September 18, 2010

KEPUASAN KERJA

A. Kepuasan Kerja
Pengertian Kepuasan

Menurut Handoko, (2008) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan denganmana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan persasan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Menurut Howel dan Dipboye (1986) cit Munandar (2008), kepuasan kerja adalah hasil dari keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Anoraga ( 2006) mendefinisikan Kepuasan kerja sebagai sikap yang positif yang menyangkut penyesuaian diri yang positif sehat dari para karyawan terhadap kondisi dan situasi kerja termasuk di dalamnya upah, kondisi sosial, kondisi fisik dan kondisi psikologis. As’ad (2004) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaan.
Kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2008), dapat pula dikatakan bahwa bahwa kepuasan kerja sebagai cerminan tenaga kerja terhadap pekerjaan. Kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan dapat memuaskan kebutuhannya (Robbins, 2008).
2. Teori Kepuasan Kerja
Beberapa konsep teori tentang kepuasan kerja yang dijabarkan oleh Munandar, 2008; Siagian 2008 dan As’ad 2004 menjabarkan beberapa konsep teori yaitu:
a) Disrepancy Theory, teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Kepuasan kerja seseorang tergantung kepada disrepancy antara yang seharusnya (expectation, needs, atau values) dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya atau dicapainya. Dengan kata lain, orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsi, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Apabila yang didapat ternyata lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi. Walaupun terdapat perbedaan, tetapi merupakan perbedaan yang positif. Sebaliknya, makin jauh kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga menjadi negatif, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.
Kepuasan atau ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai, yakni: a) pertentangan antara apa yang di inginkan seseorang individu dengan apa yang diterima; dan b) menurut Locke cit Munandar (2008) berpendapat bahwa puas atau tidak puasnya individu bergantung pada bagaimana individu mempersepsikan kesesuaian terhadap keinginannya dan hasil akhir dari suatu pekerjaan.
b) Equity theory, prinsip dari teori ini seperti yang dijelaskan oleh Wexley and Yuky cit As’ad 1995 bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas adanya situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat lain. Elemen dari teori ini ada tiga ; masukan, keluaran, perbandingan orang, dan prinsip keadilan. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input-outcomes dirinya dengan rasio input-outcomes orang lain. Bila perbandingan itu dianggapnya cukup adil, maka ia akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan, bisa menimbulkan kepuasan tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan akan timbul ketidakpuasan.
Kelemahan dari teori ini adalah kepuasan orang juga ditentukan oleh perbedaan individual.
c) Two factor theory, prinsip teori ini yang dikenalkan oleh Herzberg, 1996 cit Siagian, 2008 dan As’ad, 2008 adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan dua hal yang berbeda dan merupakan variabel yang kontinyu. Berdasarkan hasil penelitiannya, Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi kepuasan kerja menjadi dua kelompok yakini : satisfier atau motivator dan kelompok dissatisfier atau hygiene factors.
Satisfier atau motivator merupakan faktor-faktor yang dibuktikan sebagai sumber kepuasan kerja yang tediri dari achievement, recognition, work it self, responsibility and advancement. Dapat disimpulkan bahwa: a) prestasi kerja. Seperti kesempatan untuk merasakan bahwa seseorang dapat menghasilkan sesuatu yang lebih penting; b) pengakuan, seperti pemberian tanda penghargaan dan lain sebagainya; c) pekerjaan itu sendiri, seperti pekerjaan yang menyenangkan bagi karyawan; d) tanggung jawab, merupakan merupakan delegasi wewenang yang menyenangkan, para pegawai dapat mengawasi diri sendiri dan bertanggung jawab atas pekerjaan mereka. Pengembangan potensi individu, yaitu promosi, pengembangan potensi dan kematangan, dengan adanya faktor ini dapat menimbulkan kepuasan, namun tidak hadirnya faktor ini tidak selalu menimbulkan ketidakpuasan.
d) Model kepuasan bidang/bagian (Facet Satisfaction), seseorang akan merasa puas dengan pekerjaan yang dijalani apabila jumlah pekerjaan yang dijalani untuk dilaksanakan sama dengan jumlah yang diperkirakan. Sebagai contoh seorang seorang karyawan berpikir bahwa ia akan menerima imbalan bulan ini lebih besar dibanding bulan lalu karena telah bekerja lebih dari waktu yang seharusnya. Bila apa yang diperkirakannya benar, maka Ia akan merasa bersalah dan tidak adil, namun , apabila ternyata jumlah yang ia terima lebih sedikit dari perkiraan sebelumnya (tidak ada penambahan) maka ia akan merasa tidak puas.
e) Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow, setiap individu memiliki lima hirarki kebutuhan dari yang mendasar sampai yang paling tinggi. Adapun kebutuhan tersebut antara lain : kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri. Hirarki Malow dimulai dengan anak tangga pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Apabila teori ini diaplikasikan dalam hubungan dengan kepuasan kerja, maka, artinya individu akan selalu lebih dahulu memenuhi/memuaskan kebutuhan pertama sebelum memuaskan kebutuhan yang kedua, demikian pula seterusnya.
Kebutuhan masing-masing orang berbeda tergantung apa yang menjadi kebutuhan utama dan kemampuan seseorang untuk melengkapi kebutuhan tersebut, sebagai contoh, pegawai buruh akan berusaha bekerja keras agar dapat memenuhi kebutuhan makan/minum bagi dirinya dan anggota keluarga, berbeda dengan manager perusahan yang lebih berorientasi pada usaha aktualisasi diri seperti keinginan membeli mobil, rumah dan lain sebagainya.
3. Faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja
Anoraga, (2006) dan As’ad (2004 ) mengatakan bahwa ada 5 faktor yang ikut menentukan kepuasan kerja yakni :
a. Faktor individual, berhubungan dengan sikap, umur, dan jenis kelamin.
b. Faktor-faktor luar, berhubungan dengan keadaan keluarga karyawan, rekreasi dan pendidikan.
c. Faktor sosial, berhubungan dengan interaksi sosial antar karyawan, atasan maupun dengan karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya, sugesti dari teman kerja, emosi dan situasi kerja
d. Faktor fisik, yang berhubungan dengan konndisi lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, termasuk didalamnya pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya.
e. Faktor finansial, yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang di berikan, promosi dan sebagainya.

B. Kinerja
1. Pengertian kinerja
Ilyas, (2001), mendefinisikan kinerja sebagai penampilan hasil karya personel baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh As'ad, (2004) sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Lawler and Poter menyatakan bahwa kinerja adalah "succesfull role achievement" yang diperoleh seseorang dari perbuatan perbuatannya. Dari batasan tersebut As'ad menyimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Selanjutnya Suprihanto (1996) mengatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja seorang karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah di sepakati bersama.
Menurut Vroom cit As'ad, (2004) tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut "level of performance", biasanya orang pada level ini disebut sebagai orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang level nya tidak mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif atau kinerjanya rendah. Dikatakan produktif bila seseorang mampu memenuhi apa yang di inginkan oleh institusi atau perusahan tentang pencapaian yang ingin di capai dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Hasil akhirnya adalah timbulnya perasaan puas pada pekerja yang mampu mengerjakan pekerjaan dan kepuasan bagi atasan serta organisasi. Seseorang di katakan tidak produktif apabila tidak mampu menyelesaikan suatu pekerjaan atau terlambat dalam mengerjakan pekerjaannya secara berulangkali baik dengan alasan yang jelas maupun tanpa alasan.
2. Kinerja perawat
Kinerja perawat adalah pemberian asuhan kepewatan kepada pasien berdasarkan standar praktek profesional dan standar kinerja profesional (Depkes RI,1997). Lima standar praktik keperawatan profesional meliputi antara lain : pengkajian keperawatan, diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan, serta evaluasi keperawatan. Dalam melaksanakan tugas, perawat harus memiliki minimal tiga kemampuan diantaranya 1). Kemampauan teknis. Kemampuan teknis adalah kemapuan untuk menggunakan peralatan-peralatan, prosedur-prosedur, atau teknik-teknik dari suatu bidang tertentu untuk melakukan tugas organisasi. Dalam penerapan terhadap bidang keperawatan, dapat di katakan bawah kemapuan teknis merupakan kemampuan pemimpin untuk meningkatkan kualits asuhan keperawatan (Handoko, 2003). Selain kemampuan penggunaan peralatan, prosedur serta teknik-teknik, perawat menggunakan kemampuan teknik untuk melakukan pengawasan terhadap pekerjaan yang sedang di lakukan maupun terhaap pekerjaan yang di lakukan oleh bawahan. Kemampuan teknis di perlukan perawat untuk melaksanakan standar asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian keperawatan, termasuk didalamnya pengumpulan data kesehatan klien, diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan, serta evaluasi tindakan keperawatan Depkes RI (1997). 2) kemampuan manajerial. Tiga kateori umum yang harus di miliki oleh seorang manajerial yaitu keterampilan teknis, keterampilan manusiawi dan keterampilan konseptual (Handoko, 2003). Kemampuan manajerial merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh manajer dengan fungsi merencanakan, mengorganisasikan, mengkoordinasikan, serta memberi perintah (Handoko, 2003). Kemampuan manajerial perawat di rumah sakit meliputi kemampuan merencanakan, mengorganisasi, memimpin dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang selektif dan seefisien mungkin bagi individu, keluarga dan masyarakat. Untuk dapat menciptakan suasana yang dapat memotivasi, seorang manajer keperawatan harus mampu untuk a) mempunyai harapan yang jelas terhadap staf, dan mengkomunikasikan harapan kepada staf ; b), harus adil dan konsisten terhadap semua staf ; c), mengambil keputusan secara tepat dan sesuai ; d), mengembangkan konsep kerja tim ; e), mengakomodasi kebutuhan dan keinginan staf terhadap tujuan organisasi ; f), menunjukkan pada staf bahwa manajer memahami perbedaan dan keunikan masing-masing staf ; g), menghindari adanya perbedaan diantara staf ; h), memberi kesempatan kepada staf untuk bisa menyelesaikan tugas dan tanggung jawab ; meminta tanggapan dan masukan ; i), memastikan staf mengetahui dampak keputusan dan tindakan yang akan dilakukan ; j), menciptakan rasa saling percaya ; k), menjadi role model. (Nursalam, 2008). 3) Kemampuan interpersonal. Untuk bisa berinteraksi dengan orang lain, perawat harus memiliki human skills (keterampilan kemanusiaan), yang merupakan suatu kemampuan untuk bekerja dengan, memahami dan memotivasi orang lain, baik sebagai individu maupun kelompok untuk bisa mendapat partisipasi dan mengarahkan kelompok dalam pencapaian tugas (Handoko, 2003). Kemampuan interpersonal dalam bidang keperawatan meliputi kemampuan untuk mempengaruhi orang lain melalui pendidikan/penyuluhan, model peran dan sebagainya dalam rangka mencapai tujuan. Kemampuan interpersonal dalam bidang keperawatan di perlukan perawat dalam rangka berinteraksi dengan orang lain untuk menilai orang lain, (rekan perawat, tenaga kesehatan lain maupun pasien dan keluarga) berkomunikasi, memotivasi dan menyesuaikan diri. Keterampilan menilai orang lain merupakan kemampuan untuk menetapkan tingkat keterampilan perawat di bawah tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan kegiatan lain yang terkait dengan pelayanan. Keterampilan menilai di lakukan oleh seorang pemimpin dalam keperawatan di berbagai bidang maupun sistem lainnya untuk mencermati apa yang dilakukan oleh orang lain sebagai bawahan maupun rekan ataupun pasien dengan mempertahankan obyektifitas. Melalui pemahaman pada kemampuan ini, perawat akan mampu berinteraksi berdasarkan pengetahuannya tentang bawahan mapun tenaga kesehatan serta orang lain yang berinterkasi dengan dirinya. Kemampuan berkomunikasi merupakan faktor yang amat penting dalam menetukan faktor pencapaian keluaran. Untuk itu harus memahami secara mendalam dan secara spesifik tentang bawahan, ,mampu menciptakan motivasi dan memodifikasi materi komunikasi sehingga komunikasi dapat menjadi lebih optimal. Disamping itu Keterampilan berkomunikasi di perlukan untuk bertukar pikiran dengan orang lain jika akan memecahkan suatu masalah, maupun menggali ide-ide dalam menyelesaikan suatu masalah maupun ketika akan melakukan lobi ke berbagai pihak terutama penentu kebijakan yang berhubungan dengan profesi keperawatan. Komunikasi sepantasnya tidak menimbulkan ancaman atau ketidaknyamanan pihak yang sedang di lobi sehingga kegiatan dapat berjalan dengan baik. Keterampilan memotivasi adalah suatu kompetensi yang juga harus di miliki selain beberapa keterampilan lainnya untuk bisa mengearahkan bawahan dalam melaksanakana tugas dan tanggung jawab. Dalam memotivasi bawahan, harus mempertimbangkan aspek yang dapat memotivasi bahwan baik secara internal maupun eksternal termasuk didalamnya menetapkan insentif. Keterampilan menyesuiakan diri sebagai modal dasar bagi perawat dalam upaya mengoptimalisasi keluaran. Sebagai seorang pemimpin, perawat harus mengetahui bagaimana, dengan cara apa pemimpin berinteraksi dengan bawahan. Untuk itu perlu di pahami keunikan masing-masing karakter dari bawahan (Nurahmah, 2008).
3. Faktor yang mempengaruhi kinerja perawat
Ilyas, (2002) menjabarkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja diantaranya :
a. Faktor internal, yang meliputi kemampuan mental dan fisik, motivasi, nilai-nilai, keyakinan, dorongan batin, kebutuhan, beban kerja, latar belakang keluarga, sosial, pengalaman dan demografi. Pada faktor internal bila di kaitkan ke bidang keperawatan, maka dititikberatkan pada penerapan proses keperawatan mulai dari pengkajian hingga evaluasi. Penerapan proses keperawatan ini berdasarkan Smeltzer & Bare (2002) sehingga perawat dituntut untuk berpikir kritis meliputi proses kognitif atau mental yang mencakup penilaian dan analisa rasional terhadap semua iformasi dan ide yang ada serta merumuskan kesimpulan dan keputusan.
b. Faktor eksternal, berhubungan dengan informasi termasuk didalamnya visi, misi, tujuan organisasi, supervisi serta gaya kepemimpinan dan konsekuen, yang meliputi sistem kompensasi dan penghargaan (Ilyas, 2002). Faktor ini berpengaruh ternhadap tuntutan kompetensi perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan yang profofesional kepada pasien sehingga perawat perlu memahami pentingnya kolaborasi baik dengan sesama perawat maupun dengan tim kesehatan yang lain dalam memenuhi semua kebutuhan perawatan kesehatan pasien, dengan kolaborasi dan koordinasi akan meningkatkan partisipasi, tanggung jawab dan tanggung gugat bersama dalam lingkungan perawatan kesehatan yang berusaha dengan keras untuk memenuhi kebutuhan akan perawatan kesehatan yang kompleks dari masyararakat (Smeltzer & Bare, 2002).
4. Penilaian kinerja
Penilaian kinerja adalah sebagai suatu proses dari evaluasi organisasi terhadap suatu model untuk perbaikan yang bekesinambungan. Tujuan dari penilaian kinerja adalah 1) sebagai dasar dalam pengambilan keputusan; 2) untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya; 3) sebagai alat untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan selanjutnya; 4) sebagai dasar memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (Mangkunegara, 2009).
Depkes, (2001) menguraikan tujuan dari penilaian kinerja kerja terhadap tenaga kesehatan adalah 1) memberikan penilaian kinerja bagi setiap perawat sehingga diperoleh informasi subjektif untuk pembinaan karier tenaga kesehatan yang bersangkutan; 2) mempertimbangkan promosi jabatan, kenaikan pangkat, penugasan, mutasi serta pendidikan; 3) mempertimbangkan pemberian penghargaan berupa materil insentiv, maupun non materi.
Handoko, (2008) mengemukakan bahwa pada dasarnya ada dua tujuan utama penilaian kinerja: 1) penilaian kemampuan personel, Merupakan tujuan mendasar dalam rangka penilaian personel secara individual yang, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penilaian efektifitas manajemen sumberdaya manusia; 2) pengembangan personel, Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan personel seperti: promosi, mutasi, rotasi, terminasi dan penyesuaian dan kompensasi.
Buku pedoman penilaian kinerja perawat dan bidan Depkes, (2001) bahwa penilaian kinerja terdiri dari tiga bentuk penilaian antara lain :
a. Penilaian diri sendiri, penilaian dilakukan setiap tiga bulan sekali bagi masing-masing pegawai harus melakukan sendiri penilaian kineja dengan menggunakan lembaran penilaian kinerja yang sama.
b. Penilaian oleh pimpinan, setiap tiga bulan pimpinan melakukan penilaian kinerja bawahannya dengan cara : menggunakan instrument berupa lembar penilaian kinerja dan membuat catatan dengan menggunakan buku kecil/ buku raport tentang kelebihan, kekurangan, maupun prestasi bawahannya setiap hari/mingguan dengan mengacu pada ketentuan sebagai berikut : a) apabila dalam tiga bulan tidak ada catatan yang kurang maka nilainya baik; b) apabila ada hal-hal yang positif maka nilainya amat baik; c) bila ada penyimpangan ringan nilainya cukup; d) bila penyimpangan ekstrim/fatal maka nilainya kurang selanjutnya: membuat rekapitulasi masing-masing variable untuk diananlisis; hasil analisis dibicarakan bersama bawahan dengan cara wawancara; berikan umpan balik
c. Penilaian oleh tim, setiap akhir tahun penilai kinerja pegawai melakukan evaluasi terhadap hasil kinerja pegawai (temasuk didalamnya adalah perawat dan bidan). Fokusnya diarahkan guna mengetahui prestasi kerja, kemampuan, sikap dan perilaku. Disiplin kerja dan kepemimpinan, yang diperoleh melalui supervise.

