November 23, 2010

GLOMERULONEFRITIS

A. GLOMERULONEFRITIS
1. Pengertian
Glomerulonefritis adalah peradangan pada struktur ginjal ( glomerulos ). Pengaruh peradangan pada kedua ginjal sama dan peradangan ini bersifat menyebar ketubular, interstisial dan vaskular.

2. Etiologi dan patofisiologi
Anti – GBM Antibody yang Antigen endogenous ( DNA )
Antibody bereaksi dengan exogeneous :
Antigen nonglomerular - Bakteri, Virus
Dalam sirkulasi - kimia, obat – obatan


Membentuk antibody
untuk melawan GBM


Reaksi basal membran
terhadap exogeneous
( Hydrocarbon, virus )

Pembentukan dan akumulasi kompleks antigen,
antibody dan komplemen dalam glomerulus



Deposit sepanjang Fiksasi komplemen dan pelepasan mediator imunologik
Permukaan epitel


Kerusakan glomerulus FGR Permeabilitas glomerulus
terhadap protein


3. Manifestasi Klinik
• Hematuria
• Urine : RBC, WBC dan endapan – endapan granular
• Proteinuria, BUN meningkat, Creatinin meningkat
• Pasien dengan riwayat glomerulonefritis terpapar terhadap obat – obatan, imunisasi, infeksi mikrobial dan virus seperti hepatitis B
• Selain itu kelainan imun seperti SLE dan systemic progressive sclerosis (scleroderma)

Pada umumnya glomerulonefritis dibagi atas 2 yaitu glomerulonefritis akut (GNA) dan glomerulonefritis kronik (GNK).
I. GLOMERULONEFRITIS AKUT
1. Pengertian
Glomerulonefritis akut adalah suatu reaksi imunologi pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu, seperti kuman Streptococcus Beta-hemolitikus group A.
2. Etiologi
Lebih banyak terjadi pada anak – anak dan dewasa muda bisa juga pada semua kelompok umur. Organisme penyebab utama biasanya Strepococcus Beta-hemolitikus Group A tipe 12 dan 4.
3. Patofisiologi
Mula – mula terjadi peradangan pada bagian tubuh lain sehingga tubuh berusaha memproduksi antibodi untuk melawan kuman penyebabnya. Apabila pengobatan terhadap peradangan pada tubuh lain itu tidak adekuat, maka tubuh akan memproduksi antibodi dan antibodi dalam tubuh akan meningkat jumlahnya dan lama kelamaan akan merusak glomerulus ginjal dan menimbulkan peradangan. Akibat dari peradangan tersebut, maka glomerulus ginjal tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dengan baik karena menurunnya laju filtrasi ginjal ( GFR ) dan aliran darah ke ginjal ( REF ) mengalami penurunan.
Darah, protein dan substansi lainnya yang masuk ke ginjal tidak dapat terfiltrasi dan ikut terbuang didalam urine sehingga dapat menyebabkan terjadinya proteinuria dan hematuria. Pelepasan sejumlah protein secara terus menerus ini akan mengakibatkan hipoprotein. Hal ini menyebabkan tekanan osmotik sel akan akan menurun dan menjadi lebih kecil dari tekanan hidrostatik sehingga cairan akan berpindah dari plasma keruangan interstisial dan menyebabkan edema fasial yang bermula dari kelopak mata dan pada kondisi kronik edema ini akan mengenai seluruh tubuh.
Adanya peningkatan tekanan darah akibat mekanisme renin angiontensin yang merupakan respon tubuh untuk mengurangi sirkulasi volume cairan dan reabsorbsi air dan natrium ditubuh bertambah sehingga terjadilah edema.


Pathway

Paska infeksi streptococcus beta – hemolitikus group A

Pelepasan material dari organisme ke dalam sirkulasi (antigen)

Pembentukan antibodi

eaksi antigen dan antibodi (kompleks imun) dalam kapiler glomerulus

Respon peradangan ( kerusakan jaringan glomerulus )

Kompleks imun ditumpuk dalam endotelium dan epitelium
dinding membran kapiler glomerular

Injuri bertambah, aktivitas komplemen dan pelepasan substansi vasoaktif dan mediator lainya

Reaksi utamanya : peradangan
Kerusakan sel membran

Peningkatan permeabilitas basal membran

Penurunan glomerulus filtrasi rate

Retensi air dan natrium
Penurunan volume sirkulasi (hypovolemia)

