku demi mencapai sesuatu yang diinginkan/dituntut oleh lingkungan dapat berasal dari kognitif/afektif. Kognitif lebih menekankan pada kebutuahn akan informasi, sedangkan afektif penekanan pada perasaan; <br />
f) Pengambilan keputusan, pada lansia terjadi perlambatan keputusan sehingga kadang-kadang mereka tidak diikutkan sehingga menimbulkan kekecewaan dan memperburuk kondisi sehingga kadang kala kita perlu mengikut sertakan mereka. <br />
2) Fungsi afektif, emosi suatu perasaan merupakan fenomena kejiwaan yang dihayati secara subjektif sebagai suatu yang menimbulkan kesenangan dan kesedihan. Afektif dapat dibedakan: <br />
a) Biologis: panca indra (panas, dingin, pahit), perasaan vital (lapar, haus, kenyang), perasaan hialwiah (sayang, cinta, takut); <br />
b) Psikologis : perasaan diri, perasaan social, perasaan etis, estetis, religious. Pada lansia umumnya afeknya tetap baru dan jika ada kelainan afeksi bilobis menyebabkan perburukkan fungsi organ tubuh. Penurunan afektif pada lansia sangat tua disertai regresi.<br />
3) Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan<br />
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua, namun dalam kenyataan sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada poin tiga di atas.<br />
Menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif.<br />
Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negative akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif.<br />
Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternative lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membahayakan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagiannya.<br />
4) Perubahan dalam peran sosial di masyarakat<br />
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak bergunaserta merengek-rengek dan menangis bila bertemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.<br />
<br />
<br />
4. PROSES MENUA<br />
Menurut Nugroho (2000), proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang berlanjut secara ilmiah, dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh semua mahluk hidup. Sedangkan menurut Depkes RI (2000), penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan, yang hidup terbatas oleh suatu peraturan alam, maksimal sekitar 6 kali masa bayi sampai dewasa atau 6x20 tahun, yang disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri adri 3 fase yaitu : fase progresif, fase stabil dan fase regresif.<br />
Stanley (2006), mendefinisikan bahwa penuaan adalah proses yang normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks dan multidimensional yang dapat diobservasi didalam satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem, yang terjadi pada tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup sempit, proses tersebut tidak tertandingi. <br />
<br />
5. TEORI-TEORI PROSES MENUA<br />
Teori-teori proses menua menurut Stanley (2006), antara lain:<br />
a. Teori biologi<br />
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)<br />
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).<br />
2) Pemakaian dan rusak<br />
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah (rusak)<br />
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)<br />
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.<br />
4) Teori immunologi slow virus (immunology slow virus theory)<br />
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.<br />
5) Teori stres<br />
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.<br />
6) Teori radikal bebas<br />
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.<br />
7) Teori rantai silang<br />
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.<br />
8) Teori program<br />
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.<br />
b. Teori kejiwaan sosial<br />
a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)<br />
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia<br />
b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)<br />
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.<br />
c) Teori pembebasan (disengagement theory)<br />
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni : kehilangan peran, hambatan kontak sosial dan berkurangnya kontak komitmen.<br />
6. PERMASALAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA<br />
Menurut Hardiwinito dan Setiabudi (2005), berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara lain: <br />
a. Permasalahan umum<br />
1) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan<br />
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati<br />
3) Lahirnya kelompok masyarakat industri<br />
4) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia<br />
5) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia<br />
b. Permasalahan khusus<br />
1) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial<br />
2) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia<br />
3) Rendahnya produktifitas kerja lansia<br />
4) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat<br />
5) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik<br />
6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik lansiaHEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-25666254353468430812018-10-11T23:30:00.000+08:002018-10-13T15:29:26.079+08:00PUSKESMASA. Puskesmas<br />
1. Pengertian Puskesmas<br />
Puskesmas merupakan kependekan dari Pusat Kesehatan Masyarakat. Puskesmas adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Depkes, 2005).<br />
<a name='more'></a><br />
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 128/MENKES/SK /II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, pengertian Puskesmas mencakup empat aspek: yakni Unit Pelaksana Teknis, pembangunan kesehatan, pertanggung jawaban penyelenggaraan dan wilayah kerja. Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknik operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pertanggungjawaban penyelenggaraan upaya pembangunan kesehatan di wilayah yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. Wilayah kerja adalah satuan konsep wilayah yang dibebankan kepada puskesmas tertentu saja. <br />
Puskesmas adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Dalam pengertian lain, yang dimaksud dengan Puskesmas ialah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu (Azwar, 1996).<br />
Puskesmas menawarkan program yang komprehensif yang berkaitan dengan upaya meningkatkan dan mempertahankan kesehatan, pendidikan, dan manajemen serta koordinasi asuhan keperawatan dalam komunitas (Mubarak dkk., 2006). Sasaran dan mekanisme pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat di Puskesmas, antara lain: <br />
a. keluarga yang belum terjangkau pelayanan kesehatan,<br />
b. keluarga dengan risiko tinggi, <br />
c. keluarga dengan kasus tindak lanjut keperawatan, <br />
d. pembinaan kelompok khusus (sesuai prioritas daerah) dan <br />
e. pembinaan desa atau masyarakat bermasalah (sesuai prioritas daerah).<br />
Pelayanan Puskesmas (kesehatan masyarakat) meliputi:<br />
a. Pelayanan dalam gedung<br />
Pelayanan dimulai dengan: <br />
(i.) penerimaan pasien di loket pendaftaran<br />
(ii.) proses seleksi kasus prioritas: pelayanan medik, asuhan keperawatan.<br />
Dari proses seleksi diketahui sasaran prioritas dan non prioritas. Sasaran prioritas perlu ditindaklanjuti berupa: rujukan ke rumah sakit dan rujukan ke puskesmas dengan ruang rawat inap. <br />
Rujukan tindak lanjut pelayanan kesehatan dapat berupa: asuhan keperawatan keluarga, asuhan keperawatan kelompok dan masyarakat, penyampaian informasi pasien yang memerlukan tindak lanjut asuhan keperawatan di rumah.<br />
b. Pelayanan di luar gedung<br />
Pelayanan kesehatan di luar gedung dimulai dengan:<br />
(i.) Mempelajari informasi <br />
Informasi yang perlu dipelajari: data kesenjangan pelayanan kesehatan, informasi yang berasal dari masyarakat. <br />
(ii.) Seleksi untuk mendapatkan sasaran prioritas. <br />
Sasaran prioritas dapat berupa: individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. <br />
(iii.) Menyampaikan informasi sasaran prioritas<br />
(iv.) Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap sasaran prioritas<br />
<br />
<br />
2. Fungsi, Kegiatan dan Pelayanan Puskesmas<br />
a. Fungsi puskesmas<br />
Ada tiga fungsi puskesmas, yaitu (Keputusan Menteri Kesehatan nomor 128/MENKES/SK /II/2004):<br />
(i.) Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan <br />
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembanguan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemilihan kesehatan.<br />
(ii.) Pusat pemberdayaan masyarakat <br />
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.<br />
<br />
(iii.) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama<br />
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab Puskesmas meliputi: pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.<br />
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.<br />
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.<br />
b. Kegiatan Puskesmas<br />
Pada saat ini kegiatan Puskesmas ada 17 yakni: <br />
(i.) Usaha Perawatan Rawat Jalan, <br />
(ii.) Usaha Kesejahteraan Ibu dan Anak, <br />
(iii.) Usaha Keluarga Berencana, <br />
(iv.) Usaha Kesehatan Gigi, <br />
(v.) Usaha Kesehatan Gizi, <br />
(vi.) Usaha Kesehatan Sekolah, <br />
(vii.) Usaha Kesehatan Lingkungan, <br />
(viii.) Usaha Kesehatan Jiwa, <br />
(ix.) Usaha Pendidikan Kesehatan, <br />
(x.) Usaha Perawatan Kesehatan Masyarakat, <br />
(xi.) Usaha Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, <br />
(xii.) Usaha Kesehatan Olahraga, <br />
(xiii.) Usaha Kesehatan Lanjut Usia, <br />
(xiv.) Usaha Kesehatan Mata, <br />
(xv.) Usaha Kesehatan Kerja, <br />
(xvi.) Usaha Pencatatan dan Pelaporan serta <br />
(xvii.) Usaha Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Depkes, 2005).<br />
c. Pelayanan<br />
Pelayanan Puskesmas cukup bervariasi dan dapat dikembangkan menjadi rumah sakit. Contoh pelayanan pengobatan di Puskesmas diantaranya (Depkes, 1999):<br />
1. rawat jalan<br />
Yaitu meliputi biaya jasa konsultasi medik dan jasa puskesmas yang dinyatakan dalam bentuk karcis hatian, termasuk konsultasi medik pemeriksaan oleh dokter umum, dokter gigi atau dokter spesialis.<br />
<br />
<br />
2. rawat inap<br />
yaitu meliputi biaya jasa konsultasi medis, akomodasi dan penggunaan fasilitas rawat inap dengan atau tanpa makan.<br />
3. rawat kunjungan<br />
yaitu meliputi biaya transportasi petugas ke rumah penderita, jasa konsulen dan retribusi rawat jalan<br />
4. tindakan medik<br />
meliputi biaya tindakan medik yang meliputi komponen jasa medik, bahan dan alat. Tindakan medik dapat dibedakan menjadi: tindakan medik ringan, tindakan medik sedang, tindakan pertolongan persalinan dan tindakan medik gigi.<br />
5. pemeriksanaan penunjang diagnostik<br />
menyangkut biaya bahan dan alat, jenis pemakaian penunjang diagnostik, misalnya: laboratorium, rontgen, dan sebagainya<br />
6. pelayanan ambulance<br />
Jenis penerimaan fungsional yang diperoleh diartikan komponen dari jenis pelayanan yang mempunyai satuan tariff terkecil. Contoh jenis penerimaan fungsional untuk jenis pelayanan tindakan medik seperti tindakan medik ringan yaitu: jahit luka, insisi abscess, sirkumsisi, tindik daun telinga, pemasangan dan pencabutan IUD, pemasangan dan pencabutan implant, insisi hordelom, vasektomi, lain-lain. Tindakan medik sedang, yang dilakukan di Puskesmas perawatan, meliputi: operasi katarak, pengangkatan peterigium, kuretase, vakum ekstraksi, minilaparatomi, dan lain-lain. Tindakan medik gigi, meliputi: pembersihan karang gigi, pencabutan gigi, pencabutan gigi tertanam (impacted), insisi absces gigi, tumpatan gigi, pemasangan mahkota gigi, dan lain-lain. Pemeriksaan penunjang diagnostik meliputi: darah rutin, urine rutin, tinja, dahak, malaria, gonorrhoe, jamur, mycobacterium, golongan darah, gula darah, test kehamilan, pap smear dan lain-lain. Pemeriksaan diagnostik meliputi: rontgen foto, EKG, USG, spirometer, refraktometer dan lain-lain.<br />
3. Upaya Penyelenggaraan Puskesmas<br />
Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas yakni terwujudnya Kecamatan sehat menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni (Keputusan Menteri Kesehatan nomor 128/MENKES/SK /II/2004):<br />
a. Upaya kesehatan wajib<br />
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah: Upaya promosi kesehatan, Upaya kesehatan lingkungan, Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, Upaya perbaikan gizi masyarakat, Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, Upaya pengobatan.<br />