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK R. DENGAN ACUTE LYMPHOCYTIC LEUKEMIA L1, HIGH RISK

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK R. DENGAN ACUTE LYMPHOCYTIC LEUKEMIA L1, HIGH RISK

A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Suatu proses pertumbuhan dan perkembangan sel darah yang tidak terkontrol pada fase lympoid dari pembentukan sel darah pada sumsum tulang, sehingga menempatkan sel di luar siklus normal dimana, sel –sel darah yang dihasilkan tidak dapat berfungsi normal.

2. Klasifikasi
Leukemia memiliki beberapa klasifikasi tergantung fase yang terbentuk: secara umum dibagi dalam 2 kalsifikasi yaitu leukemia limphocytik bila cancer menyerang pada stem cells jalur lymphoid, dan leukemia myelocytik bila cancer pada jalur myeloid.
3. Pathway
4. Tanda dan Gejala
Karena sel darah yang dihasilkan oleh pertumbuhan cancer adalh sel darah abnormal maka tidak dapat menjalankan fungsi darah antara lain mengangkut oksigen ke seluruh tubuh akibat anemia, pasien juga akan sering mengalami infeksi (demam sering) akibat rendahnya sistem pertahanan tubuh, mengalami masalalah perdarahan akibat trombosit yang rendah. Sel-sel leukemia dapat berkumpul pada bagian-bagian tertentu tubuh terutama sistem RES (hati, limpa, kel. Limfa) dan menimbulkan pembengkakan/ pembesaran organ sehingga pasien akan mengeluh nyeri dan ketidaknyamanan.

5. Pemeriksaan Penunjang
6. Pengobatan
Leukemi merupakan kanker sistemik maka pengobatan utama dengan kemoterapi. Pada pengobatan leukemia dengan kemoterapi terdiri dari 5 fase: induksi, konsolidasi, interin maintenance, intensifikasi lambat, dan maintenance.
Fase induksi bertujuan untuk mencapai remisi atau sel blast sumsum tulang kurang dari 5%. Fase induksi terdiri dari 3-4 obat yang terdiri dari glucocorticoid, vincristine, asparaginase.
Fase konsolidasi diberikan segera setelah remisi tercapai untuk mengurangi beban sel leukemi sebelum resistensi obat emergensi dan relaps, dan memperbaiki ketahanan hidup jangka panjang pada pasien standar-risk disease. Pada fase konsolidasi ini dosis obat diberikan dosis yang lebih tinggi atau pasien diberikan obat yang berbeda misalnya high-dose MTX, dan 6-mercaptopurine, epipodophyllotoxin dengan citarabine, atau terapi kombinasi dengan multiagen.
Interin maintenance diberikan untuk mempertahankan remisi, dan memberi kesempatan sumsum tulang untuk pulih, berlangsung selama 4 minggu.
Fase delayed intensification untuk mempertahankan resistent sel leukemi
Fase maintenance, terdiri dari MTX intratechal setiap 3 bulan, vincristine tiap bulan, 6-MP tiap hari, dan MTX tiap minggu.
Lama terapi antara 2,5 – 3 tahun.

7. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Masalah dan Diagnosis Keperawatan
3. Prioritas Masalah
4. Perencanaan Keperawatan
5. Implementasi Keperawatan

SKALA BRADEN UNTUK MENILAI RISIKO DEKUBITUS

SKALA BRADEN UNTUK MENILAI RISIKO DEKUBITUS
No Faktor Deskripsi Score
1 2 3 4
1 Persepsi sensori Keterbatasan penuh Sangat terbatas Keterbatasan ringan Tidak ada gangguan
2 Kelembaban Selalu lembab Umumnya lembab Kadang-kadang lembab Jarang lembab
3 Aktivitas Total di tempat tidur Dapat duduk Berjalan kadang-kadang Dapat berjalan
4 Mobilitas Tidak mampu bergerak sama sekali Sangat terbatas Tidak ada masalah Tanpa keterbatasan
5 Nutrisi Sangat buruk Kurang mencukupi Mencukupi Sangat baik
6 Pergeseran dan pergerakan Bermasalah Potensial bermasalah Keterbatasan ringan Tanpa keterbatasan

Keterangan:
Score : 20-23 point: risiko rendah
Score : 15-19 point: risiko sedang
Score : 11-14 point: risiko tinggi
Score : 6-10 point: risiko sangat tinggi










SKALA MORSE UNTUK MENILAI RISIKO JATUH PADA PASIEN

Keterangan Kriteria Skor Nilai
Riwayat jatuh segera atau dalam waktu 3 bulan Tidak
Ya 0
25
Diagnosis sekunder Tidak
Ya 0
15
Ambulasi Tidak ada, istirahat di tempat tidur, kursi roda, perawat
Kruk, tongkat, walker
Furniture 0

15
30
IV line/Heparin Lock/ Obat Tidak
Ya 0
20
Gaya berjalan Normal, isrirahat
Lemah
Gangguan 0
10
20
Status mental Orientasi baik
Keterbatasan daya ingat 0
15
Total Score

Daftar obat :
Alkohol Anti hipertensi
Anti kejang Sedative
Diuerik Narkotik
Psikotropik Anti hipertensi
Kategori risiko jatuh:
Score 0-24 : risiko rendah
Score 25-44 : risiko sedang
Score > 45 : risiko tinggi

PERIODE ANTENATAL

ASUAHAN KEPERAWATAN
PERIODE ANTENATAL

A. Pengertian
Perawatan antenatal (antenatal care) adalah pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin.

B. Tujuan
Secara khusus pengawasan antenatal care bertujuan:
1. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat kehamilan, saat persalinan, dan kala nifas.
2. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil, persalinan, dan kala nifas.
3. Memberikan nasehat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi, dan aspek Keluarga Berencana.
4. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

C. Jadwal Pemeriksaan
1. Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah diketahui terlambat haid.
2. Pemeriksaan ulang:
a. Setiap bulan sampai umur kehamilan 6 - 7 minggu.
b. Setiap dua minggu sampai umur kehamilan 8 bulan.
c. Setiap satu minggu sejak umur kehamilan 8 bulan – persalinan.
3. Untuk ibu hamil:
Trimester Waktu Kunjungan Tindakan
I dan II Sebulan sekali. Pemeriksaan laboratorium.
1. Pemeriksaan ultrasonografi.
2. Nasehat diet tentang menu seimbang.
3. Observasi adanya penyakit yang dapat mempengaruhi kehamilan, resiko komplikasi kehamilan.
4. Rencana untuk pengobatan penyakit, menghindari terjadinya komplikasi kehamilan, dan imunisasi Tetanus Toksoid I.