Injuri bertambah

Sel darah merah dam molekul protein bisa merembes ke dalam kapsula bowman’s

• Udem perifer dan preorbital
• Hipertensi
• Hematuria, proteinuria
• Urine gelap
• Anorexia, lemah, lethargy


Glomerulonefritis Akut

4. Manifestasi Klinik
 Hematuria
 Oedema ringan di sekitar mata atau bisa diseluruh tubuh
 Oliguria, proteinuria
 Sakit kepala, hipertensi
 Demam, anoreksia, mual, muntah, malaise, dispnea, cepat lelah
 Retensi cairan terjadi akibat menurunnya filtrasi glomerulus, udem star pada daerah yang tertekan kemudian keseluruh tubuh (asites) dan perifer (kaki).
 Urine asap merupakan indikasi pendarahan pada upper urinary tract.
5. Komplikasi
 Hipertensi
 Payah jantung
 Gagal ginjal
6. Studi Diagnostik
Tes laboratorium
 Riwayat menderita ß – HSGA pada tenggorokan atau kulit
 Aso ( titer antistreptolysin O ) meningkat
 Penurunan komponen – komponen komplemen ( Clg, C3 dan C4 )
 Renal biopsy (K/P)
 Urinalisis : Hemat Uria > 0 – 5 RBCS
Proteinuria > 30 – 150 mg / hari
Perubahan urine merah
Cediment : RBC berlebihan
 Serum albumin < 3,5 – 5 g/dl  Serum lipid > 400 – 800 mg/dl
 Serum kreatinin > 1,2 mg/dl ( laki – laki ), 1,1 mg/dl ( perempuan )
 BUN > 5 – 20 mg/dl
 Hemoglobin (Hgb) < 15,5 g ( laki – laki ), 13,7 (perempuan)
 Hematokrit < 46 mg ( laki – laki ), 40,9 ( perempuan )
 Erytrosit (+), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit dan hialin
 Albumin (+)
7. Manajemen Medik
Manajemen Umum
 Batasi intake sodium ( 500 – 1000 mg/hari )
 Batasi cairan
 Batasi intake potasium (jika hyperkalemia) 1500 mg/hari
 Batasi intake protein (jika uremik)
 Berikan 2500 – 3500 kalori/hari
 Anjurkan bedrest selama fase akut penyakit
 Hemodialisis, peritoneal dialisis, atau hemofiltrasi arteri – vena terus menerus.
 Bedrest fokus pada mengurangi symtomatik
Terapi obat – obatan
 Anti hiprtensi
Klonidin, diazoxide, hydralazine, methydopa, prazosim, propanolon.
 Obat loop antidiuretik
Furosemide, hydrochlorothiazide, ethacrynic acid
 Antasid
 Antibiotik (penisilin) untuk memberantas semua sisa infeksi
 Erythromycin jika infeksi streptococcus ( positif )
 H2 blokers
Cimetidine, ranitidine
8. Manajemen Keperawatan
 Bedrest total selama 3 – 4 minggu
 Diet rendah protein (1 g/kg BB/hari ) dan rendah garam (1 g/hari ) sampai level uremia dan protein normal.
 Monitor TTV
 Jika suhu tubuh meningkat secara mendadak, segera dilakukan pengukuran suhu ekstra dan kompres dingin
 Jika terdapat gejala disnea atau orthopnea dan teerlihat lemah ssegera beri posisi fowler dan berikan oksigen.
 Menimbang berat badan setiap hari
 Anjurkan klien untuk minum air putih ssebaanyak 1500 – 2000 ml/ hari
 Apabila urine < 300 ml dianjurkan mencatat intake dan output selama 24 jam.

II. GLOMERULONEFRITIS KRONIK
1. Pengertian
Glomerulonefritis kronik adalah suatu gejala yang menggambarkan penyakit peradangan pada glomerulos tahap akhir, yang ditandai dengan kerusakan glomerulos secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang perkembangannya perlahan - lahan dan membahayakan serta berlangsung lama (10 – 30 tahun).
2. Etiologi
Penyakit ini timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut, ketika gejala – gejala insufiensi ginjal timbul (ginjal atrofi). Manifestasi renal karena penyakit – penyakit sistemik seperti : SLE, DM, Amyloid disease. GNK merupakan penyebab utama penyakit renal tahap akhir.
3. Patofisiologi
GNK memiliki karakteristik kerusakan glomerulos secara progresif lambat dan kehilangan filtrasi renal secara perlahan – lahan. Ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak korteks, menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irreguler. Sejulah glomerulus dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut dan cabang – cabang arteri menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir.