<br />
<br />
b. Upaya kesehatan pengembangan<br />
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni: upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatan olah raga, upaya perawatan kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia lanjut, upaya pembinaan pengobatan tradisional.<br />
4. Ruang Lingkup Upaya Kesehatan Masyarakat di Puskesmas<br />
Ruang lingkup praktek perawatan kesehatan masyarakat meliputi upaya-upaya, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga, kelompok khusus dan kelompok-kelompok masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialitatif). Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan masyarakat kegiatan yang ditekankan adalah upaya promotif dan preventif dengan tidak melupakan upaya-upaya kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif (Muninjaya, 2004):<br />
a. Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat, dengan jalan memberikan: penyuluhan kesehatan masyarakat, peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan perorangan, pemeliharaan kesehatan lingkungan, olah raga secara teratur, rekreasi, pendidikan seks. <br />
b. Upaya preventif, upaya preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, melalui kegiatan-kegiatan: imunisasi masal terhadap bayi dan anak balita serta ibu hamil, pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu, Puskesmas, maupun kunjungan rumah, pemberian vitamin A, Yodium melalui posyandu, puskesmas ataupun di rumah, pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan menyusui.<br />
c. Upaya kuratif, upaya kuratif bertujuan untuk merawat dan mengobati anggota-anggota keluarga, kelompok yang menderita penyakit atau masalah kesehatan, melalui kegiatan-kegiatan: perawatan orang sakit di rumah, perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari puskesmas dan rumah sakit, perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah, ibu bersalin dan nifas, perawatan buah dada, perawatan tali pusat bayi baru lahir, untuk pemberian terapi, diperlukan kolaborasi dengan dokter, perawat kesehatan masyarakat hanya memberikan dan mengawasi penggunaan obat, tetapi tidak menentukan terapi pasien.<br />
d. Upaya rehabilitatif, merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-penderita yang dirawat di rumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu yang menderita penyakit yang sama, misalnya kusta, TBC, cacat fisik dan lainnya, dilakukan melalui kegiatan-kegiatan latihan fisik dan tertentu. Latihan fisik, bagi yang mengalami gangguan fisik seperti: penderita kusta, patah tulang, kelainan bawaan. Latihan-latihan fisik tertentu bagi penderita-penderita penyakit tertentu: untuk Tuber Culosis (TBC) latihan napas dan batuk, untuk penderita stroke melalui fisioterapi manual yang mungkin dilakukan oleh perawat.<br />
e. Upaya resosialitatif, upaya resosialitatif adalah upaya untuk mengembalikan individu, keluarga dan kelompok-kelompok khusus ke dalam pergaulan masyarakat, diantaranya adalah kelompok-kelompok yang diasingkan oleh masyarakat, karena menderita suatu penyakit, misalnya kusta, Autobody Immune Depresiation Syndrome (AIDS) atau kelompok-kelompok masyarakat khusus seperti kelompok wanita tuna susila (WTS), tuna wisma dan sebagainya. Di samping itu adalah bagaimana meyakinkan masyarakat untuk dapat menerima kembali kelompok-kelompok yang mempunyai masalah kesehatan tersebut, dan menjelaskan secara benar masalah kesehatan yang mereka derita tidak berbahaya terhadap kesehatan secara keseluruhan. Tentunya perlu memberikan pengertian dengan batasan-batasan yang jelas dan dimengerti.<br />
5. Pembangunan dan Reformasi Puskesmas<br />
a. Pembangunan Puskesmas<br />
Pembangunan baru puskesmas ditujukan untuk peningkatan jangkauan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat. Kriteria pembangunan baru puskesmas adalah (Waluyo, 2005):<br />
<br />
<br />
(i.) Kriteria Umum<br />
Kebutuhan akan adanya Puskesmas sampai saat ini, antara lain terjadi di: <br />
1) Wilayah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan. <br />
2) Kecamatan pemekaran yang tidak mempunyai puskesmas. <br />
3) Kepadatan penduduk tinggi, jumlah penduduk lebih dari 30.000 penduduk. <br />
4) Wilayah kerja sangat luas. <br />
5) Relokasi Puskesmas yang disebabkan adanya bencana alam, jalur hijau, perubahan Rencana Tata Ruang/Wilayah, atau terjadinya masalah hukum pada lokasi fisik bangunan.<br />
Penempatan lokasi puskesmas haruslah diatur agar keberadaannya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Dalam mendirikan atau membangun Puskesmas, pedoman yang digunakan yakni: <br />
1) Di area yang mudah terjangkau baik dari segi jarak maupun sarana transportasi, dari seluruh wilayah kerjanya. <br />
2) Pertimbangan lainnya yang ditetapkan oleh daerah. <br />
(ii.) Kriteria Teknis<br />
Selain kriteris umum, terdapat pula kriteria teknis yang mengatur keberadaan puskesmas. Kriteria teknis yang digunakan adalah: <br />
1) Luas lahan dan bangunan, yakni jumlah sarana dan ruangan tergantung jenis pelayanan/kegiatan yang dilaksanakan guna memberikan pelayanan yang optimal. <br />
2) Denah tata-ruang, yakni rancangan tata-ruang/bangunan agar memperhatikan fungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan. Denah tata-ruang mengacu pada buku Pedoman Peralatan dan Tata Ruang Puskesmas, Ditjen Bina Kesmas tahun 2006. <br />
3) Peralatan kesehatan, yakni kebutuhan minimal peralatan kesehatan mengacu pada buku Pedoman Peralatan dan Tata Ruang Puskesmas, Ditjen Bina Kesmas tahun 2006.<br />
b. Reformasi Puskesmas<br />
Seiring dengan tuntutan reformasi di berbagai bidang termasuk bidang kesehatan, maka peranan puskesmas perlu dilakukan revitalisasi. Kesehatan masyarakat memegang peranan penting dalam pembangunan negara. Untuk kepentingan tersebut, ditambah lagi dengan pencanangan gerakan Indonesia Sehat 2010, maka puskesmas perlu dikembangkan dengan pendekatan: <br />
i. penentuan prioritas program puskesmas, <br />
ii. pengembangan program menjaga mutu dan <br />
iii. pengembangan swadana puskesmas (Muninjaya, 2004). <br />
Untuk mendukung Indonesia Sehat tahun 2010, maka keberadaan puskesmas dapat diandalkan menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan. Jaringan puskesmas, beserta puskesmas pembantu dan pos kesehatan desa dapat menjangkau pelosok-pelosok desa yang sulit dijangkau rumah sakit atau praktek swasta. Sampai saat ini, para penduduk di pelosok-pelosok desa masih sangat membutuhkan pertolongan pelayanan kesehatan.<br />
Visi Indonesia Sehat 2010 perlu didukung oleh misi yang baik. Ada tiga misi yang perlu disandang oleh Puskesmas dalam mencapai visi tersebut yakni: <br />
i. menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan, pembangunan harus mampu menciptakan lingkungan sehat dan membentuk perilaku hidup sehat masyarakat. <br />
ii. memberdayakan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan, masyarakat dan keluarga perlu dididik tentang perilaku hidup sehat sehingga mereka dapat memberdayakan masyarakat dalam penanggulangan kesehatan masyarakat. <br />
iii. menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar yang bermutu, pelayanan kesehatan puskesmas seharusnya bersifat comprehensive (menyeluruh) holistic (termasuk aspek sosial) terpadu antar program dan berkesinambungan (Depkes, 2005).<br />
6. Pelayanan Medik Dasar<br />
a. Pengertian pelayanan medik dasar<br />
Pelayanan medik dasar adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang dilandasi ilmu klinik. <br />
b. Upaya keperawatan kesehatan<br />
Keperawatan kesehatan masyarakat merupakan salah satu kegiatan pokok puskesmas. Keperawatan kesehatan masyarakat merupakan sub sistem dari pelayanan kesehatan masyarakat. Sasaran kegiatannya adalah individu, keluarga, kelompok khusus serta masyarakat dalam wilayah kerja puskesmas. <br />
Upaya keperawatan kesehatan masyarakat merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat secara aktif dan mengutamakan pelayanan, peningkatan dan pencegahan secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan pengobatan dan pemulihan secara menyeluruh dan terpadu, yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok serta masyarakat sebagai sesuatu kesatuan utuh yang melalui proses keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya.<br />
Pelayanan keperawatan adalah keseluruhan fungsi, tugas, kegiatan dan tanggung jawab yang dilaksanakan oleh seorang tenaga keperawatan dalam praktek profesinya dimanapun dia berada. Asuhan keperawatan adalah bantuan, bimbingan, penyuluhan, pengawasan, kepada penderita yang tidak mampu, tidak tahu, tidak mau mengatasi masalah kesehatannya, atau perlindungan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga keperawatan berdasarkan kebutuhan penderita untuk meningkatkan kemampuannya hidup mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.<br />
Proses keperawatan adalah suatu kerangka operasional dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang berupa rangkaian kegiatan secara sistematis sehingga penderita mampu mandiri dalam mengatasi masalah kesehatannya. Kegiatannya dimulai dari tahap pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Ruang lingkup asuhan keperawatan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang ditujukan kepada penderita yaitu: individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat, baik di dalam gedung maupun di luar gedung puskesmas dan baik dalam keadaan sehat maupun sakit.<br />
7. Pelayanan Rawat Jalan<br />
Untuk menjalankan pelayanan kesehatan rawat jalan yang mampu berjalan dengan berkelanjutan, perlu diperhatikan tentang prinsip efisiensi dan efektifitas. Pengertian efisiensi dan efektifitas dapat didefinisikan seperti gambar berikut (Sabarguna, 2008):<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Gambar 1. Prinsip Efisiensi dan Efektifitas<br />
Sumber: Sabarguna, 2008<br />
<br />
Aspek yang perlu manajemen perhatikan dalam manajemen rawat jalan adalah:<br />
a. tipe dan cakupan pelayanan<br />
b. pelaksanaan pelayanan<br />
c. penggunaan sumber daya<br />
d. alur pasien<br />
e. dampak dan kepuasan pasien<br />
f. pembayaran<br />
g. struktur organisasi<br />
Unsur tersebut dapat dirangkum dalam empat pokok yaitu (Sabarguna, 2008):<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Gambar 2. Alur empat Pokok Pelayanan<br />
Sumber: Sabarguna, 2008<br />
<br />
<br />
<br />
Alur manajemen pelayanan rawat jalan dapat digambarkan sebagai berikut (Sabarguna, 2008):<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Gambar 3. Alur manajemen pelayanan rawat jalan<br />
Sumber: Sabarguna, 2008<br />
<br />
B. Mutu Pelayanan<br />
Mutu tidak lepas dari kata “kualitas” atau mutu itu sendiri. Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna. Mutu didefinisikan sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan pelanggan baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Dengan kata lain mutu adalah kualitas, kesesuaian penggunaan sumber daya, kepuasan pemakai dan konsumen. <br />
1. Kaidah, standar dan ruang lingkup mutu<br />
Kaidah mutu adalah: <br />
1) mutu pelayanan kesehatan yang mencakup: terjangkau, tersedia, wajar, efektif, efisien, dan berkelanjutan. Dalam puskesmas adalah derajat kesempurnaan atau tingkat kesempurnaan penampilan pelayanan kesehatan. <br />
2) tuntutan terhadap mutu selalu berubah dan tinggi. <br />
3) mutu adalah kunci sukses. <br />
Standar mutu mencakup: <br />
1) standar mutu input, termasuk dalam hal ini adalah mutu petugas, bahan, alat dan sebagainya, dan biasanya dikaitkan dengan penggunaan dan penguasaan ilmu dan technologi. <br />
2) standar proses, mencakup mutu kerja dan mutu pelayanan, biasanya memakai standar etika atau kepuasan rata-rata komunitas. <br />
3) standar output atau produk, Biasanya dikaitkan dengan performance atau kinerja pemberi pelayanan kesehatan. Pengelolaan mutu harus selalu menghasilkan standarisasi, dan standarisasi bertujuan untuk mempertahankan hasil dan mencegah terulangnya masalah.<br />
Di Puskesmas, ruang lingkup mutu meliputi mutu petugas, termasuk kualifikasi, mutu kerja, bahan, alat, fasilitas, obat, pelayanan dan informasi. Sasaran yang ingin dicapai dalam upaya peningkatan mutu adalah: menurunkan angka kematian, menurunkan angka kecacatan, meningkatkan kepuasan masyarakat dan pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama di wilayah kerjanya, penggunaan obat secara rasional serta tindakan pengobatan yang wajar.<br />
2. Karakteristik kualitas dan indikator mutu<br />
Empat karakteristik yang melingkupi kualitas sebuah produk pelayanan kesehatan adalah: effectiveness, efficiency, acceptability dan legitimacy. Empat karakteristik pembentuk kualitas ini, dapat dilakukan manajemen kualitas dari pelayanan kesehatan. Karakteristik kualitas pelayanan kesehatan tersebut seharusnya dapat dirasakan oleh internal provider maupun masyarakat yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.<br />
Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan mutu, maka perlu diketahui pembentuk atau indikator dari mutu. Ada 10 dimensi yang membentuk mutu, yaitu: efektifitas, efisiensi, kompetensi, keamanan, kenyamanan, accessibility, kesinambungan, informative, komunikatif, ketepatan waktu. <br />
3. Total Quality Management (TQM)<br />
Secara garis besar, terdapat enam tantangan sekaligus harapan pokok yang perlu dikaji dan dikelola secara strategik dalam rangka menerapkan konsep Total Quality Management (TQM). Konsep TQM selalu dihubungkan dengan perbaikan kualitas secara berkesinambungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi atau berkenaan dengan penerapan TQM terdiri dari beberapa dimensi yakni: <br />
i. dimensi kualitas, <br />
ii. fokus pada pelanggan, <br />
iii. kepemimpinan, <br />
iv. perbaikan berkesinambungan, <br />
v. manajemen sumber daya manusia, dan <br />
vi. manajemen berdasarkan fakta (Tjiptono, 2002)<br />
Dimensi-dimensi kualitas jasa meliputi (Parasuraman et al. dalam Tjiptono, 2002: 70):<br />
1). Bukti langsung (tangibles)<br />
Dapat didefinisikan kemampuan perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik yang dapat diandalkan. Konsep ini meliputi fasilitas fisik: bangunan, perlengkapan, karyawan, fasilitas parkir, dan alat-alat kesehatan. <br />
2). Keandalan (reliability)<br />
Keandalan dapat didefinisikan kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Kinerja karyawan harus sesuai dengan harapan pelanggan misalnya: ketepatan waktu, pelayanan yang baik untuk semua pelanggan, akurasi yang tinggi.<br />
3). Daya tanggap (responsiveness)<br />
Merupakan kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Contoh daya tanggap yang tidak baik adalah membiarkan pasien menunggu terlalu lama untuk mendapatkan pelayan yang dimanfaatkannya. <br />
4). Jaminan (assurance)<br />
Mencakup kemampuan, pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keraguan, kemampuan karyawan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan pada perusahaan. Komponen dari jaminan antara lain adalah: komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun.<br />
5). Empati (Emphaty)<br />
Emphati dapat didefinisikan sebagai memberikan perhatian yang tulis dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Suatu perusahaan diharapkan dapat memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.<br />
Focus pada pelanggan. Kepuasan pelanggan merupakan faktor esensi dalam TQM. Langkah pertama dalam menerapkan TQM adalah memandang pasien sebagai pelanggan yang harus dilayani. <br />
Kepemimpinan. Kesadaran akan kualitas dalam organisasi tergantung pada banyak faktor intangibles, terutama sikap manjemen puncak (kepala Puskesmas maupun dinas kesehatan) terhadap kualitas.<br />
Perbaikan berkesinambungan. Perbaikan berkesinambungan berkaitan dengan komitmen (Continous Quality Improvement atau CQI) dan proses (continous process improvement). Komitmen terhadap kualitas dimulai dengan pernyataan dedikasi pada visi dan misi bersama, serta pemberdayaan semua partisipan untuk secara inkremental mewujudkan visi dan misi tersebut. Proses perbaikan berkesinambungan dapat dilakukan berdasarkan siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action). Siklus ini merupakan siklus perbaikan yang tidak pernah berakhir dan berlaku pada semua fase organisasi (Waluyo, 2005).<br />
Pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan harus didasarkan pada fakta nyata tentang kualitas yang didapatkan dari beragam sumber di seluruh jajaran organisasi. Jadi, keputusan tidak semata didasarkan atas intuisi, praduga, politik organisasional, maupun perasaan “like and dislike”.<br />
Kegiatan peningkatan mutu yang banyak sekarang dilakukan sekarang kurang menyentuh aspek klinik, tetapi lebih menekankan pada aspek administrasi manajemen dan pelayanan umum. Hal ini seperti hasil evaluasi Bapelkes Gombong (2000) terhadap pelaksanakaan Quality Assurance dan Total Quality Management di Jawa Tengah yang menyimpulkan: pelaksanaan manajemen mutu di rumah sakit lebih menekankan pada pelayanan umum dan administratif serta hanya sebagian pada pelayanan klinik, sulitnya menemukan indikator mutu dan keberhasilan pada kinerja yang diukur. Hal ini disebabkan salah satunya karena sulitnya melihatkan dokter spesialis dalam perumusan mutu (Kuntjoro, 2001).<br />
Secara lebih spesifik, layanan kunci dalam pelayanan kesehatan cukup kompleks dibandingkan sektor jasa yang lain. Sektor pelayanan kesehatan merupakan sektor yang kompleks karena melibatkan berbagai disiplin ilmu dan keahlian. Indikator kualitas layanan kunci yang penting bagi dokter sebagai konsumen meliputi (Sabarguna, 2008):<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Gambar 4. Layanan Kunci<br />
Sumber: Sabarguna, 2008<br />
<br />
C. Standar Pelayanan<br />
Standard pelayanan minimal adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yg merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal (Depkes, 2005). Standard pelayanan minimal di puskesmas antara lain mencakup:<br />
<br />
<br />
1. Anamnesa:<br />
Wawancara terhadap pasien atau keluarganya mengenai:<br />
a. Keluhan Utama.<br />
b. Keluhan tambahan.<br />
c. Riwayat penyakit terdahulu.<br />
d. Riwayat penyakit keluarga.<br />
e. Lamanya sakit.<br />
f. Pengobatan yang sudah dilakukan.<br />
g. Riwayat alergi obat.<br />
2. Pemeriksaan Fisik:<br />
a. Inspeksi : Keadaan umum pasien.<br />
b. Palpasi : Perabaan kemungkinan adanya benjolan, konsistensi hepar / lien<br />
c. Perkusi : Untuk menentukan batas jantung, keadaan paru, hepar, kemungkinan adanya ascites.<br />
d. Auskultasi : Untuk mengetahui keadaan jantung, paru dan peristaltik usus.<br />
3. Pelayanan Rujukan:<br />
Untuk pasien yang tidak mampu ditangani di Puskasmas diberikan surat rujukan ke RSU dengan menggunakan blangko surat rujukan yang tersedia sesuai jenis pasien (pasien umum, ASKES, JPK-MM ).<br />
<br />
<br />
4. Langkah-Langkah Kegiatan:<br />
a. Pasien dari loket pendaftaran menuju Ruang Pengobatan untuk menyerahkan kartu rawat jalan yang diterimanya di loket, kemudian menunggu di ruang tunggu sesuai antrean.<br />
b. Petugas di R. Pengobatan memanggil pasien untuk masuk ke ruang periksa sesuai nomor urut.<br />
c. Petugas mencocokkan identitas pasien dengan kartu rawat jalan.<br />
d. Petugas / dokter melakukan anamnesa terhadap pasien sbb:<br />
1) Keluhan Utama.<br />
2) Keluhan tambahan.<br />
3) Riwayat penyakit terdahulu.<br />
4) Riwayat penyakit keluarga.<br />
5) Lamanya sakit.<br />
6) Pengobatan yang sudah dilakukan.<br />
7) Riwayat alergi obat.<br />
e. Petugas / dokter melakukan pemeriksaan, sbb:<br />
1) Inspeksi : Keadaan umum pasien.<br />
2) Palpasi : Perabaan kemungkinan adanya benjolan, konsistensi hepar / lien.<br />
3) Perkusi : Untuk menentukan batas jantung, keadaan paru, hepar, kemungkinan adanya ascites.<br />
4) Auskultasi : Untuk mengetahui keadaan jantung, paru dan peristaltik usus. <br />
5) Petugas / dokter melakukan rujukan pasien ( bila ada indikasi ) ke: 1) Laboratorium 2) Ruang Pelayanan Gilut 3) KIA 4) KB 5) RSU.<br />
g. Petugas / dokter melakukan rujukan pasien dengan menggunakan blangko rujukan yang tersedian sesuai jenis pasien (Umum, ASKES, JPK-MM ).<br />
h. Petugas / dokter mencatat hasil pemeriksaan pada kartu rawat jalan.<br />
i. Petugas/dokter melakukan penegakan diagonosa, menentukan tindakan therapi sesuai Buku Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas dan Buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis yang berlaku. <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Gambar 5. Alur penanganan pasien<br />
Sumber: Depkes, 2005<br />
D. Peran dan Fungsi Perawat<br />
Perawat Puskesmas profesional yang ideal adalah perawat komunitas yang memiliki latar belakang pendidikan serta kompetensi di bidang keperawatan komunitas sehingga dapat menerapkan 12 peran dan fungsinya. Pada saat ini, sebagian besar (69 %) perawat Puskesmas masih berpendidikan SPK dan 31 % berpendidikan D3 Keperawatan. Untuk dapat meningkatkan kinerjanya dalam masa transisi, perawat Puskesmas diharapkan minimal dapat melaksanakan enam (6) perannya yaitu sebagai : (1) penemu kasus ; (2) pendidik kesehatan; (3) pemberi pelayanan kesehatan; (4) koordinator dan kolaborator; (5) konselor dan (6) panutan atau model peran (role model). (Depkes, 2005).<br />
Secara lebih rinci, ke enam (6) peran dan fungsi tersebut diuraikan sebagai berikut:<br />
1. Pemberi Pelayanan Kesehatan<br />
Perawat Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok/masyarakat berupa asuhan keperawatan kesehatan masyarakat yang utuh/holistik, komprehensif meliputi pemberian asuhan pada pencegahan tingkat pertama, tingkat kedua maupun tingkat ketiga. Asuhan keperawatan yang diberikan baik asuhan 22 SubDit Keperawatan Dasar dan Komunitas, 2004 langsung (direct care) kepada pasien/klien maupun tidak langsung (indirect care) diberbagai tatanan pelayanan kesehatan antara lain klinik Puskesmas, ruang rawat inap Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas Keliling, Sekolah, Rutan/Lapas, Panti, Posyandu, Keluarga (rumah pasien/klien), dan lain-lain.<br />
<br />
2. Penemu kasus<br />
Perawat Puskesmas berperan dalam mendeteksi dan menemukan kasus serta melakukan penelusuran terjadinya penyakit.<br />
3. Pendidik/ penyuluhan Kesehatan<br />
Pembelajaran merupakan dasar dari pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan semua tingkat pencegahan. Sebagai pendidik kesehatan, perawat Puskesmas mampu: mengkaji kebutuhan pasien/klien; mengajarkan agar melakukan pencegahan tingkat pertama dan peningkatan kesehatan pasien/klien kepada individu, keluarga, kelompok/masyarakat, pemulihan kesehatan dari suatu penyakit; menyusun program penyuluhan/pendidikan kesehatan, baik untuk topik sehat maupun sakit, seperti nutrisi, latihan/olah raga, manajemen stress, penyakit dan pengelolaan penyakit, dll; memberikan informasi yang tepat untuk kesehatan dan gaya hidup antara lain informasi yang tepat tentang penyakit, pengobatan dan lain-lain; serta menolong pasien/klien menyeleksi informasi/kesehatan yang bersumber dari buku-buku, koran, televisi, atau teman.<br />
4. Koordinator dan kolaborator<br />
Perawat Puskesmas melakukan koordinasi terhadap semua pelayanan kesehatan yangditerima oleh keluarga dari berbagai program, dan 23 bekerjasama dengan keluarga dalam keperawatan serta sebagai penghubung kesehatan dan sektor terkait lainnya.<br />
<br />
<br />
5. Pelaksana Konseling Keperawatan<br />
Tujuan konseling adalah pemecahan masalah secara efektif. Konseling yang efektif dapat dilakukan bila didasari adanya hubungan yang positif antara konselor dengan pasien/klien dan kesediaan konselor untuk membantu. Dalam fungsinya sebagai pelaksana konseling, perawat puskesmas membantu pasien/klien untuk mencari pemecahan masalah kesehatan dalam perubahan perilaku yang terjadi dan dihadapi pasien/ klien. Pemberian konseling, dapat dilakukan di klinik Puskesmas, Puskesmas Pembantu, rumah pasien/klien, Posyandu dan tatanan pelayanan kesehatan lainnya dengan melibatkan individu, keluarga, kelompok, masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan perawat Puskesmas antara lain menyediakan informasi, mendengar secara objektif, member dukungan, memberi asuhan dan meyakinkan pasien/ klien, menolong pasien/klien mengidentifikasi masalah dan faktor faktor yang terkait; memandu klien menggali permasalahan dan memilih pemecahan masalah yang dapat dikerjakan.<br />
6. Panutan atau model peran (role model)<br />
Perawat Puskesmas sebagai panutan atau "Role Model' , dimaksudkan bahwa perilakunya sehari-hari dicontoh oleh orang lain. Panutan ini digunakan pada semua tingkatan pencegahan terutama perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain 24 SubDit Keperawatan Dasardan Komunitas, 2004 memberi contoh praktek menjaga tubuh yang sehat baik fisik maupun mental seperti makan makanan bergizi, menjaga berat badan, olahraga secara teratur, tidak merokok, menyediakan waktu untuk istirahat (relax) setiap hari, komunikasi efektif, dll. Disamping itu, perawat Puskesmas juga harus menampilkan profesionalismenya dalam bekerja yaitu dengan menerapkan kode etik keperawatan, menggunakan pendekatan sistematik dan efektif dalam pengambilan keputusan. Dengan meningkatkan pendidikan dan kompetensi perawat Puskesmas, secara bertahap peran dan fungsi perawat Puskesmas juga dapat ditingkatkan, pada peran fungsi berikutnya.<br />
7. Pemodifikasi lingkungan<br />
Perawat Puskesmas melakukan kerjasama konsultasi dengan berbagai pihak terutama tenaga kesehatan lain untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat baik di sarana kesehatan maupun di keluarga masyarakat.<br />
8. Konsultan<br />
Sebagai konsultan, Perawat Puskesmas memberikan nasehat professional, pelayanan, atau informasi kepada pasienjklien untuk menolong memecahkan masalah spesifik atau meningkatkan keterampilan pasienjklien. Konsultasi merupakan proses interaksi atau komunikasi sementara antara dua orang atau lebih. Dalam perannya sebagai konsultan, perawat Puskesmas dapat memberikan panduan untuk pemecahan masalah keperawatan, peningkatan keterampilan keperawatan, peningkatan kesehatan, dan lain-lain. Konsultasi dapat digunakan untuk semua tingkat pencegahan.<br />
9. Advokasi<br />
Perawat Puskesmas mampu melakukan advokasi dalam rangka pemberdayaan pasien/klien dan peningkatan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan pasien/klien. Kegiatan yang dilakukan oleh Perawat Puskesmas antara lain merancang pelayanan kesehatan untuk pasien/klien yang tidak mampu melakukannya, berperan serta dalam perencanaan. Peningkatan sumber daya masyarakat untuk kesehatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan lain, menolong pasien/klien menggunakan sumberdaya kesehatan seoptimal mungkin.<br />
10. Manajer kasus<br />
Sebagai manajer, perawat Puskesmas menggunakan kemampuan spesifik untuk mengkoordinasikan kegiatan kegiatan lain untuk mencapai tujuan asuhan. Manajemen yang efektif dapat menolong mencapai tujuan dalam setiap tingkat pencegahan.Kegiatan yang dilakukan antara lain melakukan supervisi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien/klien maupun terhadap anggota tim lainnya, seperti kader kesehatan, anggota keluarga dan lain-lain.<br />
11. Peneliti<br />
Perawat Puskesmas seharusnya mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan yang ditemukan dan mencari solusi yang terbaik melalui proses penyelidikan yang ilmiah. Penelitian digunakan untuk menyelidiki topik yang terkait dengan pencegahan tingkat pertama kedua, ketiga, baik pad a individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat. Kegiatan yang dilakukan antara lain mengajukan penelitian keperawatan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan yang terkait dengan praktik keperawatan, menggunakan kriterla yang ditetapkan 26 SubDit Keperawatan Dasar dan Komunitas. 2004 untuk mengevaluasi hasil-hasil studi, membaca dan mengkritisi laporan penelitian secara teratur, berpartisipasi dalam penelitian lain seperti epidemiologi, perencanaan kesehatan dan perawat lain.<br />
<br />
12. Pemimpin dan Pembaharu<br />
Perawat Puskesmas diharapkan mampu mempengaruhi klien dan pihak lain untuk mencapai tujuan pelayanan yang telah ditetapkan dan berupaya menciptakan perubahan. Perawat Puskesmas menggunakan kepemimpinannya untuk mencapai tujuan pelayanan dalam semua tingkat pencegahan. Kegiatan yang dilakukan antara lain memberi masukan proses pengambilan keputusan untuk pasien/klien dan anggota tim lain, menstimulasi minat terhadap promosi kesehatan melalui asuhan keperawatan pada ketiga tingkat pencegahan; memberikan informasi yang terkait dengan promosi kesehatan kepada pasien/klien dan tenaga kesehatan lain; mendukung program promosi kesehatan, dan lain-lain.<br />
Keduabelas (12) peran dan fungsi perawat komunitas termasuk enam (6) peran dan fungsi minimal perawat Puskesmas, digambarkan sebagai berikut:<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Peran dan fungsi minimal <br />
Peran dan fungsi ideal <br />
Gambar 6. Peran dan Fungsi Perawat Puskesmas (Minimal dan Ideal)<br />
Sumber: Depkes, 2005<br />
<br />
E. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)<br />
Sebelum membahas pengertian manajemen sumber daya manusia (MSDM) ada baiknya ditelusuri dulu beberapa istilah pokok beserta pengertian-pengertian yang terkait. MSDM kalau dibedah akan dijumpai dua pengertian utama, yaitu manajemen dan Sumber Daya Manusia. Manajemen berasal dari kata kerja to manage, yang artinya mengurus, mengatur, melaksanakan dan mengelola. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu sumber daya yang terdapat dalam organisasi, meliputi semua orang yang melakukan aktivitas. Secara umum sumber daya yang terdapat suatu organisasi bisa dikelompokkan atas dua macam, yakni: sumber daya manusia dan sumber daya non manusia (yang termasuk di dalamnya antara lain modal, mesin, teknologi, material dan lain-lain).<br />
Jadi secara sederhana pengertian MSDM adalah mengelola sumber daya manusia. Dari keseluruhan sumber daya yang tersedia dalam suatu organisasi, baik organisasi publik maupun swasta, sumber daya manusialah yang paling penting dan sangat menentukan. Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal, perasaan, keinginan, kemampuan, ketrampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya. Satu-satunya sumber daya yang memiliki akal, rasa, dan karsa. Semua potensi sumber daya manusia tersebut sangat berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam pencapaian tujuannya. Betapa pun majunya teknologi, berkembangnya informasi, tersedianya modal dan memadainya bahan, namun jika tanpa sumber daya manusia maka akan sulit bagi organisasi untuk mencapai tujuannya. Jadi betapa bagusnya perumusan tujuan dan rencana organisasi, agaknya hanya akan sia-sia belaka jika unsur sumber daya manusianya tidak diperhatikan, apalagi kalau ditelantarkan.<br />
1. Ruang lingkup MSDM<br />
Tugas MSDM berkisar pada upaya mengelola unsur manusia dengan segala potensi yang dimilikinya seefektif mungkin sehingga dapat memperoleh sumber daya manusia yang puas dan memuaskan bagi organisasi. Lingkup MSDM meliputi semua aktivitas yang berhubungan dengan sumber daya manusia dalam organisasi, antara lain adalah: rancangan organisasi: perencanaan sumber daya manusia, analisis pekerjaan, rancangan pekerjaan, team kerja, sistem informasi. Staffing yang meliputi: Rekrut/interview/memperkerjakan, Pengesahan, Promosi/ pemindahan/separasi, pelayanan-pelayanan outplacement, Pengangkatan/orientasi, metode-metode seleksi pekerja.<br />
Komponen lain adalah sistem reward, tunjangan-tunjangan, dan pematuhan meliputi: program-program keamanan, pelayanan-pelayanan kesehatan, prosedur-prosedur pengaduan, administrasi kompensasi, administrasi pengupahan, administrasi tunjangan asuransi, rencana pembagian keuntungan, hubungan kerja. Manajemen performasi meliputi: penilaian manajemen, program peningkatan/produktivitas, penilaian performasi yang difokuskan pada klien, pengembangan pekerja dan organisasi, pengembangan pengawasan, pengembangan karier, program pembinaan, pelatihan ketrampilan. Komponen nonmanajemen meliputi: program persiapan pension, penelitian terhadap sikap. Komponen komunikasi dan relasi publik yakni: sistem informasi/laporan/catatan SDM, sistem penyaranan, penelitian SDM.<br />
2. Pembagian tugas tenaga SDM di puskesmas<br />
Pembagian tugas dan struktur organisasi puskesmas disesuaikan dengan beban kerja yang ditanggung oleh masing-masing puskesmas. Secara umum, dalam struktur Puskesmas terdiri dari: Kepala Puskesmas, Unit Tata Usaha (data dan informasi, perencanaan dan penilaian, keuangan, umum dan kepegawaian), unit pelaksana teknis fungsional, jaringan pelayanan Puskesmas (meliputi: unit Puskesmas Pembantu, Unit Puskesmas Keliling, Unit Bidan di Desa/Komunitas). Kriteria personalia yang mengisi struktur organisasi Puskesmas disesuaikan dengan tugas dan tanggungjawab Puskesmas (KepMenKes No.128/MENKES/SK /II/2004). Peranan petugas medis di puskesmas dalam perawatan kesehatan, seperti perawatan antenatal dapat dibagi seperti pada tabel berikut:<br />
Tabel 1. Pembagian Tugas di Puskesmas<br />
Tenaga Peranan Fungsi Tugas<br />
Dokter Kepala Puskesmas - Konsultan medik<br />
- Manajer - Pembinaan ketenagaan di wilayah kerja <br />
- Koordinasi<br />
- Integrasi <br />
- Manajemen<br />
- Pelayanan kasus rujukan<br />
Bidan Pengelola unit KIA-KB Pelaksana KIA-KB -pelayanan antenatal<br />
-pelayanan perinatal<br />
-pelayanan KB<br />
-pelayanan persalinan<br />
-pelayanan nifas<br />
-penanggungjawab RR<br />
-supervisi dukun<br />
-supervisi kader<br />
Perawat Staf unit KIA-KB Staf Pelaksana KIA-KB - Melakukan kunjungan rumah kasus KIA-KB<br />
- Pelayanan antenatal<br />
- Pelayanan KB<br />
- Membuat RR<br />
- Membina, membimbing dukun bayi dan kader dalam KIA-KB<br />
PK-E Staf unit KIA-KB Staf Pelaksana KIA-KB - Membantu bidan dalam kunjungan rumah<br />
- Pelayanan antenatal<br />
- Pelayanan KB<br />
- Menolong persalinan<br />
- Pelaksana RR<br />
Sumber: KepMenKes No.128/MENKES/SK /II/2004HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-1091159892178639282018-10-11T23:28:00.001+08:002018-10-13T15:30:03.153+08:00 FRAMBUSIA / PATEK / YAWSa. Sejarah Frambusia<br />
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treptonema pallidum ssp.pertenue yang memiliki 3 stadium dalam proses manifestasi ulkus seperti ulkus atau granuloma (mother yaw), lesi non-destruktif yang dini dan destruktif atau adanya infeksi lanjut pada kulit, tulang dan perios. Penyakit ini adalah penyakit kulit menular yang dapat berpindah dari orang sakit frambusia kepada orang sehat dengan luka terbuka atau cedera/ trauma (Greenwood, 1994).<br />
Penyakit Frambusia (yaws) pertama kali ditemukan oleh Castellani, pada tahun 1905 yang berasal dari bakteri besar (spirocheta) bentuk spiral dan motil dari famili (spirochaetaceae) dari ordo<br />
<a name='more'></a> spirochaetales yang terdiri dari 3 genus yang phatogen pada manusia (treponema, borelia dan leptospira). Spirohaeta mempunyai ciri yang sama dengan pallidum yaitu panjang, langsing”helically coiled”, bentuk spiral seperti pembuka botol dan basil gram negatif. Treponema memiliki kulit luar yang disebut glikosaminoglikan, di dalam kulit memiliki peptidoglikan yang berperan mempertahankan integritas struktur organisme (Jawetz, et al, 2005)<br />
Genus treponema terdiri dari Treponema pallidum subspesies pallidum yang menyebabkan sifilis, Treponema pallidum subspecies perteneu yang menyebabkan frambusia (yaws/puru/pian), treponema pallidum subspecies endemicum yang menyebabkan sifilis (disebut bejel) dan treponema carateum yang menyebabkan pinta (Jawetz, et al, 2005; Greenwood, et al 1994; Noordhoek, et al, 1990).<br />
b. Epidemiologi <br />
Frambusia terutama menyerang anak-anak yang tinggal di daerah tropis di pedesaan yang panas, lembab, ditemukan pada anak-anak umur antara 2–15 tahun lebih sering pada laki-laki. Prevalensi frambusia secara global menurun drastis setelah dilakukan kampanye pengobatan dengan penisilin secara masal pada tahun 1950-an dan 1960-an sehingga menekan peningkatan kasus frambusia, namun kasus frambusia mulai ditemukan lagi di sebagian besar daerah khatulistiwa Afrika Barat dengan penyebaran infeksi tetap berfokus di daerah Amerika Latin, Kepulauan Karibia, India dan Thailand Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik Selatan, Papua New Guinea, kasus frambusia selalu berubah sesuai dengan perubahan iklim. Di daerah endemik frambusia prevalensi infeksi meningkat selama musim hujan. Menurut WHO (2006) bahwa kasus frambusia di Indonesia pada tahun 1949 meliputi NAD, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa (Jawa Timur) dan sebagian besar Wilayah Timur Indonesia yang meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua. <br />
Penurunan prevalensi Frambusia secara bermakna terjadi pada tahun 1985 sampai pada tahun 1995 dengan prevalensi rate frambusia turun secara dramatis dari 22,1 (2210 per 10.000 penduduk) menjadi kurang dari 1 per 10.000 penduduk di daerah kabupaten dan propinsi, strategi pencapaian target secara nasional Departemen Kesehatan yaitu jumlah frambusia kurang dari 0,1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Jawa dan Sumatera, lebih dari 1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Indonesia Timur (Papua, Maluku, NTT dan Sulawesi). Untuk menjangkau daerah-daerah kantong frambusia yang jumlahnya tersebar di beberapa Propinsi dan beberapa Kabupaten di Indonesia maka dilakukan survey daerah kantong frambusia yang dimulai tahun 2000. Propinsi yang masih mempunyai banyak kantong frambusia diprioritaskan untuk dilakukan sero survei, yaitu NAD, Jambi, Jawa Timur, Banten, Sulawesi Tenggara dan NTT. Hal ini di pengaruhi oleh 3 faktor yang penting, yaitu faktor host (manusia), agent (vector) dan environtment (lingkungan) termasuk di dalam faktor host yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku perorangan. (Depkes, 2004).<br />
c. Pathogenesis<br />
Noordhoek, et al, (1990) mengatakan bahwa terdapat infeksi alamiah yang disebabkan oleh Treponema pallidum terhadap inang (manusia) ditularkan melalui hubungan seksual dan infeksi lesi langsung pada kulit atau membran selaput lendir pada genetalia. Pada 10–20 kasus lesi primer merupakan intrarektal, perianal atau oral atau di seluruh anggota tubuh dan dapat menembus membran selaput lendir atau masuk melalui jaringan epidermis yang rusak. <br />
Spirocheta secara lokal berkembang biak pada daerah pintu masuk dan beberapa menyebar di dekat nodul getah bening mungkin mencapai aliran darah. Dua hingga 10 minggu setelah infeksi, papul berkembang di daerah infeksi dan memecah belah membentuk ulcer yang bersih dan keras (chancre). Inflamasi ditandai dengan limfosit dan plasma sel yang membuat ruang berupa maculapapular merah di seluruh tubuh, termasuk tangan, kaki dan papul yang lembab, pucat (condylomas) di daerah anogenital, axila dan mulut. (Djuanda, et al., 2007)<br />
Lesi primer dan sekunder ini sangat infeksius karena mengandung banyak spirocheta. Lesi yang infeksius mungkin akan kambuh dalam waktu 3–5 tahun. Infeksi sifilis tetap subklinis dan pasien akan melewati tahap primer dan sekunder tanpa gejala atau tanda-tanda berkembangnya lesi tersier. Pada pasien dengan infeksi laten penyakit akan berkembang ketahap tersier ditandai dengan perkembangan lesi granulommatous (gummas) pada kulit, tulang dan hati; lesi cardiovaskuler (aortitis, aortic aneurysm, aortic value insuffiency). lesi tertier treponema jarang ditemua dan respon jaringan yang meningkat ditandai dengan adanya hypersensitivitas organisme. Treponema yang menahum dan atau laten terkadang infeksi dimata atau sistem saraf pusat (Noordhoek, et al, 1990; Bahmer, et al, 1990)<br />
Pada subspecies perteneu infeksi terjadi akibat adanya kontak berulang antar individu dalam waktu tertentu sehingga memudahkan treponema untuk berkembang biak, infeksi bakteri treponema ssp.parteneu berbentuk spirochetes tersebut ada dijaringan epidermis mudah menular di jaringan kulit lecet atau trauma terbuka. Klasifikasi Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia; secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit; latent stage bakteri relaps atau gejala hampir tidak ada; tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan, (Smith, 2006 ; Greenwood, et al, 1994 ; Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al., 2005). <br />
d. Cara penularan frambusia <br />
Penularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung (Depkes,2005), yaitu :<br />
1) Penularan secara langsung (direct contact) . <br />
Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain. Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung Treponema pertenue) yang terdapat pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada lukanya. Penularan mungkin juga terjadi dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan selaput lendir. <br />
2) Penularan secara tidak langsung (indirect contact) .<br />
Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut. Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2 kemungkinan: <br />
a) Infeksi effective. Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia. <br />
b) Infeksi ineffective. Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit frambusia (Depkes, 2005).<br />
Penularan penyakit frambusia pada umumnya terjadi secara langsung sedangkan penularan secara tidak langsung sangat jarang terjadi (FKUI, 1988).<br />
e. Gejala Klinis<br />
Penyakit fambusia tidak menyerang jantung, pembuluh darah, otak dan saraf dan tidak ada frambusia kongenital, namun daerah endemis pada musim hujan penderita baru akan bertambah. Gejala klinis terdiri atas 3 stadium pertama pada tungkai bawah sebagai tempat yang mudah trauma; masa tunas berkisar antara 3-6 minggu. Kelainan papul yang eritematosa, menjadi besar berupa ulkus dengan dasar papilomatosa. Jaringan granulasi banyak mengeluarkan serum bercampur darah yang mengandung treponema. Serum mengering menjadi krusta berwarna kuning-kehijauan, pembesaran kelenjar limfe regional konsistensi keras dan tidak nyeri. Stadium satu dapat menetap beberapa bulan kemudian sembuh sendiri dengan meninggalkan sikatriks yang cekung dan atrofik. Stadium kedua; dapat timbul setelah stadium pertama sembuh atau sering terjadi tumpang tindih antara stadium satu dan stadium dua (overlapping). (Djuanda, et al., 2007).<br />
Erupsi yang generalisata timbul pada 3 – 12 bulan setelah penyakit berlangsung. Kelainannya berkelompok, tempat predileksi di sekeliling lubang badan, muka dan lipatan-lipatan tubuh. Papul-papul yang milliar menjadi lentikular dapat tersusun korimbiform, arsinar atau numular. Kelainan ini membasah, berkrusta dan banyak mengandung treponema. Pada telapak kaki dapat terjadi keratoderma jalannya seperti kepiting karena nyeri tulang ekstremitas atas dan bawah, spina ventosa pada jari anak-anak, polidaktilitis, sinar rontgen tampak rarefaction pada korteks dan destruksi pada perios, (Jawetz, et al., 2005).<br />
Pada stadium lanjut sifatnya destruktif menyerang kulit, tulang dan persendian meliputi nodus dan guma, keratoderma pada telapak kaki dan tangan, gangosa dan goundou; menurut Djuanda, et al., (2007) pada fase lanjut ini beberapa istilah pada frambusia stadium lanjut : nodus dapat melunak, pecah menjadi ulkus, dapat sembuh di tengah luka dan meluas ke perifer; guma umumnya terdapat pada tungkai. Mulai dengan nodus yang tidak nyeri, keras, dapat digerakan, kemudian melunak, memecah dan meninggalkan ulkus yang curam (punched out), dapat mendalam sampai ke tulang atau sendi mengakibatkan ankilosis dan deformitas; gangosa: mutilasi pada fosa nasalis, palatum mole hingga membentuk sebuah lubang suaranya khas sengau; goundou : eksositosis tulang hidung dan di sekitarnya, pada sebelah kanan–kiri batang hidung yang membesar; bisa disertai demam; tulang : berupa periostitis dan osteitis pada tibia, ulna, metatarsal dan metakarpal, tibia berbentuk seperti pedang, kiste di tulang mengakibatkan fraktur spontan.<br />
f. Pemeriksaan Diagnostik<br />
Menurut Noordhoek, et al, (1990) diagnosa dapat ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik langsung FA (Flourescent Antibody) dari eksudat yang berasal dari lesi primer atau sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL (venereal disease research laboratory), RPR (rapid plasma reagin) reaktif pada stadium awal penyakit menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian, walaupun tanpa terapi yang spesifik, dalam beberapa kasus penyakit ini memberikan hasil yang terus reaktif pada titer rendah seumur hidup. Test serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (fluorescent trepanomal antibody – absorbed), MHA-TP (microhemag-glutination assay for antibody to t. pallidum) biasanya tetap reaktif seumur hidup.<br />
g. Pengobatan <br />
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan pengobatan utama adalah benzatin penicilin dengan dosis yang sama, alternatif pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin. Anjuran pengobatan secara epidemiologi untuk frambusia adalah sebagai berikut : <br />
1) Bila sero positif >50% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun >5% maka seluruh penduduk diberikan pengobatan.<br />
2) Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi penderita di suatu desa 2%-5% maka penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan pengobatan<br />
3) Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun < 2% maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan
4) Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan seluruh murid dalam kelas yang sama. Dosis dan cara pengobatan sbb:
Tabel 1. Dosis dan cara pengobatan frambusia
Pilihan utama
Umur Nama obat Dosis Pemberian Lama pemberian
< 10 thn Benz.penisilin 600.000 IU IM Dosis Tunggal
≥ 10 tahun Benz.penisilin 1.200.000 IU IM Dosis Tunggal
Alternatif
< 8 tahun Eritromisin 30mg/kgBB bagi 4 dosis Oral 15 hari
8-15 tahun Tetra atau erit. 250mg,4x1 hri Oral 15 hari
>8 tahun Doxiciclin 2-5mg/kgBB bagi 4 dosis Oral 15 hari <br />
Dewasa 100mg 2x1 hari Oral 15 hari <br />
Keterangan : Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita frambusia yang alergi terhadap penicillin. Tetrasiklin tidak diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui atau anak dibawah umur 8 tahun<br />
(Sumber: Pedoman Eradikasi Frambusia, Departemen Kesehatan RI, Dirjen Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan, 2007)<br />
<br />
h. Pencegahan dan Pemberantasan Frambusia.<br />
1) Upaya pencegahan. Upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan yang dapat dilakukan adalah. a) Lakukanlah upaya promosi kesehatan umum, berikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang treponematosis, jelaskan kepada masyarakat untuk memahami pentingnya menjaga kebersihan perorangan dan sanitasi-sanitasi yang baik, termasuk penggunaan air dan sabun yang cukup dan pentingnya untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi dalam jangka waktu panjang untuk mengurangi angka kejadian. b) Mengorganisir masyarakat dengan cara yang tepat untuk ikut serta dalam upaya pemberantasan dengan memperhatikan hal-hal yang spesifik di wilayah tersebut.periksalah seluruh anggota masyarakat dan obati penderita dengan gejala aktif atau laten. Pengobatan kontak yang asimptomatis perlu dilakukan dan pengobatan terhadap seluruh populasi perlu dilakukan jika prevalensi penderita dengan gejala aktif lebih dari 10%. Survei klinis secara rutin dan surveilans yang berkesinambungan merupakan kunci sukses upaya pemberantasan. c) Survey serologis untuk penderita laten perlu dilakukan terutama pada anak-anak untuk mencegah terjadinya relaps dan timbulnya lesi infektif yang menyebabkan penularan penyakit pada komunitas tetap berlangsung. d) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang mamadai untuk dapat melakukan diagnosa dini dan pengobatan dini sebagai bagian dari rencana kampanye pemberantasan di masyarakat (lihat butir 9A2 di atas). Hendaknya fasilitas diagnosa dan pengobatan dini terhadap frambusia ini merupakan bagian yang terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat yang permanen. e) Lakukan penanganan terhadap penderita cacat dan penderita dengan gejala lanjut. <br />
2) Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya; a) Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang: Di daerah endemis tertentu dibeberapa negara tidak sebagai penyakit yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat laporan tentang penularan penyakit) membedakan treponematosis venereal dan non venereal dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal yang penting untuk dilakukkan dalam upaya evaluasi terhadap kampanye pemberantasan di masyarakat dan penting untuk konsolidasi penanggulangan pada periode selanjutnya. b) Isolasi: Tidak perlu; hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi lingkungan sampai luka sembuh. c) Disinfeksi serentak: bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan discharge dan buanglah discharge sesuai dengan prosedur, d) Karantina: Tidak perlu e) Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu, f) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak dengan penderita harus diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif diperlakukan sebagai penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah, obati semua penderita dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta setiap orang yang kontak dengan sumber infeksi. g) Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif dan terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G (Bicillin) 1,2 juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun. <br />
Upaya penanggulangan wabah: Lakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat di daerah dengan prevalensi tinggi. Tujuan utama dari program ini adalah: 1) pemeriksaan terhadap sebagian besar penduduk dengan survei lapangan; 2) pengobatan terhadap kasus aktif yang diperluas pada keluarga dan kelompok masyarakat sekitarnya berdasarkan bukti adanya prevalensi frambusia aktif; 3) lakukan survei berkala dengan tenggang waktu antara 1 – 3 tahun sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan disuatu negara.HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-41580799461391196702018-10-11T23:24:00.000+08:002018-10-13T15:32:00.890+08:00ASKEP PATENT DUCTUS ARTERIOUS (PDA)ASKEP PATENT DUCTUS ARTERIOUS (PDA)<br />
1 Anatomi Ductus Arteriosus<br />
Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan aliran darah pulmonal (arteri pulmonalis) ke aliran darah sistemik (aorta) dalam masa kehamilan (fetus). Hubungan ini (shunt) diperlukan oleh karena sistem respirasi fetus yang belum bekerja di dalam masa kehamilan tersebut. Aliran darah balik fetus akan bercampur dengan aliran darah bersih dari ibu (melalui vena umbilikalis) kemudian masuk ke dalam atrium kanan dan kemudian dipompa oleh ventrikel kanan kembali ke aliran sistemik melalui duktus arteriosus, dan hanya sebagian yang diteruskan ke paru.<br />
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. (Buku ajar kardiologi FKUI, 2001 ; 227)<br />
<a name='more'></a><br />
Dinding duktus arteriosus terutama terdiri dari lapisan otot polos (tunika media) yang tersusun spiral. Diantara sel-sel otot polos terdapat serat-serat elastin yang membentuk lapisan yang berfragmen, berbeda dengan aorta yang memiliki lapisan elastin yang tebal dan tersusun rapat (unfragmented). Sel-sel otot polos pada duktus arteriosus sensitif terhadap mediator vasodilator prostaglandin dan vasokonstriktor (pO2). Setelah persalinan terjadi perubahan sirkulasi dan fisiologis yang dimulai segera setelah eliminasi plasenta dari neonatus. Adanya perubahan tekanan, sirkulasi dan meningkatnya pO2 akan menyebabkan penutupan spontan duktus arteriosus dalam waktu 2 minggu.<br />
2 Definisi Patent Ductus Arteriosus<br />
Patent Ductus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. ( Suriadi, Rita Yuliani, 2001 : 235)<br />
Gambar 2. Patent Ductus arteriosus. ( www.web-books.com)<br />
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375)<br />
Patent Ductus Arteriosus (PDA) atau Duktus Arteriosus Paten (DAP) adalah kelainan jantung kongenital (bawaan) dimana tidak terdapat penutupan (patensi) duktus arteriosus yang menghubungkan aorta dan pembuluh darah besar pulmonal setelah 2 bulan pasca kelahiran bayi. Biasanya duktus arteriosus akan menutup secara normal dalam waktu 2 bulan dan meninggalkan suatu jaringan ikat yang dikenal sebagai ligamentum arteriosum. PDA dapat merupakan kelainan yang berdiri sendiri (isolated), atau disertai kelainan jantung lain.<br />
3 Etiologi<br />
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :<br />
1. Faktor Prenatal :<br />
a. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.<br />
b. Ibu alkoholisme.<br />
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.<br />
d. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.<br />
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.<br />
f. Bayi yang lahir prematur (kurang dari 37 minggu)<br />
2. Faktor Genetik :<br />
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.<br />
b. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.<br />
c. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.<br />
d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.<br />
(Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)<br />
3. Patofisiologi<br />
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta ( tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmonal (tekanan lebih rendah). Aliran kiri ke kanan ini meneyebabkan resirkulasi darah beroksigen tinggi yang jumlahnya semakin banyak dan mengalir ke dalam paru, serta menambah beban jantung sebelah kiri.Usaha tambahan dari ventrikel kiri untuk memenuhi peningkatan kebutuhan ini menyebabkan pelebaran dan hipertensi atrium kiri yang progresif. Dampak semuanya ini adalah meningkatnya tekanan vena dan kapiler pulmoner, menyebabkan terjadinya edema paru. Edema paru ini menimbulkan penurunan difusi oksigen dan hipoksia, dan terjadi kontriksi arteriol paru yang progresif. Akan terjadi hipertensi pulmoner dan gagal jantung kanan jika keadaan ini tidak dikoreksi melalui terapi medis atau bedah. Penutupan PDA terutama tergantung pada respon konstriktor dari duktus terhadap tekanan oksigen dalam darah. Faktor lain yang mempengaruhi penutupan duktus adalah pengaruh kerja prostalglandin, tahanan pulmoner dan sistemik, besarnya duktus, dan keadaan si bayi (prematur atau cukup bulan). PDA lebih sering terdapat pada bayi prematur dan kurang dapat ditoleransi karena mekanisme kompensasi jantungnya tidak berkembang baik dan pirai kiri ke kanan itu cenderung lebih besar.<br />
Pada bayi prematur (kurang dari 37 minggu) duktus dipertahankan tetap terbuka oleh prostaglandin yang kadarnya masih tinggi, karena memang belum waktunya bayi lahir. Karena itu duktus arteriosus persisten pada bayi prematur dianggap sebagai developmental patent ductus arteriosus, bukan struktural patent ductus arteriosus seperti yang terjadi pada bayi cukup bulan. Pada bayi prematur dengan penyakit membran hialin (sindrom gawat nafas akibat kekurangan surfaktan), ductus arteriosus persisten sering bermanifestasi setelah sindrom gawat nafasnya membaik.<br />
Pada ibu yang terinfeksi rubella, pelepasan prostaglandin (6-ketoprostaglandin F1) akan meningkat yang disertai dengan faktor nekrosis tumor yang dapat meningkatkan resiko pembukaan duktus arteriosus.<br />
5. Manifestasi Klinis<br />
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat<br />
menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF), diantaranya :<br />
• Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung<br />
• Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar<br />
di tepi sternum kiri atas)<br />
• Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat,<br />
Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mmHg)<br />
• Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik<br />
• Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.<br />
• Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah<br />
• Apnea<br />
• Tachypnea<br />
• Nasal flaring<br />
• Retraksi dada<br />
• Hipoksemia<br />
• Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)<br />
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 ; 376)<br />
Jika PDA memiliki lubang yang besar, maka darah dalam jumlah yang besar akan membanjiri paru-paru. Anak tampak sakit, dengan gejala berupa:<br />
1. tidak mau menyusu<br />
2. berat badannya tidak bertambah<br />
3. berkeringat<br />
4. kesulitan dalam bernafas<br />
5. denyut jantung yang cepat.<br />
Timbulnya gejala tersebut menunjukkan telah terjadinya gagal jantung kongestif, yang seringkali terjadi pada bayi prematur.<br />
6. Pemeriksaan Diagnostik<br />
1. 1. Analisis gas darah arteri <br />
• Biasanya menunjukkan kejenuhan yang normal karena paru overcirculation<br />
• Ductus arteriosus besar dapat menyebabkan hypercarbia dan hypoxemia dari CHF dan ruang udara penyakit (atelektasis atau intra-alveolar cairan / pulmonary edema).<br />
• Dalam kejadian hipertensi arteri pulmonal persisten (terus-menerus sirkulasi janin); kanan-ke-kiri intracardiac shunting darah, aliran darah paru berkurang dengan dihasilkannya hypoxemia, sianosis, dan mungkin acidemia hadir.<br />
1. Foto thorak. Atrium dan ventrikael kiri membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat<br />
2. Ekhokardiografi. Rasio atrium kiri terhadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi lebih dari 1,0 pada bayi patern(disebabkan oleh peningkatan volume atriu kiri sebagai akibat dari paru kiri ke kanan)<br />
3. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.<br />
4. EKG. sesuai yingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.<br />
5. Kateterisasi jantung. Untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan bila ada defek tambahan lain.<br />
6. Magnetic Resonance Imaging (MRI) <br />
1. 8. Perkembangan lebih lanjut dari penyakit ini tergantung pada volume dan tekanan hubungan.<br />
• Volume = tekanan / perlawanan<br />
• Volume suara tinggi menghasilkan peningkatan tekanan arteri paru-paru pada akhirnya menghasilkan perubahan endotel dan otot dalam dinding pembuluh darah.<br />
• Perubahan ini mungkin akhirnya menyebabkan penyakit paru obstruktif vaskular (PVOD), suatu kondisi perlawanan terhadap aliran darah paru yang mungkin tidak dapat diubah dan akan menghalangi perbaikan definitif.<br />
7. Penatalaksanaan <br />
A. Medikamentosa <br />
1. 1. Tidak diperlukan pembatasan aktivitas tanpa adanya hipertensi pulmonal.<br />
2. 2. Pada bayi prematur diberikan anti-prostaglandin misalnya indometasin selama 5 hari.<br />
3. 3. Indometasin tidak efektif untuk menutup PDA pada bayi cukup bulan karena terbukanya duktus bukan disebabkan oleh prostaglandin.<br />
4. 4. Dipertimbangkan pemberian profilaksis SBE pada PDA besar.<br />
B. Invasif<br />
Penutupan PDA melalui kateterisasi dapat dipertimbangkan. Penggunaan stainless coil untuk menutup PDA diindikasikan untuk diameter < 2,5 mm dengan residual shunt rate 5 – 10%. Komplikasi tindakan ini adalah leakage, emboli coil ke perifer, hemolisis, stenosis LPA, oklusi femoralis
C. Bedah
1. 1. Tindakan bedah adalah ligasi atau divisi PDA melalui torakotomi kiri.
2. 2. Angka mortalitas < 1 %
Jika pada saat bayi berusia beberapa minggu terjadi gagal jantung, maka segera dilakukan pembedahan. Jika gejalanya hanya berupa murmur, maka pembedahan biasanya dilakukan pada saat anak berusia 1 tahun. Jika tidak ada gejala, pembedahan ditunda sampai anak berumur 6 bulan – 3 tahun.
Terdapat beberapa cara untuk mengatasi PDA, yang pemilihannya tergantung kepada berbagai faktor :
1. 1. PDA kecil dalam jangka penuh bayi mungkin secara spontan menutup tanpa intervensi. PDA besar tidak mungkin untuk menutup.
2. 2. Pasien dengan CHF membutuhkan terapi medis untuk CHF diikuti dengan prosedur definitif untuk menutup PDA baik oleh pembedahan atau kateterisasi.
3. 3. Bedah perbaikan direkomendasikan untuk pasien dengan PDA kecil sampai besar karena risiko endokarditis. Komplikasi ligasi bedah sebagian besar terkait dengan torakotomi lateral kiri. Bedah angka kesakitan dan kematian dapat diabaikan, dan awal komplikasi pascabedah yang berhubungan dengan komplikasi lain lahir prematur.
4. 4. Profilaksis untuk infeksi endokarditis (subakut bakteri endokarditis [SbE]) harus diikuti pada saat-saat diperkirakan risiko (bakteremia) sampai pasien dapat mengalami perbaikan. (Khusus rekomendasi untuk antibiotik profilaksis dapat ditemukan di setiap arus penyakit infeksi atau antibiotik referensi.)
5. 5. Transfer ke pusat perawatan tersier adalah wajib bagi pasien dalam presentasi di jerau extremis CHF sekali stabil dengan diuretik dan ventilasi tekanan positif, seperti yang ditunjukkan.
8. Komplikasi
Sebuah ductus arteriosus paten kecil mungkin tidak menimbulkan komplikasi. Namun cacat yang lebih besar yang tidak diobati dapat berakibat buruk, antara lain :
1. 1. Tekanan darah tinggi di paru-paru (hipertensi pulmonal). Bila terlalu banyak darah terus beredar melalui jantung arteri utama melalui patent ductus arteriosus, dapat menyebabkan hipertensi pulmonal. Pulmonary hypertension can cause permanent lung damage. Hipertensi paru dapat menyebabkan kerusakan paru-paru permanen. Sebuah ductus arteriosus paten yang besar dapat menyebabkan Eisenmenger’s syndrome, suatu jenis ireversibel hipertensi paru.
2. 2. Gagal jantung. Sebuah paten ductus arteriosus pada akhirnya dapat menyebabkan otot jantung melemah, menyebabkan gagal jantung. Gagal jantung adalah suatu kondisi kronis di mana jantung tidak dapat memompa secara efektif.
3. 3. Infeksi jantung (endokarditis). Orang-orang dengan masalah jantung struktural, seperti patent ductus arteriosus, berada pada risiko tinggi infeksi endokarditis daripada populasi umum. Endokarditis infeksi adalah suatu peradangan pada lapisan dalam jantung yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
4. 4. Detak jantung tidak teratur (aritmia). Pembesaran hati karena ductus arteriosus paten meningkatkan resiko aritmia. Ini biasanya terjadi peningkatan risiko hanya dengan ductus arteriosus paten yang besar.
5. 5. Gagal ginjal
6. 6. Obstruksi pembuluh darah pulmonal
7. 7. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
8. 8. Enterokolitis nekrosis
9. 9. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia bronkkopulmoner)
10. 10. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
11. 11. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin)
12. 12. CHF
13. 13. Gagal tumbuh
(Betz & Sowden, 2002 ; 376-377, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)
PGE1 harus digunakan untuk mempertahankan patency dari ductus arteriosus setelah ditetapkan bahwa lesi tergantung duktus ada.. Namun, PGE adalah vasodilator paru-paru dan dapat menyebabkan eksaserbasi CHF dengan cara meningkatkan aliran darah paru.
9. Prognosis
Jika PDA relatif kecil, gejala yang ditimbulkan pada jantung kemungkinan dapat berkembang. Pasien dengan PDA yang cukup besar, masalah yang ditimbulkan pada jantung dapat diminimalisir dengan tindakan bedah.
Tindakan dengan mengunakan pengobatan dapat diandalkan dalam beberapa situasi, dengan sedikit efek samping. Pengobatan yang dilakukan sesegera mungkin, akan menunjukkan hasil yang lebih baik.
Pembedahan dapat membawa beberapa resiko yang signifikan pada jantung, pembedahan dapat menghilangkan beberapa masalah yang ditimbulkan oleh PDA, tapi ini juga dapat mneimbulkan masalah baru. Keuntungangn dan resiko lebih baik dikaji lebih mendalam sebelum dilakukan sebuah pembedahan.
ASUHAN KEPERAWATAN
1 Pengkajian
Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. ( Carpenito, 2000, 2 ).
a. Anamnesa
1. Identitas ( Data Biografi)
PDA sering ditemukan pada neonatus, tapi secara fungsional menutup pada 24 jam pertama setelah kelahiran. Sedangkan secara anatomic menutup dalam 4 minggu pertama. PDA ( Patent Ductus Arteriosus) lebih sering insidens pada bayi perempuan 2 x lebih banyak dari bayi laki-laki. Sedangkan pada bayi prematur diperkirakan sebesar 15 %. PDA juga bisa diturunkan secara genetik dari orang tua yang menderita jantung bawaan atau juga bisa karena kelainan kromosom.
2. Keluhan Utama
Pasien dengan PDA biasanya merasa lelah, sesak napas
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien PDA, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda respiratory distress, dispnea, tacipnea, hipertropi ventrikel kiri, retraksi dada dan hiposekmia
4. Riwayat penyakit terdahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien lahir prematur atau ibu menderita infeksi dari rubella.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit PDA karena PDA juga bisa diturunkan secara genetik dari orang tua yang menderita penyakit jantung bawaan atau juga bisa karena kelainan kromosom
6. Riwayat Psikososial
Meliputi tugas perasaan anak terhadap penyakitnya, bagaimana perilaku anak terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, perkembangan anak, koping yang digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress.
b.. Pengkajian fisik (ROS : Review of System)
1. 1. Pernafasan B1 (Breath)
Nafas cepat, sesak nafas ,bunyi tambahan ( marchinery murmur ),adanyan otot bantu nafas saat inspirasi, retraksi.
1. 2. Kardiovaskuler B2 ( Blood)
Jantung membesar, hipertropi ventrikel kiri, peningkatan tekanan darah sistolik, edema tungkai, clubbing finger, sianosis.
1. 3. Persyarafan B3 ( Brain)
Otot muka tegang, gelisah, menangis, penurunan kesadaran.
4. Perkemihan B4 (Bladder)
Produksi urin menurun (oliguria).
5. Pencernaan B5 (Bowel)
Nafsu makan menurun (anoreksia), porsi makan tidak habis.
1. 6. Muskuloskeletal/integument B6 (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kelelahan.
3.2 Analisa data
Data Etilologi Masalah
Data Subjektif :
Pasien gelisah, rewel, dan menangis
Data Objektif :
- Denyut nadi naik (> 170 x/menit)<br />
- Tachyepne<br />
- – Suara jantung tambahan<br />
(Machinery mur-mur persisten) Terbukanya ductus arteriosus <br />
Dialirkannya darah dari tekanan tinggi(aorta descenden) ke tekanan yang lebih kecil (arteri pulmonalis)<br />
Resirkulasi darah beroksigen dari aorta ke arteri pulmonalis<br />
Beban ventrikel kiri ↑<br />
Curah jantung turun Penurunan curah jantung <br />
Data Subjektif: <br />
Pasien kesulitan bernafas, sesak nafas<br />
Data Objektif :<br />
- RR ( > 30 – 40x/menit)<br />
- BGA tidak normal<br />
- Adanya napas cuping hidung<br />
Data Subjektif: <br />
Pasien rewel tidak mau makan dan minum<br />
Data Objektif:<br />
- Berat badan turun<br />
- Status gizi buruk<br />
- Dialirkannya darah dari tekanan tinggi(aorta descenden) ke tekanan yang lebih rendah (arteri pulmonalis) <br />
Resirkulasi darah beroksigen dari aorta ke arteri pulmonalis<br />
Beban ventrikel kiri ↑<br />
Pelebaran dan hipertensi vertikel kiri<br />
Tekanan vena dan kapiler pulmonar naik<br />
Edema paru<br />
Penurunan difusi oksigen<br />
Gangguan pertukaran gas<br />
Curah jantung turun<br />
Suplai oksigen ke jaringan berkurang<br />
Pemecahan glukosa oleh O2 menjadi terganggu<br />
Pembentukan energi berkurang<br />
Lemah, lesu<br />
Anoreksia<br />
<br />
<br />
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan<br />
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan Gangguan pertukaran gas <br />
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan<br />
Data Subjektif: <br />
Pasien gelisah dan menangis<br />
Data Objektif :<br />
- Antropometri: penurunan berat badan<br />
- Biokimia : Hb dan albumin menurun<br />
- Klinik : perubahan kulit mukosa oral (bengkak dan kemerahan).<br />
- Diet : makan tidak habis, nafsu makan menurun Edema paru <br />
Penurunan difusi oksigen<br />
Hipoksia<br />
pemecahan glukosa oleh O2 untuk pembuatan energi ↓<br />
lemah, gelisah<br />
<br />
<br />
anoreksia<br />
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh <br />
Data Subjektif: <br />
Demam, rewel<br />
Data Objektif:<br />
- Jumlah limfosit<br />
meningkat<br />
- hipertermi (> 36-370 C), kulit memerah, frekwensi nafas meningkat, kulit hangat bila disentuh, takikardi Gagal jantung kongestif <br />
Pasien gelisah, stress<br />
Respon imun menurun<br />
Resiko infeksi Resiko infeksi <br />
Data Subjektif : <br />
Orang tua cemas, tidak tenang, dan emosinya labil<br />
Data Objektif:<br />
- Menarik diri<br />
- Tidak ikut bersedia dalam melakukan proses keperawatan PDA (Patent Ductus Arteriosus) <br />
Dampak hospitalisasi pada anak<br />
Anak menangis dan ketakutan<br />
Kecemasan pada orang tua Kecemasan orang tua <br />
3.3 Diagnosa Keperawatan<br />
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan malforasi jantung<br />
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti pulmonal<br />
3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak<br />
adekuatnya suplay oksigen dan zat nutrisi ke jaringan<br />
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan<br />
kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori<br />
5. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunya status kesehatan<br />
6. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan orang tua dan<br />
hospitalisasi.<br />
3.3 Intervensi<br />
1. Penurunan Curah jantung b.d malformasi jantung.<br />
Tujuan : Mempertahankan curah jantung yang adekuat<br />
Kriteria hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya curah jantung<br />
Intervensi Rasional<br />
Mandiri <br />
1. Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan kulit<br />
2. Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membran mukosa, clubbing)<br />
1. Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, tachypnea, sesak, mudah lelah, periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali) <br />
Kolaborasi <br />
1. Pemberian digoxin sesuai order, dengan menggunakan teknik pencegahan bahaya toksisitas.<br />
2. Berikan pengobatan untuk menurunkan afterload<br />
3. Berikan diuretik sesuai indikasi. Mandiri <br />
1. Permulaan gangguan pada jantung akan ada perubahan tanda-tanda vital, semuanya harus cepat dideteksi untuk penanganan lebih lanjut.<br />
2. Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi sekunder terhadap ketidak adekuatan curah jantung, vasokonstriksi dan anemia.<br />
3. Deteksi dini untuk mengetahui<br />
adanya gagal jantung kongestif<br />
Kolaborasi<br />
1. Obat ini dapat mencegah semakin memburuknya keadaan klien.<br />
2. 2. Obat anti afterload mencegah terjadinya vasokonstriksi <br />
3. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru.<br />
2. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal.<br />
Tujuan : Mengurangi adanya peningkatan resistensi pembuluh paru:<br />
Kriteria hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru<br />
Intervensi Rasional<br />
1. Observasi kualitas dan kekuatan<br />
denyut jantung, nadi perifer, warna dan<br />
kehangatan kulit<br />
2. Atur posisi anak dengan posisi fowler<br />
1. Hindari anak dari orang yang terinfeksi<br />
1. Berikan istirahat yang cukup<br />
kolaborasi<br />
1. Berikan oksigen jika ada indikasi <br />
1. Untuk deteksi dini terjadinya gangguan pernapasan 1. Untuk memudahkan pasien dalam bernapas<br />
2. Agar anak tidak tertular infeksi yang akan memperburuk keadaan<br />
3. Menurunkan kebutuhan oksigen dalam tubuh<br />
4. Membantu klien untuk memenuhi oksigenasinya.<br />
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh tubuh dan<br />
suplai oksigen ke sel.<br />
Tujuan : Mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat :<br />
Kriteria hasil : Anak akan mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat<br />
Intervensi Rasional<br />
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut : Nadi 20 per menit diatas frekuensi istirahat, catat peningkatan TD, Nyeri dada, kelelahan berat, berkeringat, pusing dan pingsan<br />
2. Kaji kesiapan pasien untuk meningkatkan aktivitas<br />
3. Dorong memajukan aktivitas<br />
4. Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi<br />
5. Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih periode 1. Jika tidak sesuai parameter, klien dikaji ulang untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.<br />
1. Persiapkan dan dukung klien untuk melakukan aktivitas jika sudah mampu.<br />
2. Agar klien termotivasi untuk melakukan aktivitas sehingga terpacu untuk sembuh.<br />
3. Memudahkan klien ntuk beraktivitas tapi tidak memanjakan.<br />
4. Klien termotivasi untuk sembuh.<br />
4. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan<br />
zat nutrisi ke jaringan.<br />
Tujuan : Memberikan support untuk tumbuh kembang<br />
Kriteria hasil: Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan tinggi<br />
badan<br />
Intervensi Rasional<br />
1. Kaji tingkat tumbuh kembang anak<br />
2. Berikan stimulasi tumbuh kembang, kativitas bermain, game, nonton TV, puzzle, nmenggambar, dan lain-lain sesuai kondisi dan usia anak.<br />
3. Libatkan keluarga agar tetap memberikan stimulasi selama dirawat<br />
4. Memantau masa tumbuh kebang anak<br />
5. Agar anak bisa tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya<br />
6. Anggota keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap proses pertumbuhan dan juga perkembangan anak-anak <br />
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan pada saat makan dan<br />
meningkatnya kebutuhan kalori.<br />
Tujuan :<br />
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status<br />
nutrisi terpenuhi.<br />
Kriteria hasil :<br />
- Status nutrisi terpenuhi<br />
- nafsu makan klien timbul kembali<br />
- berat badan normal<br />
- jumlah Hb dan albumin normal<br />
Intervensi Rasional<br />
1. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien<br />
1. Mencatat intake dan output makanan klien.<br />
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit<br />
1. Manganjurkn makan sedikit- sedikit tapi sering. 1. Mengetahui kekurangan nutrisi klien.<br />
2. Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien.<br />
1. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya.<br />
1. Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung.<br />
6. Resiko infeksi b.d menurunnya status kesehatan.<br />
Tujuan : Mencegah resiko infeksi<br />
Kriteria hasil : Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi<br />
Intervensi Rasional<br />
1. Pantau tanda-tanda vital<br />
2. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.<br />
3. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit<br />
1. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik 1. Jika ada peningkatan tanda-tanda vital besar kemungkinan adanya gejala infeksi karena tubuh berusaha intuk melawan mikroorganisme asing yang masuk maka terjadi peningkatan tanda vital<br />
2. Untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial<br />
3. Penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal membuktikan adanya tanda-tanda infeksi<br />
4. Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen<br />
7. Kecemasan orang tua b.d kurang pengetahuan orang tua dan hospitalisasi.<br />
Tujuan: kecemasan menurun<br />
Kriteria hasil: Orang tua tampak tenang ,orang tua tidak bertanya-tanya<br />
lagi,orangtua berpartisipasi dalam proses perawatan.<br />
Intervensi Rasional<br />
1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua <br />
1. Beri penjelasan tentang keadaan bayinya.<br />
2. Libatkan keluarga dalam perawatan bayinya.<br />
3. Berikan support dan reinforcement atas apa yang dapat dicapai oleh orang tua.<br />
4. Latih orang tua tentang cara-cara perawatan bayi dirumah sebelum bayi pulang 1. Pengetahuan orang tua akan <br />
mempengaruhi persepsi dan tingkah<br />
lakunya pada anak<br />
2. Dengan mengetahui kondisi<br />
anaknya, akan mengurangi<br />
kecemasan orang tua.<br />
3. Akan membuat orang tua nyaman<br />
dan lebih tenang jika senantiasa<br />
dekat dengan anaknya.<br />
4. Dukungan dan kasih sayang orang<br />
tua akan mempercepat kesembuhan<br />
anak<br />
5. Dengan menambah pengetahuan<br />
orang tua dalam perawatan anaknya<br />
akan mempermudah proses<br />
perawatan dan penyembuhan anak.HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-23359136917015994072016-11-14T13:37:00.003+08:002016-11-17T09:41:21.413+08:00Permenkes No. 49 Tahun 2016 Ttg Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinkes Prov Kab Kota<iframe src="https://docs.google.com/viewer?srcid=0B7g9Rn1gKsKfbmcwUnZmUjQ2VFE&pid=explorer&chrome=false&embedded=true" width="550" height="750"></iframe>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-92162920882122864982016-11-14T12:55:00.001+08:002016-11-17T09:43:42.697+08:00Permenkes 49 Tahun 2016 Ttg Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinkes Prov Kab Kota<iframe src="https://docs.google.com/viewer?srcid=0B7g9Rn1gKsKfbmcwUnZmUjQ2VFE&pid=explorer&chrome=false&embedded=true" width="500"height="500"></iframe>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-54412013193977335542016-11-14T12:53:00.001+08:002016-11-14T13:35:53.108+08:00Permenkes Nomor 49 Tahun 2016 Ttg Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinkes Prov Kab Kota<iframe src="https://docs.google.com/viewer?srcid=0B7g9Rn1gKsKfbmcwUnZmUjQ2VFE&pid=explorer&chrome=false&embedded=true" width="550" height="750"></iframe>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-10128400920979319332016-11-14T12:53:00.000+08:002016-11-17T09:40:00.717+08:00Permenkes 49 Tahun 2016 Ttg Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinkes Prov Kab Kota<iframe src="https://docs.google.com/viewer?srcid=0B7g9Rn1gKsKfbmcwUnZmUjQ2VFE&pid=explorer&chrome=false&embedded=true" width="500" height="500"></iframe>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-77521637060526505302016-11-14T12:25:00.001+08:002016-11-17T09:36:37.380+08:00Permenkes 64 th 2015 ttg Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan<iframe src="https://docs.google.com/viewer?srcid=0B7g9Rn1gKsKfT3pleXBtZ3h5OHc&pid=explorer&chrome=false&embedded=true" width="500" height="500"></iframe>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-25686774775648996592016-11-14T11:40:00.003+08:002016-11-14T11:40:54.843+08:00Permenkes 49 Tahun 2016 Ttg Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinkes Prov Kab Kota<p style=" margin: 12px auto 6px auto; font-family: Helvetica,Arial,Sans-serif; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 14px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; -x-system-font: none; display: block;"> <a title="View Permenkes 49 Tahun 2016 Ttg Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinkes Prov Kab Kota on Scribd" href="https://www.scribd.com/document/330985689/Permenkes-49-Tahun-2016-Ttg-Pedoman-Teknis-Pengorganisasian-Dinkes-Prov-Kab-Kota#from_embed" style="text-decoration: underline;" >Permenkes 49 Tahun 2016 Ttg Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinkes Prov Kab Kota</a> by <a title="View Theo Geu's profile on Scribd" href="https://www.scribd.com/user/24177592/Theo-Geu#from_embed" style="text-decoration: underline;" >Theo Geu</a> on Scribd</p><iframe class="scribd_iframe_embed" src="https://www.scribd.com/embeds/330985689/content?start_page=1&view_mode=scroll&access_key=key-vGcsv7jjy8MjemN2viWB&show_recommendations=true" data-auto-height="false" data-aspect-ratio="0.7017133956386293" scrolling="no" id="doc_72937" width="100%" height="600" frameborder="0"></iframe>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-20010977872722829572016-11-14T11:39:00.005+08:002016-11-14T11:39:57.818+08:00Permenkes-64-Tahun-2015-Ttg-Struktur-Organisasi-Dan-Tata-Kerja-Kementerian-Kesehatan<p style=" margin: 12px auto 6px auto; font-family: Helvetica,Arial,Sans-serif; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 14px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; -x-system-font: none; display: block;"> <a title="View Permenkes 64 Th 2015 Ttg Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan on Scribd" href="https://www.scribd.com/document/330985755/Permenkes-64-Th-2015-Ttg-Struktur-Organisasi-Dan-Tata-Kerja-Kementerian-Kesehatan#from_embed" style="text-decoration: underline;" >Permenkes 64 Th 2015 Ttg Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan</a> by <a title="View Theo Geu's profile on Scribd" href="https://www.scribd.com/user/24177592/Theo-Geu#from_embed" style="text-decoration: underline;" >Theo Geu</a> on Scribd</p><iframe class="scribd_iframe_embed" src="https://www.scribd.com/embeds/330985755/content?start_page=1&view_mode=scroll&access_key=key-BSJyCEvPXiZ1aBSYYzUf&show_recommendations=true" data-auto-height="false" data-aspect-ratio="1.528813559322034" scrolling="no" id="doc_91146" width="100%" height="600" frameborder="0"></iframe>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-6417113136764766192016-06-29T11:39:00.001+08:002016-06-29T11:39:57.017+08:00DUPAK (Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit) Pranata Laboratorium Kesehatan<p style=" margin: 12px auto 6px auto; font-family: Helvetica,Arial,Sans-serif; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 14px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; -x-system-font: none; display: block;"> <a title="View Dupak Pranata Lab Kes on Scribd" href="https://www.scribd.com/doc/316997196/Dupak-Pranata-Lab-Kes" style="text-decoration: underline;" >Dupak Pranata Lab Kes</a> by <a title="View Theo Geu's profile on Scribd" href="https://www.scribd.com/user/24177592/Theo-Geu" style="text-decoration: underline;" >Theo Geu</a></p><iframe class="scribd_iframe_embed" src="https://www.scribd.com/embeds/316997196/content?start_page=1&view_mode=scroll&access_key=key-eUX9ptFyoAqzfcWoAmkx&show_recommendations=true&show_upsell=true" data-auto-height="false" data-aspect-ratio="1.4146341463414633" scrolling="no" id="doc_54875" width="100%" height="600" frameborder="0"></iframe>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-34297617761188941372016-06-29T11:37:00.001+08:002016-06-29T11:37:22.405+08:00DUPAK (Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit) PERAWAT<p style=" margin: 12px auto 6px auto; font-family: Helvetica,Arial,Sans-serif; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 14px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; -x-system-font: none; display: block;"> <a title="View Dupak Perawat on Scribd" href="https://www.scribd.com/doc/316997388/Dupak-Perawat" style="text-decoration: underline;" >Dupak Perawat</a> by <a title="View Theo Geu's profile on Scribd" href="https://www.scribd.com/user/24177592/Theo-Geu" style="text-decoration: underline;" >Theo Geu</a></p><iframe class="scribd_iframe_embed" src="https://www.scribd.com/embeds/316997388/content?start_page=1&view_mode=scroll&access_key=key-8rShCp0jy5f8s903Az48&show_recommendations=true&show_upsell=true" data-auto-height="false" data-aspect-ratio="0.7077769049489395" scrolling="no" id="doc_62666" width="100%" height="600" frameborder="0"></iframe>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-86239128470917150672016-06-29T10:13:00.001+08:002016-06-29T10:13:36.520+08:00DUPAK (Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit) Perawat Gigi<p style=" margin: 12px auto 6px auto; font-family: Helvetica,Arial,Sans-serif; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 14px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; -x-system-font: none; display: block;"> <a title="View Dupak Perawat Gigi on Scribd" href="https://www.scribd.com/doc/316997441/Dupak-Perawat-Gigi" style="text-decoration: underline;" >Dupak Perawat Gigi</a> by <a title="View Theo Geu's profile on Scribd" href="https://www.scribd.com/user/24177592/Theo-Geu" style="text-decoration: underline;" >Theo Geu</a></p><iframe class="scribd_iframe_embed" src="https://www.scribd.com/embeds/316997441/content?start_page=1&view_mode=scroll&access_key=key-Y1Kq3m7S70jjArrkBoyG&show_recommendations=true&show_upsell=true" data-auto-height="false" data-aspect-ratio="0.7080062794348508" scrolling="no" id="doc_13148" width="100%" height="600" frameborder="0"></iframe>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-22241528762089621792016-06-29T10:12:00.000+08:002016-06-29T10:12:19.335+08:00DUPAK (Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit) Bidan<p style=" margin: 12px auto 6px auto; font-family: Helvetica,Arial,Sans-serif; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 14px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; -x-system-font: none; display: block;"> <a title="View Dupak Bidan on Scribd" href="https://www.scribd.com/doc/316997423/Dupak-Bidan" style="text-decoration: underline;" >Dupak Bidan</a> by <a title="View Theo Geu's profile on Scribd" href="https://www.scribd.com/user/24177592/Theo-Geu" style="text-decoration: underline;" >Theo Geu</a></p><iframe class="scribd_iframe_embed" src="https://www.scribd.com/embeds/316997423/content?start_page=1&view_mode=scroll&access_key=key-3nIENqXVgOrMxBlOAjQj&show_recommendations=true&show_upsell=true" data-auto-height="false" data-aspect-ratio="0.7080062794348508" scrolling="no" id="doc_3809" width="100%" height="600" frameborder="0"></iframe>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-64724053849538489712016-06-29T10:06:00.005+08:002016-06-29T10:09:31.234+08:00Lampiran Permenkes 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas<p style=" margin: 12px auto 6px auto; font-family: Helvetica,Arial,Sans-serif; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 14px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; -x-system-font: none; display: block;"> <a title="View Lampiran Permenkes 75 Tentang Puskesmas on Scribd" href="https://www.scribd.com/doc/316997066/Lampiran-Permenkes-75-Tentang-Puskesmas" style="text-decoration: underline;" >Lampiran Permenkes 75 Tentang Puskesmas</a> by <a title="View Theo Geu's profile on Scribd" href="https://www.scribd.com/user/24177592/Theo-Geu" style="text-decoration: underline;" >Theo Geu</a></p><iframe class="scribd_iframe_embed" src="https://www.scribd.com/embeds/316997066/content?start_page=1&view_mode=scroll&access_key=key-7r9PL9SGzXum4MCRzeuK&show_recommendations=true&show_upsell=true" data-auto-height="false" data-aspect-ratio="0.6540971718636693" scrolling="no" id="doc_15154" width="100%" height="600" frameborder="0"></iframe>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4967487306588576926.post-29317261663200999492016-06-29T10:06:00.004+08:002016-06-29T10:07:56.473+08:00PERMENKES NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSKESMAS<p style=" margin: 12px auto 6px auto; font-family: Helvetica,Arial,Sans-serif; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 14px; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; -x-system-font: none; display: block;"> <a title="View Permenkes No 75 Th 2014 Ttg Puskesmas on Scribd" href="https://www.scribd.com/doc/316996959/Permenkes-No-75-Th-2014-Ttg-Puskesmas" style="text-decoration: underline;" >Permenkes No 75 Th 2014 Ttg Puskesmas</a> by <a title="View Theo Geu's profile on Scribd" href="https://www.scribd.com/user/24177592/Theo-Geu" style="text-decoration: underline;" >Theo Geu</a></p><iframe class="scribd_iframe_embed" src="https://www.scribd.com/embeds/316996959/content?start_page=1&view_mode=scroll&access_key=key-F98HCVIdGZDRTn0jCY8P&show_recommendations=true&show_upsell=true" data-auto-height="false" data-aspect-ratio="0.6536231884057971" scrolling="no" id="doc_13187" width="100%" height="600" frameborder="0"></iframe>HEROdeshttp://www.blogger.com/profile/00653197374604801387noreply@blogger.com0