III Dua minggu sekali sampai ada tanda kelahiran. 1. Evaluasi data laboratorium untuk melihat hasil pengobatan.
2. Diet menu seimbang.
3. Pemeriksaan ultrasonografi.
4. Imunisasi Tetanus Toksoid II.
5. Observasi adanya penyakit yang dapat mempengaruhi kehamilan, komplikasi kehamilan.
6. Rencana untuk pengobatan.
7. Nasehat tentang tanda-tanda inpartu, kemana harus datang untuk melahirkan.


D. Fisiologi Kehamilan
Kehamilan memerlukan proses yang berkesinambungan, yaitu:
1. Konsepsi
 Bertemunya sel telur dengan sperma.
 Terjadi pada 1/3 distal tuba.
 Mengalami pembelahan; zigot – morula – blastula.
2. Nidasi
 Menempelnya blastula dalam endometrium/desidua.
 Terjadi pada hari ke-4 – 7 setelah konsepsi.
3. Plasentasi
 Tumbuhkembangnya khorion dan desidua.
 Pembentukan plasenta.
 Pada akhir bulan ke-4 plasenta terbentuk lengkap.

E. Produk Kehamilan
1. Plasenta
2. Selaput ketuban
3. Air ketuban
4. Tali pusat
5. Janin.

F. Diagnosis Kehamilan
Tanda Kehamilan Tidak Pasti (Probable Sign) Tanda Kehamilan Pasti
 Amenorea
 Mual dan muntah
 Mastodinia/payudara tegang
 Ngidam
 Sering miksi
 Konstipasi atau obstipasi
 Perubahan berat badan
 Perubahan temperatur basal
 Perubahan warna kulit/pigmentasi
 Perubahan pada payudara
 Perubahan pada pelvis
 Pembesaran perut
 Kontraksi uterus
 Balotemen
 Sinkope
 Epulis (hipertropi gusi pada kehamilan)
 Varices  Denyut jantung janin
 Palpasi untuk menilai gerakan janin dan abgian janin
 Rontgenografi
 Ultrasonografi
 Fetal ECG
 Tes kehamilan

G. Perubahan pada Kehamilan
Perubahan ini terjadi karena:
1. Perubahan fungsi endokrin maternal.
2. Pertumbuhan plasenta yang berfungsi endokrin.
3. kebutuhan metabolisme yang meningkat karena pertumbuhan janin.

Perubahan sistemik meliputi:
1. Sistem Reproduksi
a. Rahim atau Uterus
Menjadi 1000 kali lebih besar, 30 kali lebih berat, aliran darah 60 kali lebih cepat. Semula sebesar jempol (30 gram), mengalami hipertropi dan hiperplasia menjadi 1000 gram saat akhir kehamilan.
Tanda Hegar: Perubahan pada istmus uteri menjadi lebih panjang dan lunak sehingga pada pemeriksaan dalam seolah-olah kedua jari dapat saling sentuh.
Tanda Piskacek: Pertumbuhan rahim tidak sama ke semua arah tetapi pertumbuhan cepat didaerah implantasi plasenta, sehingga rahim bentuknya tidak sama.
Braxton Hicks: Kontraksi uterus yang disebabkan oleh terjadinya gangguan perimbangan hormonal dimana estrogen dan progesteron berubah konsentrasinya sehingga progesteron mengalami penurunan.
b. Vagina
Tanda Chadwicks: Vagina dan vulva mengalami peningkatan pembuluh darah karena pengaruh estrogen sehingga tampak makin merah dan kebiru-biruan.
c. Ovarium (Indung Telur)
Ovarium yang mengandung korpus luteum gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai terbentuknya plasenta yang sempurna pada umur 16 minggu.
d. Payudara
Mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan payudara tidak dapat dilepaskan dari pengaruh hormon estrogen, progesteron, dan somatomamotropin. Penampakan payudara pada ibu hamil antara lain: payudara menjadi lebih besar, areola hiperpigmentasi (hitam), glandula mongtomery makin tampak, puting susu makin menonjol, belum mengeluarkan ASI, baru setelah persalinan hambatan prolaktin tidak ada sehingga pembuatan ASI dapat berlangsung.
2. Sistem Kardiovaskuler
Peredaran darah ibu dipengaruhi oleh beberapa factor:
a. Meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah.
b. Terjadi hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi retro - plasenter.
c. Pengaruh hormon estrogen dan progesteron yang meningkat.
Akibat dari faktor-faktor tersebut terjadi perubahan pada sirkulasi darah ibu yaitu:
a).Volume Darah
Meningkat, jumlah serum darah lebih besar dari pertumbuhan sel darah. Serum darah bertambah 25 – 30% sedangkan sel darah bertambah 20%. Curah jantung akan bertambah sekitar 30%.
b). Sel Darah
Meningkat, agar dapat mengimbangi pertumbuhan janin. Sel darah putih meningkat mencapai 10.000/ml, LED meningkat 4 kali lipat angka normal, protein darah; albumin dan gamma globulin menurun pada triwulan I sedangkan fibrinogen meningkat.
Keluhan yang sering berkaitan dengan sistem kardiovaskuler antara laian: dispnea, palpitasi, ortopnea, hipotensi ortostatik.
3. Sistem Respirasi
Terjadi hiperventilasi karena pengaruh hormon progesteron atau karena kebutuhan metabolisme yang meningkat. Desakan pada diafragma karena dorongan rahim yang besar menyebabkan sesak nafas sehingga kebutuhan oksigen ibu hamil meningkat sekitar 20 – 25 % dari biasanya.
4. Sistem Pencernaan
a. Rasa tidak enak di ulu hati karena perubahan posisi lambung dan refkluks.
b. Produksi asam lambung menurun.
c. Mual muntah karena pengaruh HCG (Human Chorionic Gonadotrophyn).
d. Haemorrhoid karena tekanan venosa.
e. Konstipasi karena pengaruh hormon progesteron yang meningkat.
Perubahan metabolisme meliputi:
a. Air, terdiri dari darah/uterus/payudara berjumlah 3 liter sedangkan janin/plasenta/air ketuban 3,5 liter.
b. Protein, ibu 500 garam, janin dan plasenta 500 gram.
c. Karbohidrat cenderung meningkat (diabetes).
d. Lemak, kenaikan semua fraksi lemak.
e. Mineral, kebutuhan meningkat .
Berat badan ibu hamil akan bertambah antara 6,5 sampai 16,5 kg selama hamil atau terjadi kenaikan berat badan sekitar ½ kg/minggu.
5. Sistem Urinarius
Bertambahnya frekuensi miksi karena pengaruh desakan pada hamil muda dan turunnya kepala bayi pada hamil tua.
6. Sistem Integumen
Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigementasi karena pengaruh melanophore stimulating hormone.



H. Konsep Pemeriksaan Pengawasan Antenatal
Pemeriksaan antenatal meliputi:
1. Anamnese: data bilogis, keluhan hamil, fisiologis, patologis (abnormal).
2. Pemeriksaan fisik: umum, khusus yang meliputi; obstetrik, pemeriksaan dalam/rectal, ultrasonografi.
3. Pemeriksaan psikologis.
4. Laboratorium
a. Rutin; darah lengkap, urine lengkap.
b. Tes kehamilan.
c. Khusus; pemeriksaan TORCH, serologi, fungsi hati dan ginjal, protein darah, golongan darah, faktor RH, air ketuban, infeksi hepatitis B ibu/bayi, estriol dalam urin, infeksi AIDS, dll.
Penegakan diagnosis kehamilan meliputi:
1. Kehamilan normal: tanpa keluhan, hasil pemeriksaan laboratorium baik.
2. Kehamilan dengan risiko: tinggi/sangat tinggi, yang meragukan, rendah.
3. Kehamilan disertai penyakit ibu yang mempengaruhi janin.
4. Kehamilan disertai komplikasi.
5. Kehamilan dengan status nutrisi kurang.
Penatalaksanaan lebih lanjut meliputi:
1. Pengobatan penyakit yang menyertai kehamilan.
2. Pengobatan penyulit kehamilan.
3. Menjadwalkan pemberian vaksinasi.
4. Memberikan preparat penunjang kesehatan: Vitamin dan tambahan preparat Fe.
5. Menjadwalkan pemeriksaan ulang.

I. Pemeriksaan Kehamilan
Pemeriksaan pertama diharapkan menetapkan data dasar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dan kesehatan Ibu sampai persalinan.
Pada kehamilan muda dilakukan pemeriksaan:
1. Periksa dalam, untuk menentukan besarnya rahim.
2. Pemeriksaan dengan spekulum untuk menilai keadaan serviks, vagina, dan sekitarnya.
3. Pemeriksaan sitologi.
Pada pemeriksaan ulang perlu diperhatikan agar puting susu sejak dini mendapat pemeliharaan yang baik. Puting susu yang belum menonjol ditarik keluar dan dimasase dengan minyak atau dengan menggunakan pompa susu.

J. Diagnosa Keperawatan
Trimester I Trimester II Trimester III
1. Nausea b.d. Perubahan sistem gastrointestinal.
2. Nyeri akut b.d. Perubahan pada payudara.
3. Konstipasi b.d. Kehamilan.
4. Inkontinensia urine stress b.d. Kehamilan.
5. Kelelahan b.d. Kehamilan .
6. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Perubahan fisiologis kehamilan.
7. Risiko trauma b.d. Perubahan fisiologis kehamilan.
8. Kurang pengetahuan: Perubahan fisiologis dan psikologis, perawatan kehamilan b.d. kurangnya informasi tentang penatalaksanaan antenatal care.
9. Gangguan citra tubuh b.d. Perubahan bentuk tubuh.
10. Kecemasan b.d. Perubahan yang menyertai kehamilan.
1. Gangguan citra tubuh b.d. Perubahan bentuk tubuh.
2. Pola nafas tidak efektif b.d. Penekanan diafragma karena pembesaran uterus.
3. Nyeri akut b.d. Perubahan pada payudara.
4. Inkontinensia urine stress b.d. Kehamilan.

5. 1. Nyeri akut b.d. Peningkatan progesteron.
2. Gangguan pola tidur b.d. Perubahan fisiologis kehamilan.
3. Perubahan pola seksualitas b.d. Perasaan takut karena kehamilan.
4. Kecemasan b.d. Persiapan persalinan.










DAFTAR PUSTAKA


Doengoes ME, 2001, rencan keperawatan maternal / bayi : Pedoman untuk Perencanaan & Dokumentasi Pearawatan klien, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Hamilton PM, 1995, Dasar-dasar Kepwrawatan maternitas, EGC, Jakarta

Sarwono, 1994 , Ilmu kebidanan .YBP-SP , Jakarta

NANDA, 2007, Nursing Diagnosis : Definition & classification 2007-2008, Philadelphia.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., 2004. Nursing Outcome Classification. 3th eds. Missouri: Mosby

Dochterman, J.M.,and Bulecheck, G.M., 2004.Nursing intervention classification (NIC). 4th ed. Missouri: Mosby.


FK. UNPAD, 1983, Obstetri Fisiologi, Eleman, Bandung.

Hand book nursing diagnoisi. A Guide to Planning Care

MARAH

MARAH


1. Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman
2. Rentang Respon Marah
Marah memiliki rentang respon dari adaptif ke maladaptif yaitu: asertif, frustrasi, pasif, agresif, dan amuk.
a. Asertif yaitu marah dengan mengungkapkan rasa tidak setuju tanpa menyinggung perasaan lawan bicara.
b. Frustrasi merupakan keadaan dimana ada stimulus yang bisa memancing kemarahan, namun marah dipendam dan tetap ada rasa jengkel dalam hati.
c. Pasien mampu marah namun masih mempertimbangkan banyak hal. Marah pasif merupakan perilaku yang tidak mampu marah dan merasa lemah. Keadaan ini bisa berlanjut ke depresi.
d. Marah agresif yaitu perilaku yang menyertai marah seperti kata-kata dengan nada tinggi, melotot, dan gigi dikatup.
e. Amuk yaitu marah yang disertai kehilangan kontrol. Amuk bisa mencederai diri sendiri dan orang lain.

3. Penyebab Marah
Marah dapat terjadi kerena kebutuhan yang tidak terpenuhi, hal-hal yang meninggung haraga diri, harapan-harapan individu yang tidak sesuai dengan kenyataan.
4. Tanda dan Gejala pasien Marah
Pasien dengan marah akan menampilkan sikap bermusuhan, nada suara tinggi dan keras, rahang terkatup, atau kadang diam dengan ekspresi tegang atau wajah terlihat tegang. Pasien juga dapat memperlihatkan sikap meremehkan orang lain, gelisah, mengancam, mengamuk, berbicara kotor dan kasar, atau memecahkan barang-barang di sekitarnya.
5. Hal-hal yang dapat menyebabkan kekambuhan penderita antara lain
a. Dari penderita sendiri
Kepatuhan pengobatan yang kurang, tipe kepribadian biasanya orang tertutup atau pendiam cenderung sulit mengungkapkan perasaannya, dan masalah yang dihadapi selama di rumah.
b. Keluarga dan lingkungan
Beberapa faktor keluarga dan lingkungan yang mempengaruhi kambuhnya penderita anatara lain: 1). Penolakan terhadap penderita gangguan jiwa seperti pengucilan, diejek dan tidak diterima; 2). Komunikasi tidak terbuka, tidak melibatkan penderita didalam pergaulan; 3). Kurang atau tidak memberikan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan penderita; 4). Kurang pengetahuan keluarga tentang pola perilaku penderita, penanganannya, dan pengawasan minum obat.
6. Manajemen marah
Pasien dengan marah dapat dibantu untuk mengontrol marah nonfarmakologik dan farmakologik.
Bantuan kontrol marah dapat dilakukan dengan:
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien. Bila klien berada dilingkungan rumah, perlu kedekatan klien dengan orang yang menjadi role model bagi klien. Perhatian dan kasih sayang keluarga dan penghargaan sosial kepada klien dapat membantu klien mengontrol marah.
b. Batasi hal-hal yang mengakibatkan frustrasi bagi klien. Beri kegiatan positif untuk mengisi waktu penderita di rumah
c. Untuk klien dengan halusianasi, jangan dibiarkan sendirian, libatkan dalam kegiatan sehari-hari. Bila klien terlihat berbicara sendiri temani klien, ajak klien berbicara untuk mengalihkan perhatian dari halusinasi.
d. Bantu klien menyalurkan rasa marah secara tepat misalnya dengan memukul bantal setiap marah.
e. Jangan mengkritik pasien jika melakukan kesalahan.
f. Berikan pujian positif jika klien melakukan hal yang positif.
g. Jauhkan pasien dari keadaan yang menyebabkan pasien tidak berdaya dan tidak berarti.
h. Kontrol rutin ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan.
7. Manjemen halusinasi:
a. Pertahankan lingkungan yang aman
b. Amati tingkahlaku pasien yang menunjukkan tanda-tanda halusinasi
c. Berikan kesempatan pasien untuk mendiskusikan halusinasinya.
d. Temani klien dan ajak bicara untuk mengalihkan perhatian dari halusinasinya.
e. Libatkan klien dalam aktivitas baik fisik maupun kegiatan keagamaan.
f. Minum obat teratur.
Dalam program pengobatan perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Buat kesepakatan dengan pasien. Pasien mungkin jenuh dengan jumlah obat yang banyak, dan pengobtan yang berkepanjangan, atau efek pengobatan yang tidak menyenangkan.
2. Jelaskan manfaat pengobatan bagi pasien dan akibat menghentikan obat
3. Modifikasi pemberian obat, bersama saat makan buah atau sayuran
4. Hubungi tempat pelayanan kesehatan jika ada efek obat yang tidak menyenangkan
5. Berikan pujian pada pasien saat punya keinginan sendiri untuk minum obat.

LATIHAN RANGE OF MOTION PADA PASIEN IMOBILISASI

LATIHAN RANGE OF MOTION
PADA PASIEN IMOBILISASI

TIU: Mahasiswa mampu memahami konsep latihan ROM
TIK:
1. Menyebutkan definisi latihan ROM
2. Menyebutkan tujuan latihan ROM pada pasien imobilisasi
3. Menjelaskan istilah posisi pergerakan pada ROM
4. Menyebutkan jenis latihan ROM
5. Menyebutkan kontraindikasi latihan ROM
6. Mendemostrasikan beberapa jenis pergerakan pada latihan ROM

Definisi
Suatu latihan dimana pasien atau perawat menggerakan persendian pada jangkauan penuh tanpa menimbulkan nyeri.

Tujuan Latihan ROM
1. Mempertahankan mobilitas/fleksibilitas sendi
2. Mencegah kontraktur, mempertahankan tonus dan mencegah atropi otot
3. Menstimulasi sirkulasi, mencegah trombus dan embolus
4. Menaikkan toleransi untuk aktivitas yang lebih besar
5. Mempertahankan koordinasi
6. Mempertahankan dan membangun kekuatan otot
Istilah dalam posisi ROM normal
1. Fleksi
2. Ekstensi
3. Hiperekstensi
4. Abduksi
5. Adduksi
6. Supinasi
7. Pronasi
8. Rotasi dan sirkumduksi

Jenis Latihan ROM
1. Latihan ROM pasif





2. Latihan aktif 3. Latihan aktif asistif

3. Latihan resistif 5. Latihan Isometrik
Kontraindikasi
1. Gangguan jantung paru
2. Gangguan jaringan ikat sendi

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN PADA SCHIZOPHRENIA RESIDUAL EXACERBASI AKUT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN PADA SCHIZOPHRENIA RESIDUAL EXACERBASI AKUT
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah perilaku agresif dengan karakteristik spesifik: tindakan yang ditunjukkan dengan kasar atau menggunakan kekuatan atau tenaga yang tidak seimbang atau lebih besar terhadap orang lain dengan tujuan mencederai atau merusak, menyiksa, atau menyerang: kekerasan, penyiksaan, berbahaya yang tidak sesuai dengan aturan hukum atau budaya yang dianut yang diarahkan kepada orang lain; menyatakan kekuatan perjuangan atau konflik (ICPN, 2005 dalam Intansari Nurjannah, 2008).

2. Rentang respon neurobiologis dan skizofrenia serta gangguan psikotik
Rentang respon neurobiologis pada pasien skizofrenia dari respon adaptif ke respon maladaptif sebagai berikut:

Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang gangguan pikiran/waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosional berlebihan Kesulitan untuk memproses emosi
pengalaman atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tak lazim Ketidakteraturan perilaku
Hubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial


Pasien dengan perilaku kekerasan memiliki 6 siklus agresi menurut Bowie (1996 cit Intansari, 2008):
a. Triggering incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor yang dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, respon terhadap kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi, pelanggaran batas terhadap jarak personal, dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada fase ini klien dan keluarga baru datang.
b. Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan dengan respon fight or flight. Pada fase escalasi kemarahan klien memuncak, dan belum terjadi tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif klien gangguan psikiatrik bervariasi misalnya: halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat, kerusakan neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.
c. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de escalation gagal mencapai tujuannya. Pada fase ini klien sudah melakukan tindakan kekerasan.
d. Settling phase
Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya. Mungkin masih ada rasa cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.


e. Post crisis depression
Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan berfokus pada kemarahan dan kelelahan.
f. Return to normal functioning
Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi, dan kelelahan.
3. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
Pasien dengan perilaku kekerasan perlu diakaji: bahasa tubuh atau non verbal diamati, riwayat perilaku antisosial, gangguan kognitif, riwayat kekerasan yang diarahkan kepada orang lain, riwayat kekerasan tidak langsung, riwayat kekerasan fisik di masa anak-anak, riwayat ancaman kekerasan, kerusakan saraf, riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga, menyiksa binatang, keadaan memanas, komplikasi atau abnormalitas prenatal dan perinatal, riwayat penyalagunaan obat-obatan atau alkohol. Pasien perlu dikaji adanya halusinasi.

4. Diagnosis keperawatan yang lazim terjadi
a. Pada fase triger dan escalasi klien belum melakukan tindakan kekerasan sehingga masalah keperawatan yang dapat muncul adalah : risiko kekerasan yang diarahkan pada orang lain.
b. Pada fase krisis dapat diangakat masalah: aktual kekerasan yang diarahkan kepada orang lain.
c. Settling phase: risiko kekerasan pada orang lain.
d. Pada fase post crisis depression dan return to normal functioning, masalah keperawatan yang muncul: Kurang pengetahuan: manajemen marah, kesiapan untuk meningkatkan pengetahuan.
5. Rencana tindakan keperawatan
a. Fase I: klien dan keluarga baru datang, interaksi ditujukan kepada keluarga pasien. Tujuan interaksi untuk mendapatkan data tentang klien dari keluarga.Sediakan privacy untuk pasien dan keluarga.
Aktivitas yang dilakukan:
• memperkenalkan diri perawat yang merawat.
• Mengkaji alasan pasien masuk
• Mengkaji perilaku yang menjadi alasan pasien masuk rumah sakit.
• Mengkaji sumber pembiayaan
• Mengkaji hubungan klien dalam lingkungan sosial: apakah klien diterima dalam linkugan sosialnya, orang-orang yang mendukung, dan kondisi psikologis klien
• Mengkaji kondisi relijius pasien
• Tunjukkan hak-hak pasien dan aturan rumah sakit
• Pengkajian riwayat perawatan sebelumnya
• Sediakan informed consent tindakan perawatan di rumah sakit termasuk restrain
• Restrain fisik dan managemen lingkungan.
• Lakukan bantuan mengontrol marah untuk mencegah klien berpindah ke fase escalasi.
• Kolaborasi dengan dokter yang merawat
b. Fase 2: fase escalasi
Bila perilaku kekerasan karena halusinasi, maka aktivitas yang dilakukan:
• Restrain fisik, dan observasi perilaku klien
• Lakukan pengkajian fisik awal
• Managemen lingkungan
• Klien dengan halusinasi yang belum dapat mengontrol halusinasi dapat dilakukan seklusi, restrain fisik, dan restrain kimia
c. Fase crisis point:
• Restrain fisik dan kimia
• Ajarkan pada keluarga perlunya restrain fisik dan kapan akan dibuka
• Bantuan kontrol marah
• Bantu klien memberikan label mengenai emosi yang menyakitkan
• Jelaskan prosedur, tujuan, dan waktu, untuk intervensi bagi klien
d. Settling phase:
• Koordinasi dengan klien kesempatan untuk mereview kontrak dan tujuan
• Libatkan klien dengan cara yang tepat dalam membuat keputusan untuk menghentikan atau mengurangi batasan intervensi
• Penghentian pembatasan dilakukan bersama klien dan staf
• Lepaskan restrain secara bertahap sesuai dengan peningkatan kontrol diri klien
• Awasi perilaku klien saat restrain mulai dilepas
• Bantuan perawatan diri
e. Fase post crisis depression:
• Proses pembelajaran sesuai tingkat pengetahuan dan pemahaman klien
• Polakan kognitif, psikomotor, kemampuan dan ketidakmampuan afektif klien
• Lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SOSIALISASI
PADA KLIEN DENGAN SHIZOFRENIA

A. PENGERTIAN
Shizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006). Tipe residual tampak gangguan terus menerus, ditunjukkan dengan gejala negatif atau adanya dua gejala atau lebih yang melemahkan yang termasuk dalam kriteria umum.
Psikosis: distorsi atau disorganisasi makro dan kapasitas mental seseorang, yaitu suatu ketidakmampuan untuk berkomunikasi atau mengenali realitas yang menimbulkan kesukaran dalam kemampuan seseorang untuk berperan sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari-hari. Gangguan psikosis dikelompokkan dalam lima katagori utama fungsi otak: kognisi, persepsi, emosi, perilaku dan sosialisasi.
Sosialisasi adalah kemampuan untuk menjalin hubungan kerja sama dan saling bergantung dengan orang lain. Isolasi sosial adalah rasa terisolasi, tersekat, terkunci, terpencil dari masyarakat, rasa ditolak, tidak disukai oleh orang lain, rasa tidak enak bila berkumpul dengan orang lain, lebih suka menyendiri. Sedangkan menarik diri menunjukkan pola tingkah laku dan sikap dari isolasi sebagai pembelaan psikologik, yaitu suatu tindakan pelepasan diri baik dari perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung.
B. GEJALA
Gejala psikosis menyebar dalam lima kategori utama fungsi otak
a. Kognisi
Termasuk masalah semua aspek ingatan, perhatian, bentuk, dan jumlah ucapan, pengambilan keputusan atau delusi
b. Persepsi
Termasuk halusinasi, ilusi, masalah intelegensia, sensori.
c. Emosi
Terkait dengan pengekspresian yang berlebihan (hiperekspresi), atau kurang (hipoekspresi) dengan sikap yang kurang sesuai.
d. Gerakan dan Perilaku
Termasuk katatonia, waxy flexibility, gerakan mata abnormal, agresi/anxiety, perilaku stereotipik, kurang tekun dalam bekerja dan sekolah
e. Hubungan
Meliputi isolasi dan menarik diri, harga diri rendah dan ketidakmampuan sosial, kerancuan identitas gender, stigma yang berhubungan dengan penarikan diri dan orang lain.
Gejala negatif berdasarkan kelompok gejala inti skizofrenia:
 Affective flatering (afek datar)
 Avolisi (aphatis)
 Miskin pikir (defisit perhatian)
 Anhedonia (Asosial)
Perilaku yang berkaitan dengan sosialisasi yang disebabkan oleh respon neurobiologis:
 Isolasi dan menarik diri dari hubungan sosial
 Harga diri rendah
 Ketidaksesuaian sosial
 Tidak tertarik dengan aktifitas rekreasi
 Kerancuan identitas gender
 Menarik diri dari orang lain yang berhubungan dengan stigma
 Penurunan kualitas hidup

C. RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS
Respon Adaptif Respon Maladaptif


 Pikiran logis
 Persepsi akurat
 Emosi konsisten dengan pengalaman
 Perilaku sesuai
 Hubungan sosial  Pikiran kadang menyimpang
 Ilusi
 Reaksi emosional berlebihan atau kurang
 Perilaku aneh/tak lazim
 Menarik diri  Gangguan pikiran/waham
 Halusinasi
 Kesulitan untuk memproses emosi
 Ketidakteraturan perilaku
 Isolasi sosial

D. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologis yang maladaptif yang baru mulai dipahami :
a. Adanya lesi pada area frontal, temporal, dan limbik, paling berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skhizofrenia :
 Dopamin neurotransmiter yang berlebihan
 Ketidak seimbangan antara dopamin dan neurotransmiter lain
 Masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin
b. Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurologik yang maladaptif belum didukung oleh penelitian
c. Sosial budaya
Strees yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain

E. STRESSOR PENCETUS
a. Biologis
a. Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur pusat informasi
b. Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara aktif menanggapi rangsangan
b. Stress Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan streessor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Pemicu Gejala
Pemicu merupakan prekusrsor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit.
Kesehatan Lingkungan Sikap/perilaku
 Gizi buruk
 Kurang tidur
 Irama sirkardian tidak seimbang
 Keletian
 Infeksi
 Obat sistem syaraf pusat
 Penyeban dan akibat gangguan
 Gangguan proses informasi
 Kelainan perilaku
 Alam perasaan abnormal
 Ansietas sedang sampai berat  Rasa bermusuhan / lingkungan yang penuh kritik
 Masalh perumahan (tidak puas dengan perumahan)
 Tekanan terhadap penampilan (kehilangan kemandirian dalam kehidupan)
 Perubahan dalam pola kejadian terhadap pola hidup sehari-hari
 Stress (kurang ketrampilan untuk mempertahankan kehidupan)
 Kesukaran interpersonal
 Gangguan dalam hubungan interpersonal
 Kesepian ( isolasi sosial, kurang dukungan sosial )
 Kehilangan isyarat lingkungan
 Tahanan pekerjaan (ketrampilan bekerja yang kurang)
 Ketrampilan sosial yang kurang
 Kurang transportasi (sumber)  “Kasihan saya” konsep rendah diri
 “Keputusasaan” kurang percaya diri
 “Saya gagal” kehilangan motivasi untuk menggunakan ketrampilan
 “Kurang kendali” demoralisasi
 perasaan dikuasai oleh gejala
 “Tidak ada seoranpun yang menyukai saya” tidak mampu memenuhi kebutuahan spiritual
 tampak / bertindak berbeda dengan orang lain yang berusia / berbudaya sama
 ketrampilan sosial kurang
 perilaku agresif
 perilaku amuk
 pengelolaan pengobatan yang kurang
 pengelolaan gejala yang kurang

F. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Perilaku
- Perilaku berhubungan dengan kognisi.
- Perilaku berhubungan dengan persepsi.
- Perilaku berhubungan dengan emosi.
- Perilaku berhubungan dengan gerakan dan perilaku.
- Perilaku berhubungan dengan sosialisasi.
b. Faktor predisposisi
c. Stresor pencetus
d. Penilaian stresor
e. Sumber koping
f. Mekanisme koping

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
a. Gangguan komunikasi verbal
b. Isolasi sosial
c. Perubahan proses pikir
d. Koping individu tidak efektif
e. Kerusakan interaksi sosial
f. Kurang pengetahuan

LATIHAN RANGE OF MOTION PADA PASIEN IMOBILISASI

LATIHAN RANGE OF MOTION
PADA PASIEN IMOBILISASI

TIU: Mahasiswa mampu memahami konsep latihan ROM
TIK:
1. Menyebutkan definisi latihan ROM
2. Menyebutkan tujuan latihan ROM pada pasien imobilisasi
3. Menjelaskan istilah posisi pergerakan pada ROM
4. Menyebutkan jenis latihan ROM
5. Menyebutkan kontraindikasi latihan ROM
6. Mendemostrasikan beberapa jenis pergerakan pada latihan ROM

Definisi
Suatu latihan dimana pasien atau perawat menggerakan persendian pada jangkauan penuh tanpa menimbulkan nyeri.

Tujuan Latihan ROM
1. Mempertahankan mobilitas/fleksibilitas sendi
2. Mencegah kontraktur, mempertahankan tonus dan mencegah atropi otot
3. Menstimulasi sirkulasi, mencegah trombus dan embolus
4. Menaikkan toleransi untuk aktivitas yang lebih besar
5. Mempertahankan koordinasi
6. Mempertahankan dan membangun kekuatan otot
Istilah dalam posisi ROM normal
1. Fleksi
2. Ekstensi
3. Hiperekstensi
4. Abduksi
5. Adduksi
6. Supinasi
7. Pronasi
8. Rotasi dan sirkumduksi

Jenis Latihan ROM
1. Latihan ROM pasif





2. Latihan aktif 3. Latihan aktif asistif

3. Latihan resistif 5. Latihan Isometrik
Kontraindikasi
1. Gangguan jantung paru
2. Gangguan jaringan ikat sendi

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN CHOLESTASIS

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN CHOLESTASIS

1. Pengertian
Cholestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran empedu dari saluran empedu ke istestinal.

2. Penyebab
Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis dan ekstrahepatic cholestasis. Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang terjadi akibat: infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary cirrhosis primer, virus hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-obatan yang menginduksi cholestasis.
Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu, cysta, striktur (penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada pankreas, tekanan tumor atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis primer.
Cholestasis dapat terjadi akibat atresia biliary yang merupakan suatu kondisi kongenital.

3. Perjalanan penyakit

Sumbatan/ terhambatnya aliran empedu

Tertahannya bilirubin pada saluran empedu

Aliran balik bilirubin ke sel hati gangguan pencernaan dan penyerapan nutrisi

Kerusakan defisiensi vitamin larut lemak
Sel hati gangguan pencernaan lemak
(cirrhosis hati)

Hipertensi masuknya bilirubin hipoalbumin gangguan nutrisi
Portal dalam aliran darah

Ruptur vena instinum, ascites
Esophagus, lambung


Perdarahan

Feses kehitaman, jaundice
muntah darah urine warna
Shock hipovolemik gelap, feses warna terang

Itching


4. Tanda dan gejala
Feses kental liat dan berwarna terang,urine berwarna gelap, nafsu makan menurun akibat mual muntah, gatal, nyeri perut kanan atas, kulit dan sklera ikterik. Pada cirrhosis dapat terjadi asites dan udem tungkai, BAB kehitaman, muntah darah, dan gangguan nutrisi tertentu, anemia.

5. Pemeriksaan diagnostik
CT scan abdomen, USG abdomen, MRI

6. Penangan Medik
Tergantung penyebabnya, pada atresia biliary dapat dilakukan tindakan pembedahan untuk memperlancar aliran empedu yang disebut Kasai prosedur. Pada cirrhosis dapat dilakukan transplantasi hati. Pengobatan lain berupa pengobatan terhadap tanda dan gejala yang timbul, termasuk pemilihan nutrisi, susu formula yang mengandung lipase yang mudah dicerna.

7. Asuhan Keperawatan
a. Pengajian
b. Diagnosis Keperawatan
c. Tujuan
d. Rencana Intervensi
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN CHOLESTASIS

1. Pengertian
Cholestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran empedu dari saluran empedu ke istestinal.

2. Penyebab
Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis dan ekstrahepatic cholestasis. Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang terjadi akibat: infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary cirrhosis primer, virus hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-obatan yang menginduksi cholestasis.
Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu, cysta, striktur (penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada pankreas, tekanan tumor atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis primer.
Cholestasis dapat terjadi akibat atresia biliary yang merupakan suatu kondisi kongenital.

3. Perjalanan penyakit

Sumbatan/ terhambatnya aliran empedu

Tertahannya bilirubin pada saluran empedu

Aliran balik bilirubin ke sel hati gangguan pencernaan dan penyerapan nutrisi

Kerusakan defisiensi vitamin larut lemak
Sel hati gangguan pencernaan lemak
(cirrhosis hati)

Hipertensi masuknya bilirubin hipoalbumin gangguan nutrisi
Portal dalam aliran darah

Ruptur vena instinum, ascites
Esophagus, lambung


Perdarahan

Feses kehitaman, jaundice
muntah darah urine warna
Shock hipovolemik gelap, feses warna terang

Itching


4. Tanda dan gejala
Feses kental liat dan berwarna terang,urine berwarna gelap, nafsu makan menurun akibat mual muntah, gatal, nyeri perut kanan atas, kulit dan sklera ikterik. Pada cirrhosis dapat terjadi asites dan udem tungkai, BAB kehitaman, muntah darah, dan gangguan nutrisi tertentu, anemia.

5. Pemeriksaan diagnostik
CT scan abdomen, USG abdomen, MRI

6. Penangan Medik
Tergantung penyebabnya, pada atresia biliary dapat dilakukan tindakan pembedahan untuk memperlancar aliran empedu yang disebut Kasai prosedur. Pada cirrhosis dapat dilakukan transplantasi hati. Pengobatan lain berupa pengobatan terhadap tanda dan gejala yang timbul, termasuk pemilihan nutrisi, susu formula yang mengandung lipase yang mudah dicerna.

7. Asuhan Keperawatan
a. Pengajian
b. Diagnosis Keperawatan
c. Tujuan
d. Rencana Intervensi

THYROID PADA KEHAMILAN

THYROID PADA KEHAMILAN

ANATOMI FISIOLGI
Ada 4 macam control terhadap faal kelenjar tiroid:
1. TRH (Throtrophin releasing hormone); hormone ini di sintesa dan dibuat di hipotalamus. TRH ini dikeluarkan lewat system hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.
2. TSH (Thyroid stimulating hormone); suatu glikoprotein yang terbentuk oleh sub unit (alfa dan beta). Sub unit alfa sama seperti hormone glikoprotein (TSH, LH, FSH, dan human chronic gonadotropin/hCG) dan penting untuk kerja hormone secara aktif. Tetapi sub unit beta adalah khusus untuk setiap hormone. TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor dipermukaan sel thyroid TSH-reseptor (TSH-r) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan yodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormone meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormone. Kedua ini merupakan efek umpan balik ditingkat hipofisis. Khususnya hormone bebaslah yang berperan dan bukannya hormone yang terikat. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.
4. Pengaturan tingkat kelenjar thyroid sendiri. Gangguan yodinasi tirosin dengan pemberian yodium banyak disebut fenomena Wolf-Chaikoff escape, yang terjadi karena mengurangnya afinitas trap yodium sehingga kadar intrathyroid akan mengurang. Escape ini terganggu pada penyakit thyroid autoimun.

Fungsi hormon tiroksin dalam tubuh yaitu :
1. Meningkatkan kecepatan metabolisme kecepatan metabolisme secara menyeluruh.
2. Pada anak-anak untuk merangsang pertumbuhan.
Pembentukan, penyimpanan dan sekresi hormon tiroid terdiri dari langkah-langkah berikut:
1. Tiroglobulin (TGB) mengandung tirosin yang dihaskan didalam sel folikel tiroid dipindahkan kedalam koloid melalui proses eksositosis.
2. Tiroid menangkap yodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid oleh sel folikel melalui suatu pompa yodium (iodine trapping mechanism) yang sangat aktif.
3. Didalam koloid, yodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin didalam molekul tiroglobulin. Pengikatan satu yodium ke tirosin didalam molekul TGB menghasilkan monoiodotirosin (MIT) sedangkan perlekatan dua iodium menghasilkan diiodotirosin (DIT).
4. Penggabungan 2 diiodotirosin menghasilkan T4 dan penggabungan 1 monoiodotirasin dan 1 diiodotirosin menghasilkan T3.
5. Pada stimulasi yang sesuai sel foikel tiroid memakan sebagian tiroid yang mengandung tiroglobulin melalui proses fagositosis. Lisosom menyerang vesikel yang dimakan tersebut dan memisahkan produk beryodium dari tiroglobulin. T3 dan T4 bebas berdifusi didalam darah baik secara langsung maupun melalui limfe.
6. Hormon-hormon tiroid tetap disimpan dikoloid sampai saatnya dipecah dan disekresikan.
Bagaimana cara mendeteksi thyroid desease?
American Thyroid Association merekomendasikan skrining fungsi thyroid seperti kadar serum thyroid-stimulating hormone (TSH) pada usia 35 tahun da dilakukan tiap 5 tahun. Walaupun skrining masih kontroversi, namun uji laboratorium adalah diagnosis standar. Skrining juga direkomendasikan pada wanita yang mengalami infertilitas atau mengalami gangguan menstruasi.

Mekanisme pengaturan hormon tiroid oleh hipotalamus-hipofisis-tiroid.
TSH (thyroid Stimulating Hormone) mempertahankan struktur kelenjar tiroid. Jika kekurangan hormon ini akan terjadi atrofi tiroid dan hanya sedikit hormon yang dihasilkan.apabila banyak sekresi hormon (hipertiroidisme) akan terjadi pertambahan ukuran sel folikular. TSH disekresi oleh hipofisis anterior.
TRH (Thyrotropin Relaxing Hormone) berfungsi untuk merangsang sekresi TSH oleh hipofisis anterior. TRH dihasilkan oleh hipotalamus. Pertambahan hormon tiroxin akan merangsang umpan balik negatif pada hipotalamus dan menginhibisi sekresi TRH.

Thyroid pada kehamilan
Diawal kehamilan terjadi peningkatan hormone thyroxine (T4) dan penurunan kadar thyroid-stimulating hormone (TSH). Perubahan kedua hormon tersebut diikuti dengan peningkatan hCG sehingga terjadi mual muntah. TSH sedikit menurun pada trimester pertama dan kemudian kembali normal sepanjang masa kehamilan. Estrogen meningkatkan jumlah protein dalam serum, yang meningkatkan jumlah protein pengikat hormone thyroid total dalam darah. Thyroid berfungsi normal jika TSH, Free T4 dan Free T3 normal sepanjang kehamilan. T4 meningkat pada 6 – 12 minggu postpartum. Peningkatan serum protein-bound iodine (PBI) sampai pada level 9-16 g/dL dari level 5-12 g/dL sebelum hamil. Kelenjar thyroid akan berfungsi pada 10-11 minggu dan mencapai kadar T4 darah dewasa pada saat 18-20 minggu. Selama kehamilan terjadi peningkatan basal metabolik rate (BMR) 20-25%, dimulai 4 bulan kehamilan. Sehingga terjadi peningkatan konsumsi oksigen oleh aktifitas metabolik janin.
Kelenjar tiroid secara moderat membesar dikarenakan terjadinya hiperplasia jaringan glandular dan peningkatan vaskularisasi. Hipertropi jaringan tiroid tidak berhubungan dengan peningkatan aktivitas tiroid sendiri melainkan oleh karena peningkatan basal metabolismerate selama hamil. Bagaiman pun juga kehamilan normal tidak menyebabkan tiromegali yang signifikan, dan terjadinya goiter yang terjadi pada kehamlan sebaiknya dipertimbangkan sebagai keadaan yang patologik.
Dalam beberapa penelitian menyatakan bahwa ibu yang memiliki tingkat hormon thyroid yang rendah memiliki bayi dengan perkembangan fisik maupun mental yang jauh lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang memiliki tingkat hormon thyroid normal. Penelitian tersebut juga memperlihatkan adanya kaitan antara umur kehamilan (kurang dari 12 minggu) pada ibu yang memiliki tingkat hormon thyroid yang rendah dengan perkembangan fisik maupun mental bayi mereka, namun hal tersebut tidak memperlihatkan hasil yang sama pada usia kehamilan lebih dari 12 minggu. Komplikasi penyakit tiroid dalam kehamilan lebih dari 3 %. Walaupun insidennya rendah namun cepat dikenali dan perawatan dibutuhkan untuk memastikan hasil yang optimal pada maternal fetal.
Kehamilan dihubungkan dengan defisiensi yodium dipengaruhi beberapa faktor seperti:
1. Kebutuhan yodium meningkat pada saat ibu hamil, karena yodium dihantarkan melalui plasenta pada janin.
2. Terjadi peningkatan ekskresi yodium 2x lipat, karena adanya peningkatan aliran filtrasi glomerular dan penurunan reabsorbsi tubular ginjal.
3. Kelenjar thyroid meningkatkan ambilan yodium sampai 3x lipat akibat turunnya yodium dalam plasma.










T4 bebas







10mgg



hCG










20mgg









30mgg TBG
T4 total






Tirotropin





40mgg










10mgg









20mgg TBG



T4 total

Tirotropin

T4 bebas


30mgg




T3 total

T3 bebas
40mgg
Janin
Ibu















Hormon Tidak hamil Hamil Perubahan saat kehamilan
T4 (Total) 5-12,5 g/dl 6-15 g/dl Meningkat
T3 (Total) 50-175 ng/dl 125-275 ng/dl Meningkat
T4 (Bebas) 2,5 ng/dl 2,5 ng/dl Tidak ada perubahan
T3 (Bebas) 0,3 ng/dl 0,3 ng/dl Tidak ada perubahan
TSH 1,9-5,9 g/ml 2,5 ng/dl Tidak ada perubahan
FTI 4,5-12 0,3 ng/dl Tidak ada perubahan
R3TU 25-35% 15-25 % Meningkat





Tabel Prenatal High-Risk Factor

Factor Maternal Implication Fetal/Neonatal Implication
Thyroid disorder
Hypothyroidism infertility spontaneous abortion
BMR, goiter, myxedema risk congenital goiter
Mental retardation cretinism
Inciden cecongenital anomalies
Hyperthyroidism risk postpartum hemorhage incidence preterm birth
Risk preeclamsia tendency to thyrotoxicosis
Danger of thyroid storm
HORMON 1st
TRIMESTER 2nd TRIMESTER 3rd TRIMESTER

TSH Normal/decreased Normal normal
Free T4 Normal Normal normal
Free T3 Normal Normal normal
Total T4 Hight Hight Hight
Total T3 Hight Hight Hight
T3 resin uptake Low Low Low
(inverse measure of protein binding)
Free T4 index (FT4, FTI) Normal Normal Normal


Sumber : www.thyroid.org


HIPERTIROIDISME

a. Etiologi
• Grave’s desease: suatu kelainan thyroid yang bersifat auto-imun, artinya ada zat-zat tertentu dalam darah (TSI) yang merangsang thyroid sehingga membesar dan menghasilkan hormone yang berlebihan.
• Peradangan kelenjar thyroid (thyroiditis): misalnya Quervarin thyroiditis atau hashimoto thyroiditis. Peningkatan produksi hormone akibat reaksi peradangan (inflamasi).
• Tumor kelenjar hipofise (pituitary adenoma): tumor ini menyebabkan peningkatan TSH sehingga menyebabkan hiperstimulasi thyroid.
• Hyperthyroid akibat obat-obatan (drug induce): sering disebabkan oleh obat jantung yang dinamakan amiodarone (cordarone).

b. Patofisiologi
Pada penyakit Grave, antibodi merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan. Antibodi ini bisa menyeberangi palsenta dan merangsang kelenjar tiroid pada janin. Akibatnya, janin bisa mengalami detak jantung yang cepat dan tidak bisa bertumbuh seperti yang diharapkan. Kelenjar tiroid bayi bisa membesar, membentuk gondok.
Patofisiologi dibalik manifestasi klinis penyakit hipertiroid Graves akibat rangsangan berlebih system saraf adrenergik dan yang merupakan akibat tingginya kadar TH yang bersirkulasi. Hipertiroidisme ditandai oleh kehilangan pengontrolan normal sekresi hormon tiroid. Karena kerja dari TH pada tubuh adalah merangsang, maka terjadi hipermetabolisme yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Jumlah TH yang berlebihan menstimulasi system kardiak dan meningkatkan jumlah reseptor beta-adrenergik. Keadaan ini mengarah pada takikardia dan peningkatan curah jantung, volume sekuncup, kepekaan adrenergik dan aliran darah perifer. Metabolisme sangat meningkat,mengarah pada keseimbangan nitrogen negatif, penipisan lemak, dan hasil akhir defisiensi nutrisi.

c. Manifestasi Klinis
Eksoftalmus
Tremor
Hiperkinesis
Takikardia
Kenaikan BMR dan tiroksin dalam darah sampai 25%.
Sulit berkonsentrasi
Gugup dan emosi labil
Hiperdefekasi
Kelemahan otot proksimal
Leher tampak membesar

Gejala yang sering pada ibu hamil dengan hyperthyroid seperti:
• Takikardi
• Exopthalmus
• Inroleransi panas
• Gugup
• Palpitasi
• Penurunan berat badan

d. Komplikasi
Hiperthyroidism yang tidak terkontrol dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi.
Komplikasi maternal meliputi:
 Keguguran
 Infeksi
 Preeklamsia
 Persalinan premature
 Congestive heart failure (CHF)
 Placental abtruption
 Perinatal death
 Postpartum hemorrhage
Komplikasi pada janin dan janin baru lahir meliputi:
 Prematuritas
 Kematian janin intrauteri
 Goiter janin (tirotoksikosis)
Pengobatan yang berlebihan bisa menyebabkan hipothyrodism pada janin.

e. Pemeriksaan Diagnostik
o Khasnya terjadi penurunan serum TSH dan peningkatan T3, T4 dan fT4.
o Peningkatan serum kalsium.
o Peningkatan jumlah sel darah merah dan penurunan sel darah putih.
o Radioaktif iodine uptake test.

f. Penatalaksanaan
Dalam penanganan hipertiroidisme selama kehamilan, harus diingat bahwa ada 2 klien yang ditangani yaitu ibu dan janinnya. Wanita hamil dengan hipertiroid, harus dirawat inapkan untuk mengontrol kadar hormone tiroid yang berlebihan. Tirah baring dianjurkan untuk mengurangi aktifitas yang berlebihan dan ketidakstabilan emosi. Lakukan diet yang proporsional untuk mengembalikan defisit kalori akibat metabolisme yang berlebihan dan keperluan pertumbuhan buah kehamilan.
Terapi lini pertama untuk penyakit graves pada kehamilan, meliputi obat-obatan antitiroid. Pengobatan pada hipertiroid dengan pemberian thioamides (methimazole atau propylthiouracil) yang berfungsi untuk mengurangi aktifitas kelenjar thyroid.
Tindakan operasi memiliki resiko buruk terhadap kehamilan dan janin. Tapi bisa dipertimbangkan dilakukan atas dasar demi kesehatan ibu. Operasi dilakukan pada trimester kedua.
Terapi seperti:
 Thionamida
 Propiltiourasil (PTU)
o Mulai dengan dosis 300-450 mg per hari, yang dibagi dalam 3 dosis.
o Bila kadar T4 dan T3 bebas mencapai batas normal, diberikan dosis pemeliharaan 50-300 mg (tergantung hasil pengobatan) per hari, dalam dosis terbagi.
 Iodine atau Yodium
o Preparat Iodin (missal larutan lugol) dapat menekan pelepasan tiroid dalam kelenjar dan mengurangi vaskularisasi dan memadatkan kelenjar tiroid.
o Preparat ini, dapat melalui sawar uri dan mempengaruhi kelenjar tiroid janin.
o Larutan lugol diberikan sebanyak 3 tetes dalam segelas air putih dan diminumkan sekali sehari selama 1-2 minggu.
 Penghambat beta andreganik (beta blocker)
o Obat ini digunakan untuk mengurangi manifestasi simpatetik (tremor, palpitasi, dan takhikardia) sebelum dikontrol PTU.
o Gunakan propanolol dengan dosis 40-80 mg per hari, yang dibagi dalam 3-4 dosis.
o Tidak dapat digunakan pada kehamilan dengan hipertiroid yang disertai penyakit paru obstruktif, blockade jantung, dekoimpensasio kordis dan diabetes mellitus tipe insulin dependen.
 Tiroidektomi
Bila terjadi badai tiroid (strom), keselamatan ibu menjadi perhatian utama. Di samping penanganan gawat darurat lain, gunakan PTU 400 mg untuk setiap 8 jam. Berikan pula Natrium Iodida melalui infuse sejumlah 1 g per hari dan propanolol (jika diindikasikan) 40 mg dosis awal, dilanjutkan dengan dosis penyesuaian setiap 8 jam.










HIPOTIROIDISME

Pada umumnya, hipotiroid pada ibu hamil terjadi karena kekurangan iodium. Selain itu, sekitar 10% dari ibu hamil memproduksi antibodi atau zat anti yang menyerang kelenjar tiroidnya sendiri yang disebut Anti TPO-Ab (Anti Thyroid Peroxidase Antibody) pada awal kehamilannya. Sebagian dari ibu hamil yang positif memproduksi anti TPO akan mengalami hipotiroid tetapi bersifat subklinik atau tidak bergejala, namun bila diperiksa di laboratorium akan didapatkan kadar TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang tinggi. Hipotiroid pada ibu hamil dapat berakibat buruk bagi ibu maupun perkembangan janin atau bayinya, terutama bila hipotiroid terjadi pada trimester pertama karena pada periode tersebut janin hanya dapat memperoleh hormon tiroid dari ibunya.

a. Etiologi
• Kehilangan jaringan thyroid: akibat operasi atau rusak akibat radiasi
• Antibodi antitiroid: bisa terjadi pada penderita diabetes atau lupus, rheumatoid arthritis, hepatitis kronik, atau Sjogren syndrome
• Bawaan lahir
• Gangguan produksi: hashimoto thyroiditis
• Obat-obatan: beberapa obat bias menyebabkan hypothyroid misalnya Lithium (eskalith, lithobid).

b. Patofisiologi
Hipothyroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormone thyroid atau gangguan pada respon jaringan terhadap hormone thyroid.
Sintesis hormone thyroid diatur sebagai berikut:
a. Hipotalamus membuat thyrotropin releasing hormone (TRH) yang merangsang hipofisis anterior
b. Hipofisi anterior mensintesis thyrotropin yang merangsang kelenjar thyroid.
c. Kelenjar thyroid mensintesis hormone thyroid (triiodothyronin= T3 dan tetraodothyronin= T4) yang merangsang metabolism jaringan yang meliputi; konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf, metabolisme protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin, serta kerja daripada hormone-hormon lain.
Pada hipotiroidisme, hormon tiroxin tidak dihasilkan oleh kelenjar tiroid maka tidak terjadi umpan balik negatif dan hal ini menyebabkan hipersekresi TRH yang akhirnya kan menyebabkan kelenjar tiroid membesar. Jika produksi hormon tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebagai respon terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh. Proses metabolik yang dipengaruhi adalah penurunan produksi asam lambung, penurunan motilitas usus, penurunan datak jantung, gangguan fungsi neurologik, penurunan produksi panas.
Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosclerosis.akumulasi proteoglican hidrophilik di rongga interstitial seperti rongga pleura, cardiac dan abdominal sebagai tanda dari menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien mengalami anemi.

c. Manifestasi Klinis
Cebol (kretinismus)
Edema kulit lembut
Kulit kering
Lekas letih, fatigue
Edema pada kelopak mata
Kenaikan berat badan
Depresi
Lidah besar
Suara serak
Intoleransi terhadap dingin
Konstipasi
Rambut kasar
Kaku, keram otot

d. Hasil laboratorium
Hormon Hasil

T4 Rendah
FT1 Rendah
FT4 Rendah
TSH Meningkat
Adanya peningkatan Ab Antimikrosomal
dan Ab anti thyroglobulin


e. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk memastikan apakah ibu hamil mengalami hipotiorid atau tidak maka perlu dilakukan skrining laboratorium yaitu dengan melakukan pemeriksaan TSHs dan anti TPO.
Pengukuran antibody seperti menilai TRAbs pada ibu hamil dengan melakukan pemeriksaan TSH-binding inhibitory immunoglobulin (TBII). Antibodi berpotensi menghambat stimulasi TSH endogen. Efek ini muncul pada wanita dengan Hashimoto’s hipotiroidism. Pemeriksaan yang ada saat ini adalah thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI). TRAbs dapat dideteksi pada trimester pertama, tetapi nilainya sering menurun pada trimester kedua dan ketiga, dan bisa terdeteksi sebelum meningkat lagi setelah persalinan.
f. Komplikasi
 Abortus habitualis
 Cacat bawaan dan kritinismus janin
 Partus dengan tindakan seksio sesarea
 Anemia
 Hipergestasional
 Abrupsi plasenta
 Persalinan premature
 Perdarahan post partum
Komplikasi terhadap ibu meliputi:
 Microcytic anemia
 Preeklamsia
 Placental abtruption
 Postpartum hemorrhage
 Disfungsi jantung
 Keguguran
 Thyrotoxicasi (lebih sering terjadi pada trimester 2 dan trimester 3)
Komplikasi terhadap janin meliputi:
 Prematurity
 Low birth weight
 Congenital anomalies
 Stillbirth
 Perkembangan neuropsikologi

g. Managemen
Sebelum kehamilan
Mempertimbangkan adanya penyakit hipotirodisme pada diagnosis lain yang berhubungan dengan infertilitas dan atau kelainan menstruasi, atau menunda kehamilan
Masa kehamilan
Melanjutkan pemberian pengganti hormon thyroid
Pada tiap semester harus dikaji tentang fungsi thyroid
Memantau adanya tanda-tanda myxedema
Persalinan
Tidak ada tindakan yang spesifik
Setelah kelahiran
Pantau apakah terjadi pemburukan penyakit tiroid
Terapi meliputi:
1. Tiroksin. Tablet yang tersedia antara lain dalam dosis 50 dan 100 mg, terapi dimulai dari dosis rendah lalu dinaikkan perlahan.
50mg/hr 100mg/hr 150mg/hr periksa darah
3-4 minggu 3-4 minggu
Tujuan terapi : Untuk memperbaiaki kadar T4 dan TSH menjadi normal. Pasien akan menjadi lebih baik dalam 2-3 minggu.
2. Pemberian 300-400 L-T intravena (Levotyroxine/Synthroid)
3. Diit rendah kalori, suplemen hormon thyroid
4. Meningkatkan hormon tiroid harus sedikit demi sedikit dan TSH dimonitor tiap bulan.
5. Prosedur pembedahan untuk mengangkat goiter yang membahayakan struktur leher.
















ASUHAN KEPERAWATAN


HYPERTHYROID

A. PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan Fisik:
a. Kulit
• Panas, lembab, banyak keringat, halus, licin, mengkilat, kemerahan
• Eritema, pigmentasi, mixedema local
• Kuku: terjadi onyholosis (terlepas, rusak)
• Ujung kuku/jari; terjadi aerophacy yaitu perubahan ujung jari 
Tabuh/clubbing finger atau yang sering disebut PLUMER NAIL.
• Kalau ada peningkatan suhu  > 37,8ºC  indikasi krisis thyroid
b. Mata
• Retraksi kelopak mata
• Eksoptalmus
• Iritasi conjunction dan hemosis
• Laktrimasi
• Ortalmoplegia
c. Cardio vascular
• Peningkatan tekanan darah
• Takikardi
• Tekanan nadi meningkat
• Aritmia
• Berdebar-debar
• Gagal jantung
d. Respirasi
• Perubahan pola nafas
• Dyspnea
• Pernafasan dalam

e. Gastrointestinal
• Poliphagia  nafsu makan meningkat
• Diare  bising usus hyperaktif
• Berat badan menurun
f. Otot
• Kekuatan otot menurun
• Kurus
• Atrofi
• Tremor
• Cepat lelah
• Hyperaktif reflex tendon
g. Sistem persyarafan
• Iritabilitas  gelisah
• Tidak dapat berkonsentrasi
• Pelupa
• Insomnia
h. Status mental dan emosional
• Emosi labil  lekas marah, menangis tanpa sebab
• Iritabilitas
• Perubahan penampilan
i. Status ginjal
• Polyuri (banyak dan sering kencing)
• Polidipsi (rasa haus berlebihan  banyak minum)
j. Leher
• Teraba adanya pembesaran thyroid
• Briut (+)

2. Pemeriksaan Diagnostik
• Serum T3 dan T4 meningkat (Normal: T3 8-16gr, T4 4-11gr)
• TSH serum menurun
• Thyroid  radioaktif iodine up take meningkat (Normal: 10-35%)
• BMR meningkat

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare, mual, nyeri abdomen, peningkatan BMR ditandai dengan BB turun, diaphoresis.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan peningkatan metabolisme
3. Cemas berhubungan dengan faktor psikologi; hipermetabolik, efek hormone thyroid seperti pseudocholamin ditandai dengan ketakutan, perasaan bimbang, panic, lepas control.
4. Hipertermia berhubungan dengan status hipermetabolik ditandai dengan panas atau peningkatan suhu tubuh > 37°C, takikardi
5. Diare berhubungan dengan cemas, peningkatan peristaltic usus
6. Resiko injuri berhubungan dengan faktor fisik; tremor
7. Gangguan proses pikir berhubungan dengan proses penyakit; peningkatan rangsangan system saraf simpatis akibat tingginya kadar hormone thyroid ditandai dengan memory deficit, tidak dapat berkonsentrasi.
8. Resiko ketidakseimbangan pertumbuhan janin ditandai dengan status nutrisi ibu yang buruk.


C. INTERVENSI
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare, mual, nyeri abdomen, peningkatan BMR ditandai dengan BB turun, diaphoresis.
Kriteria hasil: Nutrisi adekuat
NOC:
• Berat badan meningkat sampai batas normal bagi klien
• Memakan diet yang dianjurkan tanpa menunjukkan ketidaknyamanan abdomen.
• Tidak mengalami diare
• Intake dan output seimbang





NIC:
• Pantau masukan diet tinggi kalori, tinggi protein, tinggi karbohidrat, tinggi vitamin B.
• Tawarkan makanan dalam jumlah kecil tapi sering dan tambahan diantara waktu makan
• Konsulkan klien untuk makanan yang disukai
• Hindari stimulasi: kopi, teh, makanan lain yang mengandung kafein atau teobromin yang meningkatkan perasaan kenyang dan peristaltic
• Dukung klien untuk memperbanyak minum
• Timbang berat badan setiap hari dengan timbangan yang sama
• Pantau input dan output setiap 8 jam
• Kaji efektifitas pengobatan untuk mengatasi mual dan nyeri abdomen

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan peningkatan metabolisme
Kriteria hasil:
• Aktifitas dapat dilakukan sesuai toleransi
• Meminta bantuan hanya ketika dibutuhkan
• Menyelesaikan aktifitas yang direncanakan tanpa menunjukkan bukti-bukti intoleransi.

NOC:
• Menyelesaikan aktifitas yang direncanakan tanpa bukti-bukti intoleransi

NIC:
• Kaji tanda vital dan tingkat aktifitas sebelumnya
• Batasi aktifitas sampai tingkat toleransi dengan melakukan pengkajian respon
• Biarkan klien membuat prioritas dalam perawatan didalam keterbatasannya
• Berikan jarak waktu antara prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang cukup
• Berikan peralatan yang dibutuhkan, kebutuhan lain untuk mencegah penggunaan energy yang berlebihan
• Hentikan aktifitas pada awal timbulnya gejala intoleransi: dispnea, takipnea, takikardi, keletihan
• Bantu klien saat melakukan aktifitas yang tidak mampu dilakukan karena kelemahan atau tremor
• Rencanakan aktifitas setiap hari dan pola istirahat yang dapat memudahkan meningkatkan toleransi untuk perawatan diri.

3. Cemas berhubungan dengan faktor psikologi; hipermetabolik, efek hormone thyroid seperti pseudocholamin ditandai dengan ketakutan, perasaan bimbang, panic, lepas control.
Kriteria hasil:
• Perubahan koqnitif
• Tidak menunjukkan adanya gelisah, tremor.
NOC:
• Mampu menunjukkan sikap relaksasi
• Catat adanya penurunan cemas untuk menentukan tingkatan pengendalian
• Kaji tingkat kesehatan seperti pengungkapan perasaannya
NIC:
• Observasi perilaku untuk mengidentifikasi ada tidaknya cemas
• Damping klien saat cemas, buat suasana atau sikap tenang
• Jelaskan prosedur suatu tindakan yang membuat lingkungan sekitar menjadi ribut
• Gunakan penggunaan bahasa yang sederhana karena konsentrasi klien mudah tidak fokus
• Diskusikan pada klien dan keluarga tentang penyebab emosi yang labil/reaksi psikologi
• Yakinkan klien dan keluarga bahwa dengan penggunaan obat yang di anjurkan dapat mengontrol emosional klien
• Kolaborasi untuk pemberian obat anti cemas atau sedative dan monitor efeknya
• Menyediakan pelayanan supportif sesuai kebutuha seperti konseling, pelayanan sosial, keagamaan.

4. Hipertermia berhubungan dengan status hipermetabolik ditandai dengan panas atau peningkatan suhu tubuh > 37°C, takikardi
Kriteri hasil:
• Tanda-tanda vital dalam batas normal
NOC:
• Suhu 36°C-37°C
• Nadi dalam batas normal, irama reguler
• Tensi darah dalam batas normal
• Respirasi dalam batas normal
• Tidak ada takikardi
NIC:
• Monitor TTV
• Catat ada tidaknya peningkatan tensi darah yang sangat fluktuasi
• Monitor tensi, nadi setelah minum obat
• Monitor TTV sebelum, selama dan sesudah beraktifitas
• Monitor tanda-tanda takikardi
• Monitor irama dan suara jantung
• Monitor suara nafas
• Identifikasi penyebab pasti perubahan vital sign
• Tingkatkan asupan cairan sampai 2500cc/hari

5. Diare berhubungan dengan cemas, peningkatan peristaltic usus
Kriteria hasil:
• Stool soft and formed
• Pola eliminasi yang baik
NOC:
• Keseimbangan elektrolit, asam dan basa
• Hidrasi
• Eliminasi bowel
• Anxiety self-control


NIC:
• Monitor keseimbangan elektrolit
• Rehidrasi
• Pantau output dan input cairan
• Beri diet yang banyak mengandung elektrolit (ex: kaya potassium, rendah sodium, rendah karbohidrat
• Monitor tingkat stress klien
• Kolaborasi untuk pemberian cairan infus
• Observasi turgor kulit
• Identifikasi factor-faktor yang dapat menyebabkan diare

6. Resiko injuri berhubungan dengan faktor fisik; tremor
Kriteria hasil:
• Mampu menjaga keseimbangan badan saat berdiri
• Mampu menjaga keseimbangan saat duduk tanpa sandaran
• Mampu menjaga keseimbangan saat berjalan

NOC:
• Fall prevention behavior
• Exercise therapy; muscle contol
• Balance
NIC:
• Identifikasi perilaku dan faktorfaktor yang dapat menyebabkan cedera
• Monitor keseimbangan, gaya berjalan dan cemas untuk ambulatory
• Assist unsteady individual with ambulation
• Anjurkan klien untuk meminta bantuan untuk bergerak
• Ajarkan klien untuk meminimalkan resiko jatuh
• Modifikasi situasional (penempatan barang, sarana dan prasarana) untuk mencegah cedera
• Assist with toileting at frequent, scheduled interval
• Bantu klien untuk berdiri/duduk
• Use motor activities that require attention to and use of both sides of the body
• Collaborate with home caregivers regarding exercise and physical activity

7. Gangguan proses pikir berhubungan dengan proses penyakit; peningkatan rangsangan system saraf simpatis akibat tingginya kadar hormone thyroid ditandai dengan memory deficit, tidak dapat berkonsentrasi.
Kriteria hasil:
• Mampu berkonsentrasi
• Daya ingat yang bagus
• Mengeti akan informasi yang disampaikan

NOC:
• Mampu memfokuskan atau mempertahankan perhatian
• Mampu mengulang kembali informasi yang baru disampaikan maupun informasi yang lama dengan tepat
• Mampu mengambil keputusan yang tepat
NIC:
• Gunakan bahasa yang sederhana, singkat dan jelas dan penyampaian yang tidak terlalu cepat
• Kaji tingkat kesadaran, orientasi, afek dan persepsi setiap 4jam-8 jam; laporkan adanya perubahan negatif
• Libatkan keluarga dalam perencanaan, menyediakan dan mengevaluasi perawatan klien
• Cegah situasi yang menimbulkan kemarahan emosional
• Beri lingkungan yang stabil, tenang, tanpa stress dan atasi lingkungan yang terlalu berisik
• Konsisten dalm ucapan, waktu saat melakukan suatu aktifitas atau prosedur
• Hindari pergantian caregiver yang sering
• Antisipasi kebutuhan akan pencegahan reaksi hiperaktif
• Berikan aktifitas yang menghibur
• Orientasikan kembali klien pada lingkungan sesuai dengan yang dibutuhkan dan berikan petunjuk yang mengorientasikan (ex: jam, kalender, dll).
• Pantau reaksi pengobatan yang diberikan

8. Resiko ketidakseimbangan pertumbuhan janin ditandai dengan status nutrisi ibu yang buruk.
Kriteria hasil:
• Pertahankan status nutrisi yang adekuat
• Perilaku terhadap prenatal care
• Pengetahuan; kehamilan
NOC:
• Mampu melakukan prenatal care
• Menjaga keseimbangan kesehatan sejak prekonseptual kehamilan
NIC:
• Anjurkan untuk makan sering dalam porsi yang sedikit
• Pantau masukan diet tinggi kalori, tinggi protein, tinggi karbohidrat, tinggi vitamin B.
• Beritahu ibu/suami/keluarga akan pentingnya melakukan ANC secara teratur
• Monitor status nutrisi ibu
• Monitor berat badan selama kehamilan
• Monitor kadar hormone thyroid selama kehamilan
• Bantu klien/suami/keluarga untuk mempertahankan atau untuk terminasi janin
• Monitor DJJ
• Monitor TTV
• Anjurkan ibu untuk memonitor aktifitas janin
• Jelaskan efek pada janin terhadap program pengobatan yang sedang dijalani
• Persiapkan fisik dan psikologis ibu untuk resiko terminasi janin


HYPOTHYROID
A. PENGKAJIAN
• Pemeriksaan fisik
• Riwayat adanya faktor-faktor penyebab
• Riwayat radiasi pada kepala atau leher serta pembedahan.
• Nyeri pada lehar dan pembengkakan, kanker leher.
• Adanya peningkatan BB, anoreksia, toleransi terhadap dingin, rambut kering dan menipis, fatigue.
• Penurunan libido, menstruasi yangtidak teratur, konstipasi.
• Pemeriksaan diagnostic


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakcukupan oksigen.
2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic.
3. Inefektif termoregulasi berhubungan dengan metabolisme yang melambat
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema dan kekeringan.
5. Resiko ketidakseimbangan pertumbuhan janin ditandai dengan lahir prematur

C. INTERVENSI
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakcukupan oksigen ditandai dengan lekas letih, fatique
NOC:
• Toleransi terhadap aktivitas
• Konservasi energi
NIC:
• Kaji aktivitas yang dapat dilakukan oleh pasien
• Monitor intake nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat
• Tentukan penyebab fatigue (perawatan, nyeri, dan pengobatan).
• Monitor dan catat pola tidur pasien dan lamanya tidur.
• Batasi stimulasi lingkungan (cahaya, suara), untuk memfasilitasi relaksasi.

2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic.
NOC:
• Manajemen impaksi
• Training BAB

NIC:
• Monitor tanda dan gejala adanya konstipasi.
• Monitor bising usus.
• Identifikasi factor-faktor yang menyebabkan konstipasi.
• Jelaskan penyebab masalah konstipasi dan rasionalisasi tindakan yang akan dilakukan.
• Berikan enema atau irigasi bila diperlukan.

3. Inefektif termoregulasi berhubungan dengan metabolisme yang melambat
NOC:
• Termoregulasi
• Status tanda-tanda vital
NIC:
• Monitor temperature setiap 2 jam, bila diperlukan
• Monitor tanda-tanda vital
• Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi
• Monitor kseimbangan elektrolit
• Monitor intake dan output
• Monitor status nutrisi
• Ajarkan pada asien mengenai mencegah terjadinya hipotermia
• Selimuti pasien dengan selimut hangat bila diperlukan

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema dan kekeringan.
NOC:
• Integritas kulit
• Keseimbangan cairan
NIC:
• Observasi ekstremitas terhadapwarna, kehangatan, pembengkakan, nadi, tekstur, edema, dan ulserasi.
• Monitor kulit pada area yang kemerahan dan tekanan
• Monitor temperatur kulit
• Catat perubahan pada kulit atau membrane mukosa
• Monitor infeksi terutama pada daerah yang edema

5. Resiko ketidakseimbangan pertumbuhan janin ditandai dengan lahir prematur

Kriteria hasil:
• Stabilisasi respirasi, heart rate
• Thermoregulation
NOC:
• Vital sign dalam batas normal
• Termoregulasi stabil
• Peningkatan suhu kulit bayi

NIC:
• Monitor tinggi dan berat badan bayi
• Monitor suhu, pernafasan, heart rate bayi
• Monitor intake dan output bayi
• Monitor safety of infant’s environment
• Jelaskan rasional pengobatan, prosedur yang dilakukan
• Restrain infant during procedures
• Maintain infant’s daily rutine during hospitalization











DAFTAR PUSTAKA

Dorland. 2002. Kamus Kedokteran edisi 29. Jakarta; EGC.
Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta; EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri; Obstetri fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta; EGC.
Reeder S., Martin., Griffin., K. 1997. Maternity Nursing Family, Newborn and Women’s Health Care Edition 18th. Lippincott ; Philadelphia.
Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa perawat. Jakarta; EGC
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta; EGC.
Olds, Sally B., 1996, Maternal-newborn nursing: a family centered approach 5th ed, London, Ladewig.
Noname, Ethical Digest No. 54 Thn. VI Aguatus 2008, semijurnal farmasi & kedokteran,
Pillitteri A., 2007Maternal & Child Health Nursing Care of the Childbearing & Childrearing Family 5th ed, Lippincott; Philadelphia.
Herdman, T. H., 2007, Nursing Diagnoses: Defenition & Classification 2007-2008, Philadelphia; NANDA International.
Morhead S, et al., 2004, Nursing Outcome Classifikation 3th ed, Mosby; USA.
Dochterman J.M & Bulechek G.M., 2004, Nursing Interventions Classification 4th ed, Mosby, USA.
http://endocrine.niddk.nih.gov/pubs/prenancy/
Cunningham F. G, et al., obstertri Williams vol 1 ed 21, Jakarta; EGC
Schorge O, et al., 2008, Williams Gynecology, Mc Graw Hill Medical; New York
http://www.depkes.go.id/popops/articleswindow.phd. diunduh pada tanggal 1 September 2009
http://pediatrics-undip.com/journal/outcome_bayi_ibu_hipo_atau_hipertiroidisme.pdf diunduh pada 2 September 2009.
www.mediaindo.co.id ,2006