4. Patogenesis
Tidak diketahui namun terjadi perubahan pada parenkim ginjal berhubungan dengan hipertensi infeksi intermitan atau sering kambuh pada parenkim. Tampilannya jaringan ginjal atrofi dan fungsi masa nefron menurun secara bermakna, parenkim cortex tipis tetapi calculus dan pelvis normal, pada biopsi atrofi tahap akhir menunjukan hyalinisasi glomerulus, tubulus berkurang, fibrosis intersititium, pada pemeriksaan mikroskopik terdapat efek – efek sisa endapan immune kompleks.
5. Manifestasi Klinik
 Proteinuria, hematuria
 Hipertensi, malaise, kehilangan BB, polyuria dan nocturia
 Sakit kepala, pusing, dan pada umumnya terjadi gangguan pencernaan
 Edema, susah bernapas, angina, hematuria, anemia
6. Manajemen Medik
 Dialisis, transplant, dan kontrol gejala – gejala seperti edema dan hipertensi
 Berikan obat anti – inflamatori dan anti koagulan
7. Manajemen Keperawatan
 Kaji gejala – gejala yang timbul
 Berikan support
 Monitor tanda dan gejala dari komplikasi

ASUHAN KEPERAWATAN GLOMERULUSNEFRITIS
 PENGKAJIAN
 Keluhan utama : sakit kepala, low back pain, mual, muntah, malaise, demam.
 Kardiovaskular : hipertensi, dan edema
 Gastrointestinal : nausea dan vomiting
 Respiratori : sesak napas
 Ginjal : oliguria, hematuria, proteinuria, dan disuria

 DIAGNOSA KEPERAWATAN, PERENCANAAN.
a) Kelebihan volume cairan b.d retensi urine
S/ Klien mengeluh sesak napas
O/ Berkurangnya urine output, edema, BB meningkat, distensi vena jugularis.
• Goal : pasien akan mempertahankan keseimbangan antara intake dan output
• Objektif : dalam jangka waktu 1 x 24 jam jumlah urine yang dihasilkan 1500 – 2500 cc
• Intervensi
- Kaji edema perifer, timbang BB, ukur TTV, tiap 6-8 jam ukur intake dan output tiap 24 jam.
R/ untuk memntukan apakah da retensi cairan atau tidak
- Batasi intake natrium dan cairan
R/ membatasi retensi cairan
- Berikan diuretik sesuai anjuran
R/ untuk mengeluarkan cairabn yan tertahan
- Berikan kardiac glycosit jika dianjurkan
R/ mencegah gagal jantung kongestif

b) Perubahan perfusi jaringan ginjal b.d injury imunologik pada ginjal
S/ Pasien mengatakan sakit kepala, low back pain
O/ Vomiting, demam, dingin, tekanan darah tinggi, oliguria
• Goal : pasien akan mempertahankan fungsi ginjal yang abnormal
• Objektif : dalam jangka waktu 6 – 8 jam perfusi jaringan ginjal kembali normal yang ditandai dengan tanda – tanda vital kembali normal
• Intervensi
- Kaji tekanan darah tiap 6 – 8 jam, intake dan output tiap 24 jam, edema, dan data – data laboratorium.
R/ gagal ginjal akut mungkin ditujukan dengan azotemia, anemia, hiperkalemia, asidosis.
- Berikan obat anti hipertensi sesuai anjuran, diit rendah potasium,dan berikan obat konfulsan.
R/ untuk mengontrol gejala uremik dan komplikasi kardiovaskuler

c) Resiko tinggi infeksi b.d perubahan status imun
S/ -
O/ Tanda – tanda infeksi
• Goal : pasien akan bebas dari infeksi
• Objektif : dalam jangka waktu 1 x 24 jam tidak terdapat tanda – tanda infeksi dan TTV dalam batas normal
• Intervensi
- Kaji infeksi trakus urinarius, monitor suhu, dan WBC, hindari individu dari penyakit infeksi.
R/ pasien dengan glomerulonefritis cenderung mengalami infeksi pada trakus urinarius.
- Memberikan antibiotik jika dianjurkan
R/ Mungkin masih terdapat infeksi streptococcus

d) Potensial perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, mual, muntah
S/ Klien mengeluh lelah
O/ Proteinuria, serum albumin menurun
• Goal : pasien akan mempertahankan intake nutrisi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh
• Objektif : dalam jangka waktu 1 x 24 jam pasien dapat makan 3x sehari dan menghabiskan porsi yang diberikan.
• Intervensi
- Monitor intake makanan, anoreksia, nausea dan vomiting, dan anjurkan untuk makan sedikit tapi sering.
R/ memastikan intake kalori yang adekuat untuk mencegah metabolisme protein di jaringan untuk menghasilkan energi
- Batasi intake protein dan potasium jika diperlukan
R/ untuk mengurangi kerja ginjal dan mungkin mengurangi akumulasi dari potasium dan ion hidrogen.
- Kaji kehilangan berat badan
R/ kehilangan protein yang mungkin terjadi

e) Resiko tingggi kerusakan integritas kulit b.d. adanya edema
• Goal : pasien akan mempertahankan integritas kulit yang normal selama perawatan
• Objektif : dalam jangka waktu 1 x 24 jam pasien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kondisinya, dapat beristirahat dengan cukup ( 6-8 jam/hari ), TTV dalam keadaan normal.
• Intervensi
- Atur posisi pasien tiap 1 – 2 jam sesuai kondisinya
R/ dalam jangka waktu 2 jam maka akan terjadi nekrosis pada daerah yang tertekan
- Support daerah edema dengan bantal
R/ penekanan lama dan keras pada daerah edema akan mempercepat terjadinya luka lecet
- Gunakan lotion bila kulit kering
R/ mencegah kulit yang pecah – pecah akibat edema
- Lakukan aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi pasien
R/ aktivitas dapat memperlancar sirkulasike seluruh tubuh dan memberikan cukup O2 dan nutrisi pada seluruh organ termasuk kulit dapat mempertahankan integritasnya.
- Hindari pemakaian pakaian yang ketat
R/ dapat menyebabkan penekanan pada kulit yang menyebabkan dekubitus.

f) Intoleransi terhadap aktifitas b.d kelelahan
• Goal : pasien akan mempertahankan aktifitasnya selama perawatan serta pasien dapat istirahat dengan cukup
• Objektif : dalam jangka waktu 1 x 24 jam pasien dapat melakukan aktifitas sesuai kondisinya, dapat beristirahat dengan cukup (6 – 8 jam / hari ), TTV dalam keadaan normal
• Intervensi
- Anjurkan untuk bedrest
R/ melakukan aktifitas saat edema berat dapat meningkatkan metabolisme sehingga terjadi tekanan intravaskular yang dapat memperburuk kondisi pasien akibat edema

 EVALUASI
 Pasien memiliki intake cairan seimbang dengan output
- Urine output seimbang dengan intake, urine jernih, tidak ada edema,
tekanan darah normal dan BB normal
 Pasien memiliki fungsi ginjal yang normal
- Tes fungsi renal dalam batasan normal
 Pasien bebas dari infeksi
- Tidak ada tanda dan gejala infeksi
 Pasien memiliki intake nutrisi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh
- Perubahan protein urea : serum albumin dan lipid dalam keadaan normal

 Pendidikan Pasien
1. Menjelaskan tentang glomerulusnefritis baik akut maupun kronik, tanda – tanda dan gejala serta perjalanan penyakit.
2. Menjelaskan tentan pengobatan
3. menganjurkan follow up care, monitor tekanan darah, dan urinalisis (hematuria dan proteinuria)

DAFTAR PUTAKA

Brundage D.J, 1992, RENAL DISORDER, Mosby, St. Louis
Brunner & Suddart, 2001, BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, Edisi8,
EGC, Jakarta
Lehman Sendes C.P. 1995, MEDICAL SURGICAL NURSING : Conseps and Clinical
Practice, Fifth Edition, MSN
Price S.A & Wilson L.M. 1995, PATOFISIOLOGI KONSEP KLINIS PROSES –
PROSES PENYAKIT, EGC, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar