November 22, 2010

ASKEP LUKA BAKAR

LUKA BAKAR


A. Definisi
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, cairan panas, listrik, dll). Atau zat-zat yang bersifat membakar (asam, kuat, basa kuat). Luka bakar merupakan salah satu jenis luka yang paling sering dialami oleh tiap orang, terutama anak-anak, setelah kecelakaan. Derajatnya berbeda-beda, dari luka bakar yang paling ringan yaitu akibat sengatan matahari, hingga yang terberat, menyebabkan kematian. Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dapat disebabkan banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang terbuka, petir atau bahan kimiawi seperti asam atau basa kuat.
B. Etioligi
Panas bukan merupakan satu-satunya penyebab dari luka bakar, beberapa jenis bahan kimia dan arus listrik juga bisa menyebabkan terjadinya luka bakar. Biasanya bagian tubuh yang terbakar adalah kulit, tetapi luka bakar juga terjadi pada jaringan dibawah kulit, bukan organ dalampun bisa mengalami luka bakar meskipun kulit tidak terbakar. Sebagai contoh, meminum minuman yang sangat panas atau zat kaustik (misalnya asam) bisa menyebabkan luka pada lerongkongan dan lambung. Menghirup asap dan udara panas akibat kebakaran gedung bisa menyebabkan terjadinya luka bakar pada paru-paru. Luka bakar listrik bisa disebabkan oleh suhu diatas 4982o celsius, yang dihasilkan oleh suatu arus listrik yang mengalir dari sumber listrik kedalam tubuh manusia.
Resistensi (kemampuan tubuh untuk menghentikan atau memperlambat aliran listrik) yang tinggi terjadi pada kulit yang bersentuhan dengan sumber listrik, karena itu pada kulit tersebut banyak energi listrik yang diubah menjadi panas sehingga permukaannya terbakar. Luka bakar listrik juga menyebabkan kerusakan jaringan dibawah kulit yang sangat berat. Ukuran dan kedalamannya bervariasi dan bisa menyerang bagian tubuh yang jauh lebih luas dari pada bagian kulit yang terbuka. Kejutan listrik yang luas bisa menyebabkan pada sistem pernafasan dan gangguan irama jantung sehingga denyut jantung menjadi tidak beraturan. Luka bakar kimia bisa disebabkan oleh sejumlah iritan dan racun, termasuk asam dan basa yang kuat, fenol dan kresol (pelarut organik), gas mustard dan fosfat.
C. Manifestasi Klinis
Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang terkena dan kedalaman luka :
1. Luka bakar derajat I
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi merah, nyerim sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab atau membengkok. Jika ditekan, daerah yang terbakar akan memutih; belum terbentuk lepuhan.
2. Luka bakar derajat II
Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Kulit melepuh, dasarnya tampak merah atau leputihan dan terisi oleh cairan kental yang jenih. Jika disentuh warnanya berubah menjadi putih dan terasa nyeri.
3. Luka bakar derajat III
Menyebabkan kerusakan yang paling dalam. Permukaannya bisa berwarna putih dan lembut atau berwarna hitam, hangus dan kasar. Kerusakan sel darah merah pada daerah yang terbakar bisa menyebabkan luka bakar berwarna terang. Kadang daerah yang terbakar melepuh dan rambut/bulu di tempat tersebut mudah dicabut dari akarnya. Juka disentuh, tidak timbuk rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah mengalami kerusakan.
D. Kedalaman Luka Bakar
1. Luka bakar derajat 1 (luka bakar superfisial)
Kerusakan yang ditimbulkan luka bakar derajat ini hanya sebatas permukaan kulit luar, yang disebut dengan lapisan epidermis. Biasanya lukanya kering, kemerahan, dan tidak ada bekas luka.
Pertolongan pertama, biasanya segera diguyur dengan air dingin yang mengalir untuk mengurangi panas dan mencegah kerusakan jaringan yang lebih luas. Biasanya penyebuhan luka bakar derajat satu ini membutuhkan waktu 5-10 hari.
2. Luka bakar derajat 2 (luka bakar dermis)
Luka bakar derajat dua ini tidak hanya lapisan luar yang kena, tapi lapisan lebih dalam juga terkena, yaitu lapisan epidermis ditambah sebagaian lapisan dermis. Biasanya luka mengeluarkan cairan. Terlihat adanya berjalan/gelembung yang berisi cairan bening. Terasa nyeri sekali karena ujung saraf nyeri terangsang. Jika kita amati, pada dasar luka terlihat merah atau pucat, sering terlihat lebih tinggi dari kulit normal di sekitarnya.
Untuk luka yang sampai seperti ini, sebenarnya dibiarkan juga akan sembuh dengan sedikitnya, bisa sampai 10 hingga 14 hari. Yang harus diingat, kalau terjadi luka bakar seperti ini, sebaiknya luka dijaga kebersihannya, kalau perlu dibersihkan dengan obat antiseptik. Jika terjadi infeksi, akan memperlama proses penyembuhan lukanya. Untuk luka bakar derajat dua ini sebaiknya memang benjolan berisi air yang timbul jangan sampai pecah, karena biasanya kalau sampai pecah, dapat terjadi infeksi dan menimbulkan bekas luka yang sulit hikang. Jika luka memang sudah terbuka, kita bisa kedokter untuk minta obat cream antibiotik sebagai pencegahan agar tidak terjadi infeksi.
3. Luka bakar derajat 3
Sebaiknya, kalau kita kenali gejala-gejala luka bakar derajat 3 ini, segera ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan segera. Pada luka bakar ini, kerusakan jaringan sudah meliputi seluruh lapisan kulit, bahkan bisa lebih dalam lagi. Luka sudah mengenai semua organ dikulit, misalnya akar rambut, kelenjar lemak kulit, dan kelenjar keringat juga mengalami kerukan.
Pada luka bakar ini malah tidak dijumpai gelembung berisi cairan lagi, tapi luka terkesan kering, berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering, biasanya permukaannya lebih rendah dari kulit sekitarnya. Pada luka bakar ini malah tidak terasa nyeri karena ujung-ujung saraf juga ikut rusak.
E. Berat Luka Bakar
(berdasarkan derajat luasnya kulit yang terkena)
- Ringan : luka bakar derajat I atau derajat I atau derajat II seluas < 15% atau derajat II seluas < 2% - Sedang : luka bakar derajat II seluas 10-15% atau derajat II seluas 5-10% - Berat : luka bakar derajat II seluas > 20% atau derajat III seluas > 10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, alat kelamin/persendian sekitar ketiak atau akibat listrik tegangan tinggi (< 1000V) atau dengan komplikasi patah tulang/ kerusakan jaringan lunak/gangguan jalan nafas. F. Luas Luka Bakar 1. Perhitungan luas luka bakar antara lain berdasrkan rule of nine dari wallace, yaitu : - Kepala dan keher : 9% - Ekstremitas atas : 2x9% (kiri dan kanan) - Paha dan betis kaki : 4x9% (kiri dan kanan) - Dada, perut, punggung, bokong : 4x9% - Perineum dan genitalia : 1% 2. Rumus tersebut tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan rumusan 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 dari luna dan browder untuk anak. Dasar prestasi yang digunakan dalam rumus-rumus tersebut diatas adalah luas telapak tangan dianggap : 1%. G. Penatalaksanaan : - Menurut derajat Luka Bakar. Derajat 1 : cuci larutan antiseptik dan beri analgesik. Bila mengenai daerah muka, genital rawat inap. Derajat 2 : inj. TAS 1500 IU im atau inj. Tetanus Toksid (TT) 1 ml im. Derajat 2 : tidak luas tetapi terbuka : dicuci dengan larutan antiseptik, ditutup kasa steril, beri zalf levertran. Bila tidak ada tanda infeksi, kasa diganti tiap 2 minggu. Derajat 3 : rujuk ke RS dengan infus terpasang. - Menurut Berat Luka Bakar Ringan tanpa komplikasi : berobat jalan Sedang : sebaiknya rawat inap untuk observasi Berat : rujuk ke RSUD dengan infus terpasang. Indikasi Rawat Inap Luka bakar didaerah wajah dan leher Luka bakar didaerah tangan Luka bakar di daerah mata Inhalasi Luka bakar bisa membuat seseorang menderita, bahkan meninggal. Semua ini tergantung derajat kedalaman dan kerusakan jaringan yang diakibatkan luka bakar itu. Misalnya kita harus memberikan perhatian pada luas dan bagian tubuh yang terbakar. Luas luka yang lebih dari 25 persen permukaan tubuh harus diwaspadai. Demikian juga halnya dengan bagian tubuh yang penting, misalnya wajah, jalan nafasm leher, dan alat kelamin. H. Perawatan Terdapat tiga prioritas penting dalam perawatan luka bakar ringan. - Selalu dahulukan tindakan medis dan bedah. Sebagai contoh dalam menghadapi seorang pasien yang mengalami kesulitan bernafas, prioritas pertama kita ialah mengatasi msalah pernafasan. - Setelah tuntas dengan urusan emergency, baru kita berupaya memeprtahankan bentuk dan fungsi bagian tubuh yang terkena luka bakar. - Prioritas berikutnya ialah upaya mencintapkan penampakan jaringan parut sebaik mungkin. Hal ini merupakan problem utama dari pasien-pasien luka bakar. Upaya terpenting yang bisa dikaerjakan ialah dengan pemberian tekanan diatasnya selama 6 – 12 bulan. Pasien dapat menunggu terjadinya pertumbuhan kulit baru. Penantian ini umunya memakan waktu yang lebih lama. Lternatif yang lebih cepat ialah dengan skin graft (cangkok kulit). Cara ini dikerjakan dengan mengambil kulit dari suatu bagian tubuh yang kemudian ditanam pada daerah yang memerlukan. Lokasi pengambilan (donor site) biasanya di daerah paha karena ini lebar dan gampang sembuh. Agar pertumbuhan terjadi, dibutuhkan beberapa syarat. Kulit donor haruslah kulit yang sehat. Lokasi resipien (tempat donor ditanam) mesti memiliki jaringan pembuluh darah yang baik. Jika tidak, kulit donor tidak akan bisa tumbuh. Stetelah kulit donor diletakkan, satu-satunya hal yang mesti dikerjakan ialah membiarkannya. Jangan memberi tekanan apapun. Kita hanya melindungi cangkok tersebut dan menantinya tumbuh. Umumnya petumbuhan akan terjadi dalam 4 -7 hari. I. Pengobatan Sekitar 85% luka bakar bersifat ringan dan penderitanya tidak perlu dirawat di rumah sakit. Untuk membantu menghentikan luka bakar dan mencegah luka lebih lanjut, sebaiknya lepaskan semua pakaian penderita. Kulit segera dibersihkan dari bahan kimia (termasuk asam, basa dan senyawa organik) dengan mennguyurnya dengan air. Penderita perlu dirawat di rumah sakit jika : - Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki - Penderita akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya secara baik dan benar di rumah - Penderita berumur kurang dari 2 tahun atau lebih dari 70 tahun - Terjadi luka bakar pada organ dalam ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data baik data subyektif maupun data obyektif. Data subyektif diperoleh berdasarkan hasil wawancara baik dengan klien ataupun orang lain, sedangkan data obyektif diperoleh berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan fisik. 1. Data biografi Langkah awal adalah melakukan pengkajian terhadap data biografi klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, ras, dan lain-lain. Setelah pengkajian data biografi selanjutnya dilakukan pengkajian antara lain pada : 2. Luas luka bakar Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan Browder”, seperti telah diuraikan dimuka. 3. Kedalaman luka bakar Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka. 4. Lokasi/area luka Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah, leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan jika mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan. Lebih lanjut data yang akan diperoleh akan sangat tergantung pada tipe luka bakar, beratnya luka dan permukaan atau bagian tubuh yang terkena luka bakar. Data tersebut melipuri antara lain pada aktivitas dan istirahat mungkin terjadi penurunan kekuatan otot, kekakuan, keterbatasan rentang gerak sendi (range of motion / ROM) yang terkena luka bakar, kerusakan massa otot. Sedangkan pada sirkulasi kemungkinan akan terjadi shok karena hipotensi (shok hipovolemia) atau shock neurogenik, denyut nadai perifer pada bagian distal dari ekstremitas yang terkena luka akan menurun dan kulit disekitarnya akan terasa dingin. Dapat pula ditemukan tachikardia bila klien mengalami kecemasan atau nyeri yang hebat. Gangguan irama jantung dapat terjadi pada luka bakar akibat arus listrik. Selain itu terbentuk edema hampir pada semua luka bakar. Oleh karena itu pemantauan terhadap tanda-tanda vital (suhu, denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah) penting dilakukan. Data yang berkaitan dengan respirasi kemungkinan akan ditemukan tanda dan gejala yang menunjukan adanya cidera inhalasi, seperti suara serak, batuk, terdapat partikel karbon dalam sputum, dan kemerahan serta edema pada oropharing, lring dan dapat terjadi sianosis. Jika luka mengenai daerah dada maka pengembangan torak akan terganggu. Bunyi nafas tambahan lainnya yang dapat didengar melalui auskultasi adalah cracles (pada edema pulmoner), stridor (pada edema laring) dan ronhi karena akumulasi sekret di jalan nafas. Data lain yang perlu dikaji adalah output urin. Output urin dapat menurun atau bahkan tidak ada urin selama fase emergen. Warna urine mungkin tampak merah kehitaman jika terdapat mioglobin yang menandakan adanya kerusakan otot yang lebih dalam. sedangkan pada usus akan ditemukan bunyi usus yang menurun atau bahkan tidak ada bunyi usus, terutama jika luka lebih dari 20 %. Oleh karena itu maka dapat pula ditemukan keluhan tidak selera makan (anoreksia), mual dan muntah. 5. Masalah kesehatan lain Adanya masalah kesehatan yang lain yang dialami oleh klien perlu dikaji. Masalah kesehatan tersebut mungkin masalah yang dialami oleh klien sebelum terjadi luka bakar seperti diabetes melitus, atau penyakit pembuluh perifer dan lainnya yang akan memperlambat penyembuhan luka. Disamping itu perlu pula diwaspadai adanya injuri lain yang terjadi pada saat peristiwa luka bakar terjadi seperti fraktur atau trauma lainnya. Riwayat alergi perlu diketahui baik alergi terhadap makanan, obat-obatan ataupun yang lainnya, serta riwayat pemberian imunisasi tetanus yang lalu. 6. Data Penunjang a. Sel darah merah (RBC): dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood Cell) karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan oleh menurunnya produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang. b. Sel darah putih (WBC): dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri. c. Gas darah arteri (ABG): hal yang penting pula diketahui adalah nilai gas darah arteri terutama jika terjadi injuri inhalasi. Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2. d. Karboksihemoglobin (COHbg) :kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat meningkat lebih dari 15 % yang mengindikasikan keracunan karbon monoksida. e. Serum elektrolit : 1) Potasium pada permulaan akan meningkat karena injuri jaringan atau kerusakan sel darah merah dan menurunnya fungsi renal; hipokalemiadapat terjadi ketika diuresis dimulai; magnesium mungkin mengalami penurunan. 2) Sodium pada tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air dari tubuh; selanjutnya dapat terjadi hipernatremia. f. Sodium urine :jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak adekuatnya resusitasi cairan. g. Alkaline pospatase : meningkat akibat berpindahnya cairan interstitial/kerusakan pompa sodium. h. Glukosa serum : meningkat sebagai refleksi respon terhadap stres. i. BUN/Creatinin : meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi renal, namun demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan. j. Urin : adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan kerusakan jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna urine merah kehitaman menunjukan adanya mioglobin k. Rontgen dada: Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi. l. Bronhoskopi: untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin dapat ditemukan adanya edema, perdarahan dan atau ulserasi pada saluran nafas bagian atas m. ECG: untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar karena elektrik. n. Foto Luka: sebagai dokumentasi untuk membandingkan perkembangan penyembuhan luka bakar. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan: Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & criteria hasil Intervensi Rasionalisasi Fase Eemergensi (E) 1. Defisit volume cairan b.d. pe- ningkatan permeabi-litas kapiler dan perpin-dahan cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial Klien akan memperli-hatkan perbaikan keseimbangan cairan, yang ditandai oleh : • Tidak kehausan • Mukosa mulut/bibir lembab • Output urine : 30-50 cc/jam • Sensori baik • Denyut nadi : <> • Kaji terjadinya hi-povolemia tiap 1 jam selama 36 jam
• Ukur/timbang berat badan setiap hari.

• Monitor dan doku-mentasikan intake dan output setiap jam

• Berikan replace-ment cairan dan elektrolit melalui intra vena sesuai program.
• Monitor serum elektrolit dan hematokrit. • Perpindahan cair- an dapat menye-babkan hipovo-lemia
• Berat badan me-rupakan indek yg akurat keseim-bangan cairan.
• Output urine me-rupakan pengu-kuran yg efektif terhadap keber-hasilan resusitasi cairan.
• Cairan intravena dipergunakan un tuk memperbaiki volume cairan.
• Hiperkalemia dan peningkatan hematokrit merupakan hal yang sering terjadi.
2. Potensial illeus paralitik b.d. stress akibat injury.





3. Potensial gagal ginjal b.d. adanya hemachromagen dalam urine karena luka bakar yang dalam Perawat akan memoni-tor bunyi usus normal aktif, adanya distensi
abdomen, produksi flatus dan gerakan usus normal.


Perawat akan memoni-tor adanya hemachro-magen dalam urine & output urine adekuat : 75-100 cc/hari • Kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT.
• Kaji fungsi usus :
 Auskultasi bu-nyi usus tiap 4 jam

 Observasi dis-tensi abdomen

• Monitor output gaster, jumlah, warna dan ada-nya darah serta pH.

• Monitor dan doku-mentasikan output urine setiap jam & warna urine.
• Pastikan aliran ka-teter urine dalam keadaan baik.
• Berikan cairan intravena sesuai program
• Siapkan sampel urine untuk peme-riksaan kadar myo-globin/hemoglobin sesuai program • Illeus umumnya terjadi pada luka bakar > 20 - 25%
• Bunyi usus mengindikasikan adanya peristal-tik.
• Distensi abdomen menunjukan ter-jadinya illeus
• Pengeluaran cair-an dari gaster memerlukan re-placement cair-an. Ulkus pada gaster sering ter-jadi pada luka bakar berat.
• Urine akan berwarna merah atau coklat gelap jika terdapat hemachromagen
• Kateter dapat tersumbat oleh hemachromagen.

• Hemachromagen akan terbilas atau keluar dari tubuh.
• Memberikan informasi tentang resiko gagal ginjal.
4. Gangguan pertukaran gas b.d. keracunan carbonmo-noxida, kerusakan paru akibat pabas. Klien akan menunjukan perbaikan pertukaran gas, yang ditandai oleh :
• Respirasi 16-24 kali/menit tanpa upaya
• PaO2 > 90 mmHg
• PaCO2 : 35-45 mm-Hg
• SaO2 > 95%
• Suara nafas kedua paru bersih. • Kaji tanda-tanda respiratori distres yang ditandai oleh:
 Gelisah, bing-ung (confuse)
 Terdapat upaya nafas,
 Tachypnea,
 Dyspnea,
 Tachicardia,
 Kadar PaO2 dan SaO2 menurun
 Cyanosis
• Monitor kadar gas darah arteri dan COHb sesuai permintaan dokter
• Monitor kadar SaO2 secara kontinu
• Berikan oksigen seuai program
• Ajarkan pasien penggunaan spirometri.
• Tinggikan tempat tidur bagian kepala.
• Monitor kebutuhan untuk pema-sangan intubasi endotraheal. • Gangguan pertu-karan gas dapat megakibatkan respiratori distres karena hypokse-mia.









• Memberikan data tentang efektifi-tas respirasi/ oksigenasi.

• Memberikan data oksigenasi non-invasif.
• Menurunkan hi-poksemia

• Mendorong untuk bernafas dalam.

• Mempermudah ekspansi paru
• Intubasi mungkin diperlukan untuk memelihara oksi-genasi
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. edema trahea, menurunnya fungsi ciliar paru akibat injuri inhalasi










6. Perubahan Bersihan jalan nafas klien akan efektif, yang ditandai oleh:
• Suara nafas bersih
• Sekresi pulmoner bersih sampai putih
• Monbilisasi sekreai pulmoner efektif
• Respirasi tanpa upa-ya
• Respirasi rate:16-24 kali/mnt
• Tidak ada ronchi, whezing, stridor
• Tidak ada dispnea
• Tidak ada sianosis.

Perfusi perifer klien akan menjadi adekuat, yang ditandai oleh:
• Denyut nadai dapat diraba melalui palpa-si/Dopler
• Capilari refill pada kulit yang tidak ter-bakar <>
• Tidak ada kebal
• Tidak terjadi pening-katan rasa nyeri pada waktu melakukan latihan ROM • Ajarkan klien un-tuk batuk dan ber-nafas dalam setiap 1-2 jam selama 24 jam, kemudian se-tiap 2-4 jam, saat terjaga.
• Letakan peralatan suction oral dalam jangkaun klien un-tuk digunakan sen-diri oleh klien.
• Lakukan endotra-cheal suction jika diperlukan, dan monitor serta doku-mentasikan karak-teristik sputumnya.
• Lepaskan semua perhiasan & pakai-an yg kencang/ sempit
• Batasi penggunaan cuff tekanan darah yang dapat menye-babkan konstriksi pada ekstremitas.
• Monitor denyut arteri melalui pal-pasi atau dengan Dopler setiap jam selama 27 jam.
• Kaji Capilary refill pada kulit yang tak terbakar pada bagi-an ekstremitas yg terkena. • Mempermudah dalam member-sihkan saluran nafas bagian atas.



• mendorong klien untuk member-sihkan sendiri sekresi oral dan sputum.


• Menghilangkan sekresi dari sa-luran nafas bagi-an atas. Warna, konsistensi, bau dan banyaknya dapat mengindi-kasikan adanya infeksi.
• Dapat membaha-yakan sirkulasi sebagai akibat terjadinya edema.
• Dapat menurun-kan aliran arteri dan venous return.



•menurnkan/menghilangkan hipok-semia


• Capilary refil menjadi meman-jang & gangguan sirkulasi.
perfusi jaringan perifer b.d. konstriksi akibat luka bakar.
7. Hypotermia b.d. kehi-langan jaringan epitel dan fluktuasi suhu udara. Klien akan memperta-hankan suhu tubuh yang normal, yang ditandai oleh core body temperature antara 99,6 - 101,0 derajat F. • Kaji tingkatan nye-ri dengan latihan ROM aktif
• Tinggikan ekstre-mitas yang terkena di atas permukaan jantung.
• Dorong klien untuk melakukan latihan ROM aktif
• Antisipasi & siap-kan klien untuk escharotomy
• Perawatan Post Escharotomy :
Kaji keadekuatan sirkulasi :
 Cek nadi
 Catat warna, pergerakan & sensasi ekstre-mitas yang terkena.
• Atasi perdarahan post operasi escharotomy dgn penekanan, elek-trocautery, menja-hit pembuluh yang mengalami perda-rahan.
• Monitor suhu rec-tal sesuai indikasi (setiap jam selama fase emergensi dan setelah dilakukan pembedahan • Iskemia jaringan menyebabkan timbulnya rasa nyeri.
• Menurunkan pembentukan edema dependen.


• Meningkatkan venous return dan menurunkan atropi otot.
• Escharotomi dila-kukan untuk memperbaiki sirkulasi dan jaringan.
• Data-data tsb mengindikasikan perfusi yg adek-wat.






• Jaringan yang masih hidup di-bawahnya akan berdarah.




• Hipotermia dapat terjadi setelah kehilangan kulit karena rusaknya regulator panas.
8. Resiko tinggi terjadi stres ulcer b.d. respon stres neurohormonal akibat luka bakar










Perawat akan memo-nitor perdarahan gas-trointestin dan akan mempertahankan pH gaster > 5












. o Batasi bagian tu-buh yang terpapar selama melakukan perawatan luka



o Batasi lama pengo-batan hidroterapi semapai dengan 30 menit atau kurang dengan suhu air antara 98 - 102,0 derajat F
o Gunakan pemanas luar / radiasi lampu pemanas.
o Pertahankan/peli-hara ruangan pro-sedur tetap hangat.
o Monitor dan doku-mentasikan nilai pH gaster dan ada-nya darah setiap 2 jam pada saat NGT terpasang.
o Berikan antacida dan/atau H2 resep-tor antagonis sesu-ai program dokter.
o Monitor feses akan adanya darah.
o Kaji berat badan sebelum luka bakar
o Konsulkan pada ahli diet • Bagian yang ter-buka (terekspos) dapat menyebab-kan hipotermia. Panas keluar dari luka yang terbu-ka dan setelah hidroterapi mela-lui evaporasi.
• Sumber panas eksternal






• Sekresi asam gaster dapat menyebabkan perdarahan

• Menurunkan isi asam lambung

• Stres ulcer me-nyebabkan per-darahan, dan mungkin dapat dieksresi keda-lam feses.






• Kebutuhan kalori didasarkan pada berat badan pre luka bakar

• Untuk melakukan kajian nutrisi.
9. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. meningkatnya kebutuhan metabolik untuk penyembuhan luka. Nutrisi klien adekuat, ditandadi oleh dapat mempertahankan pada 85-90% berat badan sebelum luka bakar • Kaji pola makan, kesukaan, alergi makanan dalam 72 jam setelah makan.
• Catat intake kalori (jumlah kalori)
• Ukur berat badan setiap hari untuk mengikuti kecende-rungan be at badan (kecuali: jika pro-sedur operasi me-merlukan pemba-tasan pergerakan).
• Lakukan oral higi-ene setiap shift/jika dibutuhkan.
• Atur jadwal treat-men yang diberi- kan agar tak meng-ganggu jadwal ma-kan.
• Sediakan waktu istirahat sebelum jam makan jika klien mengalami nyeri karena prose-dur atau treatmen.
• Sediakan alat bantu utk mempermudah makan.
• Dorong klien/kelu-arga unttk memba-wa makanan kesu-kaan dari rumah.
• Berikan nutrisi suplemen diantara jam makan.
• Berikan reinforce-men positif untuk makan. • Sebagai data dasar



• Data kuantitatif intake kalori
• Berat badan akan stabil jika intake kaloti terpenuhi






• Mencegah stoma-titis & meningkat kan selera makan
• Jika jadwal ma-kan terganggu dapat menurun-kan intake kalori

• Nyeri menurun-kan selera makan




• Mempermudah perawatan diri

• Klien akan selera dengan makanan yang disukai.


• Kebutuhan kalori seringkali perlu ditingkatkan.
• Klien anoreksia meyakini bahwa makan tidaklah bermanfaat
10. Resiko tinggi terjadinya infeksi b.d. hilangnya pertahanan kulit, ganggu-an respon imune, adanya pemasangan kateter (indweling urinary cateter dan intravenous cateter), dan prosedur invasif (pengambilan sampel darah baik arteri maupun vena dan bronchoscopy) Klien tak akan menga- lami invasi mikroba pada luka, yg ditandai oleh :
• Hasil kultur luka <>
• Suhu : 36-37C.
• Tidak ada pembeng-kakan, kemerahan, atau sekret purulen pada tempat-tempat penusukan (kateter, vena)
• Kultur darah, urine dan sputum negatif. • Berikan propilaksis tetanus jika perlu.



• Pertahankan tehnik untuk mengontrol infeksi
• Instruksikan kelua-rga atau lainya ten-tang tindakan-tin-dakan mengontrol infeksi.
• Lakukan cuci tangan dengan baik
• Kaji tanda-tanda klinik infeksi: perubahan warna luka atau drainage, bau, penyembuhan yang lama; nyeri kepala, menggigil, anoreksia, mual; perubahan tanda-tanda vital; hiper-glikemia dan gliko-suria; paralitic ileus, bingung, gelisah, halusinasi.
• Sebelum diberikan obat topikal ulang, cuci dan bersihkan luka lebih dahulu.
• Buang jaringan yg telah mati.

• Potong rambut ba-dan di sekitar tepi-an luka (kecuali bulu dan alis mata) • Lingkungan es-char yang anae-robic memung-kinkan pertum-buhan organisme penyebab tetanus.
• Mencegah konta-minasi silang

• Meningkatkan kesadaran/kepa-tuhan.


• Menurunkan insiden kontami-nasi silang
• Luka terbuka dan klien imunokom-promi sehingga infeksi luka baik lokal maupun sis-temik adalah suatu resiko.








• Untuk membuang kotoran.



• Jaringan tersebut medium yg baik bagi pertumbuh-an bakteri
• Rambut dapat terkontaminasi & menganggu me-nempelnya krim
11. Nyeri b.d. injury luka bakar, stimulasi ujung-ujung saraf, treatmen dan kecemasan. Klien akan lebih nyaman ditandai oleh:
• Menyatakan rasa nyeri/tak nyaman berkurang.
• Klien dapat menge-nali faktor-faktor yg mempengaruhi nyeri • Kaji respon klien terhadap nyeri saat perawatan luka dan saat istirahat.
• Berikan obat penghilang nyeri:
- 45 menit sebe-lumnya jika me-lalui mulut.
- 30 menit sebelumnya jika melalui intra muskular
- 5-10 menit sebelumnya jika melalui intravena
Jangan diberikan melalui intramus-kular pada klien dengan luka bakar berat fase emergent
• Ajarkan tehnik re-laksasi , terapi mu-sik, guided image-ry, distraksi dan hypnosis
• Jelaskan semua pro sedur pada klien & sediakan waktu utk persiapan.
• Bicaralah dengan klien ketika mela-kukan perawatan dan melakukan prosedur.
• Kaji kemungkinan kebutuhan untuk pemberian anxioli-tik
• Catat respon klien terhadap medikasi dan pengobatan nonfarmakologik • Sebagai data dasar



• Waktu yang adekuat bagi onset analgetik.










• Injeksi i.m. tidak dianjurkan kare-na keterba-tasan sirkulasi meng-ganggu absorpsi

• Merupakan anal-getik nonfarma-kologik


• Untuk menurun-kan kecemasan


• Meningkatkan rasa percaya klien


• Kecemasan menurunkan ambang nyeri.

• Menilai efekti-vitas intervensi.
12. Kurang mampu merawat diri (grooming, bathing, eating, elimination) b.d. deficit fungsional akibat dari injuri luka bakar, nyeri, balutan, dan anjur-an immobilisasi
13. Gangguan mobilitas fisik b.d. edema, nyeri, balut-an, prosedur pembedah-an, dan kontraktur luka. Klien akan mengalami penurunan berkurang-nya kemampuan dalam perawatan diri & akan memperlihatkan pe-ningkatan partisipasi dalam perawatan diri.
Klien akan mengalami peningkatan mobilits fisik ditandai dengan kembali secara maksi-mal melakukan aktivi-tas sehari-hari dengan kecacatan dan ganggu-an figur yang minimal. • Kaji kemampuan klien dalam pera-watan diri.
• Konsulkan dengan terapi okupasi tentang perlunya penggunaan alat bantu.
• Dorong klien untuk berpartisipasi dalam melakukan tugas-tugas perawatan diri.
• Yakinkan pada klien bahwa ia memerlukan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
• Berikan reinforce-ment positif apabi-la tugas-tugas klien dapat dicapai.
• Kaji ROM dan kekuatan otot pada area luka yg mung-kin mengalami kontraktur setiap hari atau jika diperlukan.
• Pertahankan area luka dalam posisi fungsi fisiologis.
• Jelaskan alasan perlunya aktivitas dan pengaturan po-sisi klien dan kelu-arga. • Sebagai data dasar


• Meningkatkan perawatan diri.


• Membantu memotivasi klien dan menghilang-kan rasa takut/ khawatir dan ketergantungan
• Membantu meng-ontrol dirinya.



• Meningkatkan kemandirian dan motivasi.


• Sebagai data dasar





• Mencegah/menu-runkan terjadinya kontraktur.

• Meningkatkan kepatuhan.


Kesimpulan
Perawatan LB merupakan hal yang komplek dan menantang. Trauma fisik dan psikologis yang dialami setelah injuri dapat menimbulkan penderitaan baik bagi penderita sendiri maupn keluarga dan orang lain yang dianggap penting. Anggota yang menjadi kunci dari tim perawatan luka bakar adalah perawat yang bertanggung jawab untuk membuat perencanaan perawatan yang bersifat individual yang merefleksikan kondisi klien secara keseluruhan.
Daftar Pustaka
Doenges, M.E., et al. (1995). Nursing care plans guidelines for planning patient care. (2nd ed.). Philadelphia: F.A. Davis Co.
Luckmann & Sorensen. (1993). Medical-surgical nursing a psychophysiologic approach, (4th ed.). Philadelphia: W.B. Saunder Co.
Nettina, S. (1996). The Lippincott manual of nursing practice. (6th ed.). Lippincott: Lippincott-Raven Publisher.
Thompson, J.M. (1987). Clinical nursing. St. Louis: Mosby.
http://medicalbedah-rohmanazzam.blogspot.com/2008/02/asuhan-keperawatan-klien-luka-bakar.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar