November 23, 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)

A. PENGETIAN
Kurang Energi Protein (KEP) : keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi enegi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga memnuhi angka kebutuhan gizi (AKG). (Pudjiani “Kapita Selekta Kedokteran” edisi 3, Fakultas Kedokteran UI).
Malnutrisi Energi Protein : tidak adekuatnya intake potein dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh. (Sunadi, Skp. “Buku Pegangan Praktek Klinik”. Askep pada anak edisi 1).
B. PATOFISIOLOGI
 Penyakit malnutrisi dengan kekurangan energi protein atau tidak mncukupinya. Makanan bagi tubuh sering dengan marasmus dan kwashiorkor.
 Khashiorko adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitasnya. Kekurangan protein dalam makanan akan mengakibatkan kekurangan asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sintetis dan metabolisme terutama sebagai petumbuhan dan perbaikan sel, makin berkurangnya asam amino dalam serum menyebabkan berkurangnya produksi albumin oleh hati, kulit akan tampak bersisik dan kering karena depigmentasi. Anak dapat mengalami gangguan pada mata karena kekurangan vitamin A. kekurangan mineral khususnya besi, kalsium dan seng. Edema yang terjadi karena hipoproteinemia yang mana cairan akan berpindah dari intravaskuler kompatemen ke rongga interstisial yang kemudian menimbulkan asites. Gangguan gastrointestinal seperti adanya perlemakan pada hati dan atropi pada sel acini pancreas.
 Marasmus adalah suatu penyakit ang disebabkan kekurangan kalori dan protein. Pada marasmus ditandai dengan atropi jaringan, terutama lapisan sub kutan dan badan tampak kurus seperti orang tua. Pada marasmus metabolisme lemak kurang terganggu dari pada kwashiorkor, sehingga kekurangan vitamin biasanya minimal atau tidak ada pada marasmus tidak ditemukan edema akibat dari hipoalbuminemia dan atau retensi sodium. Pemenuhan kebutuhan dalam tubuh masih dapat dipenuhi dengan adanya cadangan protein sebagi sumber energi.
C. ETIOLOGI
• Kakurangan kalori
• Kekurangan protein




D. KOMPLIKASI
a. Kwashiorkor
- Diare
- Infeksi
- Anemia
- Gangguan tumbuh kembang
- Hipokalemi
- Hipernatremi
b. Marasmus
- Infeksi
- Tuberkolosis
- Parasitosis
- Disentri
- Malnutrisi kronik
- Gangguan tumbuh kembang
E. MANIFESTASI KLINIS
KWASHIORKOR
- Muka sembab
- Lathargi
- Edema
- Jaringan otot menyusut
- Jaringan sub kutan tipis dan lembut
- Warna rambut pirang atau seperti rambut jagung
- Kulit kering dan bersisik
- Alopecia
- Anorexia
- Gagal dalam tumbuh kembang
- Tampak anemia
MARASMUS
- Badan kurus kering
- Tampak seperti orang tua
- Lethargi
- Iritabel
- Kulit berkeriput
- Ubun-ubun cekung pada bayi
- Jaringan subkutan
- Turgor kulit jelek
- Malaise
- Apatis
- Kelaparan
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan laboratorium, albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.


G. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
- Diit Tinggi Kalori, Protein, Mineral dan Vitamin
- Pemberian terapi cairan dan elektrolit
- Penanganan diare bila ada, cairan, antidiare dan antibiotic.

H. PENATALAKSANAAN PERAWATAN
a. Pengkajian
- Riwayat status – social – ekonomi
- Kaji riwayat pola makan
- Pengkajian antropometri
- Kaji manifestasi klinis
- Monitor hasil laboratorium
- Timbang BB
- Kaji TTV
- Libatkan keluarga dalam perawatan anak untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
b. Diagnosa Keperawatan
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak adekuatnya intake nutrisi
- Kurang volume cairan tubuh dan kontipasi b.d kurangnya intake cairan
- Gangguan integritas kulit b.d asites
- Resiko infeksi b.d respon imun sekunder dan malnutrisi
- Kurangnya pengetahuan b.d kurang terpapar terhadap informasi
Perencanaan dan Intervensi
a. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan status nutrisi
- Kaji pola makan
R / : Untuk mengetahui asupan nutrisi
- Berikan makanan TKTP
R / : Untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein tambahan
- Timbang BB setiap hari
R / : Untuk memantau status nutrisi
- Tingkatkan pemberian ASI dengan pemasukan intake nutrisi yang adekuat pada orang tua (ibu)
R / : dengan pemberian ASI dapat mengurangi kekebalan dan durasi penyakit
b. Meningkatkan hidrasi dan mencegah konstipasi
- Berikan cairan yang adekuat sesuai dengan kondisinya
R / : untuk mempertahankan kebutuhan cairan yang adekuat
- Berikan cairan atau nutrisi parenteral : pantau kepatenan infus
R / : Untuk mengetahui asupan nutrisi
- Ukur intake darah output : 2 – 3 ml/kg/jam
R / : Untuk mengevaluasi kecukupan masukan cairan
- Auskultasi bising usus
R / : inflamasi/iritasi usus dapat menyertai hiperaktivitas, penurunan absorbsi air dan diare

- Kaji tanda-tanda usus
R / : untuk mengetahui intake dan output
c. Meningkatkan integritas kulit
- Kaji kebutuhan kulit
R / : sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya
- Berikan alas matras yang lembut
R / : untuk mencegah atau mengurangi penekanan pada kulit
- Berikan cream kulit
R / : untuk melindungi kulit dari iritasi dan memberikan kelembabab pada kulit
- Ganti segera pakaian yang lembab dan basah
R / : pakaian yang lembab dan basah dapat menyebabkan iritasi .
- Lakukan kebersihan kulit
R / : untuk mengurangi mikroorganisme
- Hindari penggunaan sabun yang dapat mengiritasi kulit
R / : untuk melindungi kulit dari iritasi
d. Mencegah terjadinya infeksi
- Kaji tanda-tanda infeksi : ukur suhu tubuh setiap 4 jam
R / : untuk memasikan pengenalan dan pengobatan yang segera
- Gunakan standar pencegahan universal ; kebersihan, mencuci tangan bila akan kontak pada anak, menghindari dari aanak yang infeksi
R / : Untuk menurunkan kemungkinan penyebaran infeksi
- Berikan imunisasi bagi anak yang belum diimunisasi
R / : imunisasi dapat meningkatka kekebalan tubuh dan mencegah infeksi
e. Meningkatkan pengetahuan orang tua
- Ajar orang tua dalam pemenuhan nutrisi
R / : pengetahuan tentang hal malnutrisi dapat diketahui oleh keluarga
- Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat
R / : agar orang tua mengetahui intake nutrisi yang adekuat
- Jelaskan kondisi yang terkait dengan malnutrisi
R / : meningkatkan pemahamam keluarga tentang malnutrisi
- Ajarkan ibu mengkonsumsi nutrisi yang adekuat untuk meningkatkan produksi ASI
R / : ASI mengandung zat gizi yang tinggi
- Libatkan keluarga dalam perawatan anak untuk menemukan kebutuhan sehari-hari
R / : keluarga mengerti keadaan anak dan mengurangi kecemasan.






I. IMPLEMENTASI
Sesuai interensi
EVALUASI
a. anak akan memperlihatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi secara adekuat yang ditandai dengan berat badan normal sesuai dengan usia, nafsu makan meningkat, dan tdak ditemukan manifestasi mainutrisi.
b. Anak tidak menunjukan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan ubun-ubun tidak, turgor kulit normal, membran mukosa lembab, out put urin sesuai.
c. Anak menunjukan keutuhan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tidak bersisik, tidak kering dan elastisitas kulit normal.
d. Anak akan terbebas dari infeksi.
e. Orang tua memahami pemenuhan kebutuhann nitrisi pada anak.

PENUTUP

KESIMPULAN
Kep adalah: keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kebutuhan gizi. Kep disebabkan karena kekurangan protein dan kalori.
Berdasarkan penyebab umum kep: dibagi atas dua yaitu: kwashiorkor dan marasmus

Table 55.1. Istilah dan Klarifikasi KEP
Tahun Jenis KEP Istilah dan klasifikasi Dasar diagnosis
< tahun 50-an tahun 50-an Tahun 60-an Tahun 70-an Berat Ringan-Berat Ringan-Berat Ringan-Berat Kwashiorkor, marasmus, atrofi, cachexia, dsb. Malnutrition: - (overmalnutrition) - undermainnutrition - ringan/sedang - berat (K-M-MK) Protein Calorie Malnutrition (PCM): - ringan/sedang - berat (K-M-MK) Protein energy malnutrition (PEM): -ringan/sedang. -berat (K-M-MK) - Klinik - Lab. (Albumin) Antropometrik = Gomez, 1956 Klinik/Lab./Antropomet = Scoring System Mc Laren, 1967 = Jelliffe, 1966 Klinik/Lab./Antropomet = welcome trust pai 1970 = nomogran Mc Laren 1975. Dikutip dari ilmu gizi klinis (Pudjiani S).3 Derajat malnutrition BB % terhadap st BB/U Derajat I Derajat II Derajat III 90-75 75-60 < 60 Dikutip dari ilmu gizi klinis (Pudjiani S).3 Derajat malnutrition BB % terhadap st. BB/TB Derajad I Derajat II Derajat III 80-90 70-80 < 70 Dikutip dari Ilmu Gizi Klinis (Pudjiani S).3 Table 55. 4 Klarifikasi Kep menurut the Wellcome trust party, 1970 Derajat malnutrition BB % terhadap st BB/U Ederma (-) Ederma (+) 80-60 undernutrition kwashiorkor < 60 marasmus marasmus-kwasiorkor Dikutip dari ilmu gizi klinis (Pudjiani S)3 Table 55.5 Scoring system menurut Mc Laren, 1967 Gejala klinik Skor Edema Dematosis Edema + dermatosis Hair chance Hepatomegali Serum albumin/total protein < 1, 00/<3,25 1,00-1,49/3,25-3,99 1,5-1,99/4,00-4,74 4,75-2,49/4,75-5,49 2,50-2,99/5,50-6,24 3,00-3,49/6,25-6,99 3,50-3,99/7,00-7,74 > 4,00/>7,75 3
2
6
1
1

7
6
5
4
3
2
1
0
Penilaian:
Skor 0-3 : Marasmus
Skor 4-8 : Marasmus-kwasiorkor
Skor 9-15 : kwashiorkor
Dikutip dari ilmu gizi klinis (Pudjiani S).3

Sediakan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental.
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenannya berikan :
• Kasih saying
• Lingkungan yang ceria
• Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit/hari
• Aktivitas fisik segera setelah sembuh
• Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain, dsb).
Siapkan follow up setelah sembuh
Bila berat anak sudah mencapai 80 % BB/U, dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan.

Tunjukan kepada orang tua:
• Pemberian makan yang sering dan kandungan energi dan nutrient yang padat
• Terapi bermain terstruktur
Sarankan:
• Membawa anaknya kembali untuk kontroll secara teratur
• Pemberian suntikan/imunisasi ulang (booster)
• Pemberian vitamin A setiap 6 bulan.
Selain itu atasi penyakit penyerta, yaitu:
1. defisiensi vitamin A, seperti koreksi defisiensi nutrient mikro
2. dermatosis
umumnya difisiensi Zn terdapat pada keadaan ini dan dermatosis membaik dengan pemberian suplementasi Zn. Selain itu:
• kompres bagian kulit yang terkena dengan KmnO (K-permanganat). 1 % selama 10 menit.
• Beri salep/krim (Zn dengan minyak kastor)
• Jaga daerah perineum agar tetap kering
3. parasit atau cacaing beri membendazol 100 mg oral, 2 x sehari selama 3 hari
4. diare melanjut
diare biasa menyertai dan berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara berhati-hati. Bila ada intelorasi laktosa (jarang). Obati hanya bila diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah laktosa. Kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan penyebab lain melanjutnya diare. Bila mungkin lakukan pemeriksaan tinja mikrosskopik. Beri metrodinazol 7,5 mg/kg BB setiap 8 jam selama 7 hari.
5. tuberculosis, obati sesuai pedoman TB
bila pasien pulang sebelum rehabilitasi tuntas (BB/U > 80 % atau BB/Tb > 90 %)., di rumah harus sering diberi makanan tinggi energi ( 150 kkal/kg BB/hari) dan tinggi protein ( 4 g/kgBB/hari)
• beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) paling sedikit 5 kali sehari
• beri makanan selingan diantara makanan utama
• upayakan makanan selalu dihabiskan
• beri suplementasi vitamin danmineral/elektorlit
• teruskanASi
kegagalan pengobatan tercermin pada:
1. tingginya angka kematian
bila mortalitas > 5 %, perhatikan apakah kematian terjadi pada:
• dalam 24 jam: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis terlambat atau tidak diatasi, atau proses dehidrasi kurang tepat
• dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyakl atau pemilihan formula tidak tepat
• malam hari: kemungkinan hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak diberi makan.
2. kenaikan berat badan tidak addekuat pada fase rehabilitasi
penilaian kenaikan BB:
• baik : > 10 g/kg BB/hari
• sedang : 5-10 g/kg BB/hari
• kurang : <5 g/kg BB/hari
kemungkinan kenaikan BB, antara lain:
• pemberian makanan tidak adekuat
• defisiensi nutrient tertentu: vitamin, mineral
• infeksi yang tidak terdektesi, sehingga tidaak diobati
• HIV/AIDS
• Masalah psikologik
Tindakan pada kegawatan
1. shock
sulit membedakan dehidrasi atau sepsis. Shock karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena. Pedoman pemberian cairan:
• berikan 15 ml/kg BB dalam 1 jam pertama cairan dektrosa 5 %: NaCL 0,9 % = 1:1 atau larutan ringer dengan dekstrosa 5 %. Evaluasi setelah 1 jam
• ulangi pemberian cairan seperti diatas, kemdian lanjutkandengan cairan per oral atau nasogastrik (resomal/penggantinya) sebanyak 10 ml/kg BB/jam sampai 10 jam.
• selanjutnya beri formula khusus
bila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian cairan pertama, anggap anak menderita sepsis,sehingga beri cairan rumat 4 ml/kg BB/jam. Berikan darah segar 10 ml/kg BB perlahan-lahan (selama 3 jam). Selanjutnya mulai berikan formula khusus
2. anemia berat
transfusi darah diberikan bila:
• Hb < 4 gram/dl
• Atau bila ada distress napas dan Hb 4-6 gram/dl
Beri transfuse darah berupa darah segar 10 ml/kg BB dalam tiga jam. Bila ada tanda gagal jantung gunakan packed red cells untuk transfuse dengan jumlah yang sama, beri furosemid 1 mg/kg BB, IV pada transfuse dimulai. Bila anak dengan distress pernapasan setelah transfuse HB tetap < dari 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl jangan ulangi pmberian darah.

ASKEP ANAK DENGAN ENCEPHALITIS

ASKEP ANAK DENGAN ENCEPHALITIS

I. Pengertian
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.

II. Patogenesis Ensefalitis
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
• Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
• Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah
Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
• Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di
Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .
Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.

Penyebab Ensefalitis:
Penyebab terbanyak : adalah virus
Sering : - Herpes simplex
- Arbo virus
Jarang : - Entero virus
- Mumps
- Adeno virus
Post Infeksi : - Measles
- Influenza
- Varisella
Post Vaksinasi : - Pertusis
Ensefalitis supuratif akut :
Bakteri penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus,Streptokok,E.Coli,Mycobacterium dan T. Pallidum.

Ensefalitis virus:
Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus rubella,virus denque,virus polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes simpleks,variola.

Gejala-Gejala yang mungkin terjadi pada Ensefalitis :
- Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy ,kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
- Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang.

III. PENGKAJIAN
1. Identitas
Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
2. Keluhan utama
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang
Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala.
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli ,dll.
6. Imunisasi
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP
Karena ensefalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.
- Pertumbuhan dan Perkembangan

IV. POLA-POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
a. Kebiasaan
sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air besar di WC,lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)
b. Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
a. Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi
Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makana dan cairan dalam jumlah kurang dari kebutuhan tubuh.,
b. Pada pasien dengan Ensefalitis biasanya ditandai
Dengan adanya mual, muntah, kepalah pusing, kelelahan.
.
c. Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh.
Postur tubuh biasanya kurus ,rambut merah karena kekurangan vitamin A,berat badan kurang dari normal.
Menurutrumus dari BEHARMAN tahun 1992 ,umur 1 sampai 6 tahun
Umur (dalam tahun) x 2 + 8
Tinggi badan menurut BEHARMAN umur 4 sampai 2 x tinggi badan lahir.
Perkembangan badan biasanya kurang karena asupan makanan yang bergizi kurang.
Pengetahuan tentang nutrisi biasanya pada orang tua anak yang kurang pengetahuan tentang nutrisi.
Yang dikatakan gizi kurang bila berat badan kurang dari 70% berat badan normal.

3. Pola Eliminasi
a. Kebiasaan Defekasi sehari-hari
Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.
b. Kebiasaan Miksi sehari-hari
Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.
Jika kebutuhan cairan terpenuhi.
Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun ,konsentrasi urine pekat.

4. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.

5. Pola Aktivitas
a Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.
b Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan positif.
Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM

Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk .
Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi ane
berat,aktifitas togosit turun ,Hb turun ,punurunan kadar albumin serum ,gangguan pertumbuhan.
6. Pola Hubungan Dengan Peran
Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
7. Pola Persepsi dan pola diri
Pada klien Ensenfalitis umur > 4 ,pada persepsi dan konsep diri
Yang meliputi Body Image ,seef Eslum ,identitas deffusion deper somalisasi belum bisa menunjukkan perubahan.
8. Pola sensori dan kuanitif
a. Sensori
- Daya penciuman - Daya rasa - Daya raba
- Daya penglihatan
- Daya pendengaran
9. Pola Reproduksi Seksual
Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun ,fimosis tidak ada.
10. Pola penanggulangan Stress
Pada pasien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran :
- Stress fisiologi  biasanya anak hanya dapat mengeluarkan
air mata saja ,tidak bisa menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia.
- Stress Psikologi tidak di evaluasi
11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Anak umur 3-4 tahun belumbisa dikaji

PEMERIKSAAN LABORATORIUM / PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.

Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.


DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING TERJADI
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2. Resiko tinggi perubahan peR/usi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
7. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
9. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
10. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.

DIAGNOSA KEPERAWATAN I.

Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan:
- tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
- Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi
endogen

Intervensi
1. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan
Meningkosamia .
3. Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.

DIAGNOSA KEPERAWATAN II

Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan :
- Tidak terjadi trauma

Kriteria hasil :
- Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain

Intervensi :
1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak
Tergigit.
Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
2. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3. Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4. Abservasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN III

Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang

Tujuan :
- Tidak terjadi kontraktur
Ktiteria hasil :
- Tidak terjadi kekakuan sendi
- Dapat menggerakkan anggota tubuh

Intervensi

1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik ,
Terjadi kekacauan sendi.
R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau
Membantu program perawatan .
2. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap
R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor
3. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke
Jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .
4. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam
R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila
Ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera
5. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai
Indikasi
R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang

DAFTAR PUSTAKA

Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi,
Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, 1998
Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
1997.
Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan
Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran
Salemba, Jakarta, 1986.
Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta ,1993.
Sutjinigsih (1995), Tumbuh kembang Anak, Penerbit EGC, Jakarta.


PATO FISIOLOGI ENSEFALISTIS
Virus / Bakteri


Mengenai CNS


Insevalitis



Tik Kejaringan Susu Non Saraf Pusat Panas/Sakit kepala


Muntah- muntah Kerusakan- kerusakan susunan Rasa Nyaman
Mual Saraf Pusat


BB Turun
- Gangguan Penglihatan Kejang Spastik
- Gangguan Bicara
Nutrisi Kurang - Gangguan Pendengaran Resiko Cedera
- Kekemahan Gerak Resiko Contuaktur


- Gangguan Sensorik
Motorik

PATO FISIOLOGI GIZI KURANG
Asupan Makanan Kurang


Defisiensi Protein Energi ( EDP ) Defisiensi Vitamin A




gangguan Penurunan keadaan aktivitas Hb sintensis ennim
pertumbuhan albumin fagosit


BB rendah oediem/asites Daya tahan thd anemia ganguan Pencernaan
Infeksi dan metabolisme
Gangguan
Pengankutan O2
Nutrisi gangguan integritas mudah infeksi gangguan nutrisi
Kurang kulit /terkena infeksi

GANGGUAN BICARA (DELAYED SPEECH)

GANGGUAN BICARA (DELAYED SPEECH)

Perkembangan ucapan serta bahasa yang didapat diperlihatkan oleh seorang anak. Perkembangan bicara dan berbahasa merupakan petunjuk dini yang lazim untuk mengetahui ada atau tidak adanya disfungsi serebral atau gangguan neurologik ringan, yang kelak dapat mengakibatkan kesulitan-kesulitan tingkah laku dan kemampuan belajar. Bahasa dapat di rumuskan sebagai pengetahuan tentang sistim lambang yang dipergunakan dalam komunikaasi yang dilakukan secaara lisan (Nelson, 1994). Ucapan atau bicara adalah memperlihatkan pengetahuan tersebut dalam suatu tingkah kalu yang dapat didengar (Nellson, 1994).
Bahasa dapat dipandang secara dasar diatas mana kemudian di bangun kemampuan bicara tersebuut, yang mana keduanya akan berkembang dalam progresi yang beraturan. Bahasa berhubungan errat dengan kemampuan kognitif. Kemempuan bahasa dapat diperlihatkan dengan berbagai cara :
Dengan cara bagaimana anak terrsebut memberikan respon atas petunjuk-petunjuk lisan yang diberikan kepadanya, dengan gerrakan-gerakan yang diperlihatkan oleh anak yang bersangkutan untuk mengkomunikasikan kebuutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan serta pengetahuan tentang lingkungan yang berrada di sekelilingnya serta memulai permainan kreatif dan imajinatif yang di perlihatkan oleh anak itu (Nelson, 1994).
Kemampuan berbahasa merupakan indfikator seluruh perkembangan anak, emosi dan linkungannya.
Menurut NCHS berdasar atas laporan orang tua atas diperkirakan gangguan cicara dan bahasa pada anak sekitar 4-5% (diluar gangguan pendengaran serta celah pelatum). Deteksi dini perlu ditegakkan, agar penyebabnya dapat segera dicari, sehingga pengobatan serta pengobatannya dapat dilakukan seawal mungkin.

Bagan Kemampuan Bicara.

Otak bagian hemister
kiri untuk berbahasa


















POHON MASALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ARTERIAL SEPTAL DEFECT (ASD)

ARTERIAL SEPTAL DEFECT (ASD

A. Pengertian
Artherial Septal Defect (ASD) merupakan kelainan jantung bawaan akibat adanya lubang pada septum interartrial yang menyebabkan darah dari atrium kiri yang bertekanan tinggi mengalir kedalam atrium kanan yang bertekanan rendah.
Berdasarkan letak defek dikenal 3 jenis ASD yaitu :
1. Defek sinus venosus / defek vena cava superior.
Letak defek diatas fosa ovalis, tidak mempunyai tepi yang jelas dan biasanya disertai dengan vena pulmonalis yang bermuara rendah di vena cava superior.
2. Defek fosa ovalis/ASD II (ASD sekundum).
Letak defek di fosa ovalis atau terbuka dekat pusat septum.
3. Defek atrioventrikular/ASD I (ASD primum).
Biasanya disertai dengan kelainan katup atrioventrikular. Terdapat bermacam-macam tergantung pada saat timbulnya gangguan yakni :
 ECD derajat I.
Pada gangguan ringan embryonal endocardial cushion, letak ASD rendah katup mitral terbelah.
 ECD derajat II.
Pada gangguan berat, letak ASD rendah dan katup mitral terbelah, katup tricuspid terbelah.
 ECD derajat III.
Pada gangguan yang menyeluruh, letak ASD rendah, katub-katub mitral dan atau tricuspid terbelah dan letak Defect Septum Ventrikel VSD) tinggi.




B. Etiologi.
Penyakit defek jantung kongenital terjadi akibat beberapa faktor antara lain :
a. Genetik.
b. Faktor lingkungan.
Ibu yang mendapat virus rubela pada usia kehamilan 8 minggu pertama.
c. Teratogen.
Penggunaan obat-obat tertentu (seperti wasfarin, trimethadone, hydantoin alkohol) melalui ibu selama gestasi yang mana menunjukkan penyebabnya bukan hanya malformasi cardiac tetapi juga luasnya injury embrio.

C. Pathofisiologi.
Efek hemodinamik pada ASD yang tidak dapat diperbaiki tergantung pada ukuran dan arah shunt, komplien ventrikel dan respon adaptif pada pembuluh darah kecil pulmonal untuk meningkatkan aliran darah. Setelah lahir, karena PVR  (Pulmonary Vaskuler Resistance) dan komplien yang hampir sama antara ventrikel kiri dan kanan, maka terdapat shunt kecil pada livel atrium. Akan tetapi dengan bertambahnya umur, turunnya PVR, RV menjadi kurang resistent dan resisten sistemik meningkat, mengakibatkan terjadinya shunt dari kiri ke kanan.
Peningkatan volume ini membebani RV dan meningkatkan aliran darah pulmonal yang secara umum dapat ditoleransi dengan baik. Akan tetapi, persisten elevasi pada PVR dapat mengarah secara berangsur-angsur/shunt berbalik cyanosis (Eisenmenger Syndrome) dan gagal jantung.










Pathway.































 Defek Septum Atrium Sekundum.
Karena tekanan di atrium kiri lebih tinggi daripada tekanan di atrium kanan, maka pada defek septum atrium terjadi pirau kiri ke kanan, meskipun pada pemeriksaan ekokardiografi-dopler serta angiografi dapat dibuktikan adanya sedikit pirau kanan ke kiri. Akibatnya terjadilah beban volume di atrium kanan, ventrikel kanan dan atrium pulmonalis. Ketiga struktur ini akan mengalami dilatasi. Derajat dilatasi dipengaruhi oleh besarnya defek serta perbedaan antara tahanan sistemik dan tahanan paru.
Karena beban tekanan pada defek septum atrium sekundum tidak begitu berat, maka kelainan vaskuler paru tidak terjadi secepat pada kelainan jantung bawaan dengan beban tekanan yang berlebihan seperti pada VSD dan PDA. Pada ASD kelainan vaskular paru, biasanya terjadi pada dekade ketiga, tetapi bila terjadi biasanya bersifat progresif.
 Defek Septum Atrium Primum.
Pada dasarnya kelainan hemodinamik defek septum primum ini sama dengan defek septum atrium sekundum, ialah terdapatnya pirau kiri ke kanan setinggi atrium. Disamping itu, sering terdapat pula insufisiensi mitral dengan pelbagai derajat akibat terdapatnya celah pada daun mitral. Letak anatomis defek septum atrium dan celah katup mitral adalah sedemikian sehingga akan terjadi aliran darah dari ventrikel kiri ke kanan.
 Defek atrioventrikularis komplet.
Terdapat defek septum atrium, defek septum ventrikel serta kelainan katup atrioventrikuler memungkinkan terjadinya pirau antara ke-4 ruang jantung. Pada bayi dan anak kecil, biasanya masih terjadi pirau kiri ke kanan sehingga kelainan hemodinamiknya sama dengan kelainan hemodinamik pada ASD + VSD.
Gb. A





Gb. B








Gb. C








Gb. D








D. Manifestasi Klinik.
Secara umum manifestasi klinik yang muncul pada anak dengan ASD :
 Pasien mungkin asymptomatik.
 Terdapat karakteristik murmur.
 Resiko terhadap dysrhythmias atrial.
 Penyakit obstruksi pembuluh darah pulmonar.
 Pembentukan emboli dari kronik, meningkatnya aliran darah pulmonal.
 Defek Septum Atrium Sekundum.
 Asimptomatik.
 Ditemukan bising jantung.
 Infeksi saluran napas berulang.
 Deformitas dada  defek yang sangat besar.
 Pada auskultasi :
 Bunyi jantung I  (N).
 Bunyi jantung II  split lebar dan menetap.
 Defek Septum Atrium Primum.
 Hampir sama dengan defek septum atrium sekundum.
 Pada pemfisis terlihat aktivitas ventrikel kanan yang meningkat.
 Pada auskultasi.
 Bunyi jantung I  (N) (sedikit mengeras).
 Bunyi jantung II  split lebar dan menetap.
 Bising sistolik ejeksi di tepi kiri atas sternum.
 Defek Atrioventrikulans Komplet.
 Bayi mengalami kesulitan minum.
 Bernapas cepat.
 BB naik.
 Sianosis seringkali hanya ringan bahkan sulit dilihat.
 Tanda gagal jantung  beberapa bulan pertama.
 Pada pemfis :
 Bayi kurus dan distress dengan sianosis ringan.
 Nadi teraba (N)/sedikit meningkat.
 LV dan RV tampak hiperaktif.
 Pada auskultasi :
 Bunyi jantung II  mengeras dengan split sempit.
 Bising sulit didengar.


E. Komplikasi.
 Endocarditis.
 Cardiac dysrhythmias.
 Gagal jantung kongestif.
 Reaksi Eisenmenger (untuk pasien sianosis).

F. Studi Diagnostik dan Penemuannya
No Study Diagnostik Penemuan
1. EGC Normal ; RVH, RBBB, interval PR mungkin memanjang, defiasi sumbu QRS ke kiri (ostium primum), normal atau aksis ke kanan (ostium sekundum)
2. x-ray dada Pembesaran RA, RV, PA, peningkatan vaskular pulmonal ; LA, LV dan knob aortik mungkin menjadi kecil.
3. Echocardiogram Pada ostium sekundum, pembesaran RV, pergerakan paradonik septum selama sistole, pada ostium primum katup mitral berpindah ke anterior dan inferior.
4. Test Lab Tidak ada penemuan spesifik
5. Katerisasi jantung Shunt kiri ke kanan, peningkatan saturasi O2 pada RA, tekanan RA biasanyaa normal, regugitasi mitral

G. Manajemen Medik
Secara umum pada pasien ASD manajemen medik dapat dilakukan dengan 2 cara yakni :
 Melalui pembedahan.
Pembedahan Dacton.
 Non Pembedahan.
ASD 2 kemungkinan ditutup dengan menggunakan alat selama kateterisasi jantung. Teknik ini digunakan di beberapa klinik pusat.
 Defek Septum Atrium Sekundum.
Tindakan koreksi bedah dapat dilakukan setiap saat setelah diagnosis ditegakkan, tetapi biasanya dilaksanakan pada usia sekolah dini. Bila dilakukan kateterisasi, pada defek kecil dengan rasio aliran (flow ratio)  1,2 dan rasio tahanan (resistance rate)  0,7 operasi dapat ditangguhkan. Tetapi karena kateterisasi jantung tidak dilakukan pada sebagian besar kasus ASD maka kriteria tersebut jarang dipakai lagi. Hasil operasi pada ASD tanpa komplikasi adalah sangat baik (mortalitas  0,5%) dan pasien dapat diharapkan hidup normal.
 Defek Septum Atrium Primum.
Tindakan pembedahan pada penderita yang asimptomatik dianjurkan untuk dilaksanakan lebih dini daripada defek sekundum, yaitu antara umur 2-3 tahun. Biasanya operasi lebih sulit karena adanya celah pada katup mitral, namun secara keseluruhan hasilnya baik dengan atau tanpa sisa insufisiensi mitral.
 Defek Atrioventrikulens Komplet.
 Terapi medik terutama ditujukan untuk mengontrol gagal jantung.
 Terapi dengan digoksin, furosemide dengan atau tanpa spironolakton dengan pemantauan elektrolit berkala masih merupakan terapi standar gagal jantung pada bayi dan anak.
 Pada operasi dilakukan penutupan ASD dan ventrikel dengan patch sedangkan katup mitral dan trikuspid dipisahkan dan diperbaiki.
 Defek Fosa Ovalis.
Hipertensi pulmonal sebagai komplikasi timbulnya lambat walaupun demikian operasi dianjurkan dibawah umur 10 tahun.
Defek fosa ovalis tanpa komplikasi dapat ditutup dengan cara hipotermia.
Defek fosa ovalis/atrioventrikuler dengan komplikasi ditutup dengan bantuan mesin jantung paru.





ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian.
 Pada pasien dengan ASD biasanya asimptomatik, shunt kecil, shunt dari sedang ke berat, dyspnea external, penurunan toleransi latihan, palpitasi.
 Pemeriksaan fisik :
a. Inspeksi.
 Parastemal kiri terangkat.
 Anak bertubuh kurus dengan jari kaki dan tangannya panjang.
 Pada dahi agak menonjol akibat dari pembesaran ventrikel kanan.
b. Auskultasi.
Systolik murmur terdengar halus pada ICS kedua pada LSB.
c. Pengukuran TTV.
 Suhu biasanya normal.
 Nadi meningkat.
 TD meningkat.
 BB menurun.

2. Diagnosa Keperawatan.
No Diagnosa Keperawatan DS DO
1 Penurunan CO b.d faktor mekanikal (preload dan afterload) - Tachycardia, sianosis, bunyi jantung, murmur
2 Gangguan perfusi jaringan b.d tidak adekuatnya cardiak output. Anak mudah lelah Cyanosis, dyspnea, bunyi napas rales, Wheezing
3 Potensial intoleransi : aktivitas b.d immobilisasi pengembalian jantung secara progresif Anak mengeluh letih, lemah, tidak mampu melakukan aktivitas atau ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas hidup harian. Respon abnormal terhadap latihan HR , BP ,  toleransi external, dyspnea, pe  cyanosis selama aktivitas diziness.
4 Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi pasien yang abnormal. Anak mengeluh napas sesak (SOB) Tachypnea, cyanosis
5 Koping individu dan keluarga inefektif b.d (1). Inadekuat atau ketidakmampuan mengenai diagnosis klinik (2). Perubahan gaya hidup dan aturan akibat proses penyakit. Keluarga/individu mengatakan takut, cemas atau marah, mengatakan informasi yang tidak benar tentang diagnosis klinik.  Argumentasi pasien melebihi berbagai aspek pada uraian tentang perawatan.
 Keluarga overprotektif
6 Cemas b,d pengobatan terhadap integritas/keutuhan biologi Keluarga mengatakan takut, merasa cemas, pertanyaan berulang-ulang, melaporkan merasa terasing, mengatakan sesuatu yang tidak tentu di masa mendatang.  Tidak bisa istirahat
 Wajah tegang
 Tachycardia
 Tidak bisa tidur
 Komplien somatik

3. Perencanaan.
Diagnosa I.
Goal : Klien akan meningkatkan CO selama dalam perawatan.
Objektif : Dalam jangka waktu 2 jam : nadi normal (60-100 x/mnt, anak (-) sianosis, bunyi jantung normal.
Intervensi dan rasional :
 Kaji tanda-tanda vital.
R/ Sebagai data untuk mendeteksi lebih dini terhadap tanda-tanda ASD.
 Auskultasi bunyi paru.
R/ Sebagai data dasar untuk mengkaji adanya kelemahan bunyi paru.
 Tempatkana pasien pada posisi Fowler.
R/ Meninggikan kepala dapat mengurangi tekanan pada diafragma serta mempermudah bernapas.
 Ukur intake dan output.
R/ Balance cairan perlu dikontrol untuk mengetahui adekuatnya perfusi renal.
 Beri O2 sesuai order.
R/ Hipoksemia dihubungkan dengan peningkatan ventilasi pada paru sekunder terhadap peningkatan cairan karena workload pada jantung.
 Bedrest selama fase akut.
R/ Untuk mengurangi kebutuhan metabolik selama istirahat dan mengurangi kerja jantung.
Diagnosa 2.
Goal : Klien akan mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat selama dalam perawatan.
Objektif : Dalam jangka waktu ½ -1 jam anak tidak siansis, dispnea, bunyi jantung (N).
Intervensi :
 Kaji warna, temperatur, turgor kulit serta kapiler refill.
R/ Sianosis, kulit lembab serta pengisian kapiler yang lambat menandakan adanya perfusi jaringan yang kurang baik.
 Berikan perawatan kulit.
R/ Untuk menjaga kerusakan dan infeksi pada kulit.
 Tinggikan kaki 200 dari tempat tidur.
R/ Untuk meningkatkan aliran darah balik ke otak.
 Anjurkan keluarga untuk melaporkan tanda dan gejala perubahan mental.
R/ Untuk mengkaji/menentukan gangguan kesadaran akibat perfusi ke daerah otak yang kurang.
Diagnosa 3.
Goal : Klien akan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas selama dalam perawatan.
Objektif : Dalam jangka waktu 1-2 jam anak tidak letih, tidak lemah, HR, BP normal, tidak dyspnea dan tidak cyanosis.
Intervensi dan rasional :
 Kaji tingkat aktivitas.
R/ Untuk menentukan tingkat ketergantungan anak terhadap orang tua dan perawat.
 Kaji dan monitor respons terhadap aktivitas tanpa tipe aktivitas, intensitas, frekuensi dan tipe gejala yang berkembang.
R/ Untuk menentukan alasan terhadap tanda intoleransi aktivitas.
 Bantu anak untuk melakukan aktivitas.
R/ Untuk mengurangi ketergantungan anak terhadap orang tua dan perawat
 Siapkan peralatan dan lakukan pola bermain.
R/ Untuk mengurangi tingkat kejenuhan anak selama perawatan.
Diagnosa 4.
Goal : Klien akan mempertahankan pertukaran gas yang normal selam dalam perawatan.
Objektif : Dalam jangka waktu 1-2 jam : anak tidak mengeluh sesak napas, tidak SB, napas 60 x/mnt, tidak sianosis.
Intervensi :
 Kaji setiap hari terhadap tanda gangguan pertukaran gas.
R/ Untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan ventrikuler pada pulmonal.
Diagnosa 5.
Goal : Klien dan keluarga akan mempertahankan koping yang efektif selama dalam perawatan.
Objektif : Dalam jangka waktu 1x24 jam : Keluarga/individu tidak takut, cemas/marah, mengatakan informasi yang benar, perlindungan yang sesuai.
Intervensi dan rasional :
 Kaji persepsi pasien/keluarga pada kondisi ini. Identifikasi beberapa miskonsepsi berhubungan dengan kesalahan, ketakutan atau kepantasan overprotektif.
R/ Emosi yang miskin sering terlihat pada orang dewasa dengan CHD yang b. d kecemasan parenteral daripada tingkat beratnya penyakit.
 Tentukan tingkat emosional dan stress financial keluarga sesuai kondisi pasien.
R/ Issu yang okupasi dan dapat dijamin sering dikemukakan oleh pasien dan mempunyai sumber yang konstan pada ketegangan keluarga.
 Berikan kesempatan untuk pertemuan keluarga.
R/ Diskusi dalam kelompok yang mana dapat mendorong diskusi secara terbuka untuk mengurangi ketakutan dan membantu mengklarifikasikan miskonsepsi.
Diagnosa 6.
Goal : Klien akan menurunkan tingkat kecemasan selama dalam perawatan.
Objektif : Dalam jangka waktu 1-2 jam ; nadi 60-100 x/mnt, anak tenang, tidak takut, bisa istirahat dan tidur, tidak merasa terasing.
Intervensi dan rasional :
 Kaji tingkat kecemasan dan penyebab utama dari cemas.
R/ Untuk memberikan informasi tentang harapan orang tua akan kondisi yang dialami anaknya.
 Kaji mekanisme koping yang bisa digunakan terhadap stress.
R/ Untuk mempermudah perawat dalam mengontrol tingkat kecemasan.
 Kaji perilaku orang tua yang mengalami kecemasan serta berikan metode alternatif untuk mengurangi kecemasan.
R/ Untuk menjelaskan kecemasan dan stress terhadap CV, serta metode alternatif dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan.

4. Implementasi
Sesuai dengan intervensi.

5. Evaluasi
 CO , nadi (N) 60-100 x/mnt, sianosis (-), bunyi jantung (N).
 Anak tidak lelah, tidak dyspnea, napas 16-20 x/mnt.
 Anak mampu melakukan aktivitas sendiri, HR , BP .
 Keluarga/individu tidak merasa takut dan cemas, bisa istirahat dan tidur 6-8 jam sehari.
6. Pendidikan Kesehatan
 Berikan pasien dan keluarga penjelasan tentang defek primer (tanda dan gejala) dan jelaskan tentang tindakan pembedahan.
 Jelaskan diet harian sesuai petunjuk.
 Jelaskan pentingnya mencegah endocarditis
 Jelaskan pentingnya pemeriksaan lanjutan secara periodik.
 Jelaskan kepada keluarga pasien tentang pengertian, tanda dan gejala serta pengobatan pada ASD.

PENUTUP

A. Kesimpulan
ASD merupakan kelainan jantung bawaan akibat adanya lubang pada septum interatrial yang menyebabkan darah dari atrium kiri yang bertekanan tinggi mengalir ke dalam atrium kanan yang bertekanan rendah. ASD terdiri dari ASD I, ASD II dan sinus venous defek. ASD disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan dan teratogenik. Pada pasien ASD apabila tidak segera diatasi, maka akan menimbulkan akibat yang fatal.
Adapun komplikasi yang timbul pada pasien ASD itu adalah cardiac disritmia, reaksio Eisenmenger dan yang lebih fatal adalah gagal jantung. Oleh karena itu dilakukan manajemen medis baik melalui pembedahan dan non pembedahan.
Biasanya penyakit ini sangat jarang dijumpai di masyarakat karena angka perbandingan yang sangat rendah kalau dibandingkan dengan penyakit jantung lainnya.

B. Saran
1. Bagi masyarakat, apabila terdapat tanda-tanda dan gejala ASD pada anak segera konsultasi kepada petugas kesehatan sehingga masalah bisa diatasi secara cepat.
2. Bagi perawat, hendaknya harus mengetahui tentang penyakit ASD sehingga dapat memberikan askep secara baik dan mencapai hasil yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

A. H. Markum, 1991, “Ilmu Kesehatan Anak”, (Jilid I), Jakarta : FKUI

Cannobio. M, 1990, “Cardiovaskuler Disorders”, St. Louis Mosby Year Book.

Elisabeth J. C, 1997, “Patofisiologi (Buku Saku)”, Jakarta EGC Kedokteran

Staff Pengajar IKA, FKUI, 1985, “Ilmu Kesehatan Anak”, Jakarta : Infomedika.

Whalye dan Wongs, 2995, “Nursing Care of Infants and Children”, (5 th) St. Louis Missouri Mosby Year Book.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

Defenisi
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis.

Patofisiologi

Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.

Etiologi

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.



Meningitis Bakteri

Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza, Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

Meningitis Virus

Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.

Pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.




Pengkajian Pasien dengan meningitis
Riwayat penyakit dan pengobatan
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang perlu diketahui adalah status kesehatan masa lalu untuk mengetahui adanya faktor presdiposisi seperti infeksi saluran napas, atau fraktur tulang tengkorak, dll.

Manifestasi Klinik
• Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku.
• Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.
• Sakit kepala
• Sakit-sakit pada otot-otot
• Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien
• Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI
• Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.
• Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat pada virus meningitis.
• Nausea
• Vomiting
• Demam
• Takikardia
• Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia
• Pasien merasa takut dan cemas.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal.
Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

Pemeriksaan Radiografi
CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

Pengobatan
Pengobatab biasanya diberikan antibiotik yang paling sesuai.
Untuk setiap mikroorganisme penyebab meningitis :
Antibiotik Organisme
Penicilin G




Gentamicyn



Chlorampenikol Pneumoccocci
Meningoccocci
Streptoccocci


Klebsiella
Pseudomonas
Proleus

Haemofilus Influenza Terapi TBC
• Streptomicyn
• INH
• PAS Micobacterium Tuber culosis

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah :

Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan
• Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit
• Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

Kriteria hasil
• Tanda-tanda vital dalam batas normal
• Rasa sakit kepala berkurang
• Kesadaran meningkat
• Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.
Rencana Tindakan
INTERVENSI RASIONALISASI
Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS. Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjt
Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
Monitor intake dan output hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadra, nausea yang menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur. Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
Kolaborasi
Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.
Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral
Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika.
Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunka metabolik sel / konsumsi dan kejang.
Sakit kepala sehubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
Tujuan
Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol

Kriteria evaluasi
• Pasien dapat tidur dengan tenang
• Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Rencana Tindakan
INTERVENSI RASIONALISASI
Independent
Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang
Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien untuk beristirahat
Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan rasa sakit / disconfort
Kolaborasi
Berikan obat analgesic
Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji.

Potensial terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran

Tujuan:
Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran

Rencana Tindakan
INTERVENSI RASIONALISASI
Independent
monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya
Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien. Melindungi pasien bila kejang terjadi
Pertahankan bedrest total selama fae akut Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
Kolaborasi
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll.
Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
• Donnad, Medical Surgical Nursing, WB Saunders, 1991
• Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Media Aesculapius, 1982
• Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia, 1984

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GLOMERULUS NEFRITIS AKUT

GLOMERULUS NEFRITIS AKUT.
1. Pengertian.
Glomerulus Nefritis Akut adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu yang sering adalah Streptococcus beta hemolitik Group A,dan lebih banyak menyerang anak-anak usia 3 - 7 tahun.
2. Etiologi.
Penyebabnya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran Histo - pathologie tertentu pada Glomerulus yaitu :
 Terbentuknya komplex antigen - antibibodi yang melekat pada membran basalis Glomerulus dan kemudian akan rusak.
 Streptococcus nefrinogen dan membran basalis Glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat yaitu yang langsung merusak membran basalis ginjal.
3. Pathofisiologi dan Pathway.
Kerusakan Glomerulus terjadi akibat reaksi radang oleh karena adanya endapan komplex imun. Pada nefritis komplek imun dan anti-– Glomerulus Membran Basalis, cenderung terdapat endapan komplemen bersama imuno - globulin. Peran komplemen terhadap kerusakan Glomerulus dapat terjadi melalui berbagai cara. Komplemen meningkatkan permeabilitas vaskuler melaui aktivits anaflaktoksin.Dengan demikian pengendapan komplex imun lebih mudah terjadi. Kemudian komplemen juga mempunyai aktivitas chemotaktik sehingga terjadi akumulasi neutrofil macrofag yang mengelurkan ensym proteolitik yang dapat merusak jaringan. Pada anak-anak lebih sering dijumpai GNA oleh karena paskah infeksi Streptococus.
4. Manifestasi Klinik.
 Haematoria (kencing berwarna merah seperti air daging).
 Oedema ringan disekitar mata atau dapat juga diseluruh tubuh.
 BAK sedikit - sedikit.
 Tekanan darah meningkat.
 Mual - mual dan muntah.
 Tidak ada nafsu makan.
 Suhu tubuh meningkat.
 Kadang-kadang diare.
 Badan lemah .
5. Komplikasi
 Hipertensi ringan samoai berat.
 Payah jantung karena hypertensi dan hypervolemia.
 Gagal ginjal.
6. Studi Diagnostic.
 Laju Endap Darah meninggi.
 Kadar Hb menurun.
 Jumlah urine meningkat.
 Berat jenis meninggi.
 Albumin (+), Erytrosit (+), Leucosit (+), Cylinder Eritrosit, Eritrosit dan Hialin.
 Albumin serum sedikit menurun.
 Ureum dan Kreatinin meningkat.
 Protein uria terutama albumin (85 - 95 %). Sebanyak 10 - 15 gram/hari dapat ditentukan dengan pemeriksaan Espach (urine 1 x 24 jam) seandainya oedema masih banyak.
7. Managemen Medik.
 Pemberian terapi medik Antibiotic penisilin untuk mengurangi penyebab infeksi streptococcus.
 Bila ada anuria atau muntah diberikan IVFD dengan larutan Glukosa 10 %.
 Hipertensi diberikan sedative uantuk menenangkan klien.
 Pemberian furosemid (lasix) secara 14 (1 mg/kg/hari dalam 5 - 10 menit).
 Bila timbul gagal jantung diberikan digitasis, sedativ dan oxigen.
8. Management Keperawatan
 Istirahat mutlak selama 3 - 4 minggu.
 Diet rendah protein (1 gr/kg BB/hr) dan rendah garam (1 gr/hr).
 Pengawasan tanda-tanda vital secara rutin
 Jika terdapat suhu tubuh meningkat secara mendadak, perlu dilakukan pengukuran suhu extra dan kompres dingin.
 Jikla terdapat gejala dipnue dan terlihat lemah segera diberi posisi fowler dan berikan oxigen.
 BB klien perlu ditimbang setiap hari.
 Anjurkan klien minum air putih sebanyak 1-2 liter/hari.
 Apabilla urine < 300 ml dianjurkan untuk mencatat intake dan output selama 24 jam.

B. GLOMERULUS NEFRITIS KRONIK.
1. Pengertian.
GNK adalah Suatu refelex sindrom yang merupakan gejala berulang dari GNA dan gejala akhir dari penyakit inflamasi glomerulus nefritis akut
Tipe untuk glomerulus dan sindrom nefrotik tersebut ditemukan proteinuria dan hematuria yang perkembangannya lambat pada uremia sindrom itu. Sebagai hasil akhirnya terjadi renal failure dan terjadi uremia. GNK tersebut terjadi dalam waktu yang cukup lama 10 - 30 tahun.
2. Etiologi.
Penyebab dai GNK tersebut tidak diketahui dengan jelas karena tidak adanya jaringan untuk dibiopsi.
3. Manifestasi Klinik.
Manifestasi klinik ditemukan proteinuria dan hematuria yang menetap. Hal tersebut terjadi karena gejala berulang sehingga menyebabkan perkembangan ke uremia yang perlahan sebagai akibat fungsi ginjal menurun.
4. Pemeriksaan Diagnostik :
 Pemeriksaan urine di temukan albumine +, selinder dan eritrosit, leukosit hilang timbul.
 Pemeriksaan darah ditemukan : LED tetap tinggi, ureum darah meningkat, kalsium dan serum meningkat. Pada stadium akhir serum natrium dan klorida menurun sedangkan kalium meninggkat Anemia tetap ada.
 Uji fungsi ginjal menunjukan kelainan ginjal yang progresif.
5. Management medik
Pengobatan ini ditujukan untuk mengastasi gejala klinik, gangguan elektrolit. Terapi Hipertensi, anemia diperiksa serta infeksi diobati dengan pemberian antibiotok. Pasien diperkenankan melakukan aktifitas kehidupan sehari - hari sebagaimana bisa dalam batas kamampuannya






















ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian.
 Keluhan Utama : sakit kepala, demam, berat badan meningkat, vomiting, menggigil, dispneu, anoreksia, lemah, dapat lelah, pusing.
Pengkalian TTV, pemeriksaan darah, urine, pemeriksaan tes fungsi ginjal, untuk mengetahui perkembangan tes fungsi ginjal.

2. Diagnosa Keperawatan.
1. Kelebihan volume cairan b. d .retensi air,sodium dan disfungsi ginjal.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d anoreksia, mual mentah.
3. Koping individu tidak efektif :depresi b. d penyakit saat ini, kurangnya dukungan sosial, kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan.
4. Resiko tinggi infeksi b. d depresi status imun.

3. Perencanaan.
Diagnosa I
Goal : Klien akan mempertahankan keseimbangan cairan.
Objektif : Dalam jangka waktu 1x24 jam jumlah cairan yang dihasilkan 1200 ml.

Intervensi dan rasional :
 Timbang BB tiap hari
R/ Mengetahui perkembangan BB pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diit)
 Anjurkan klien agar membatasi intake sodium dan air
R/ Membatasi intake sodium dan air dapat mencegah komplikasi .
Diagnosa II.
Goal : Klien akan mempertahankan nutrisi yang adekuat
Objektif : Dalam jangka waktu 1 x 24 jam pasien dapat makan 3x/hari dan porsi yang diberikan dihabiskan.
Intervensi dan rasional :
 Monitor intake makanan
R/ Unutk mengetahui keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat dibentuk tindakan dalam pemberian makanan yang adekuat.
 Anjurkan pasien uantuk makan sedikit tapi sering.
R/ Dapat memperbaiki atau menambah BB pasien.
Diagnosa III.
Goal : Klien akan memperthankan koping yang efektif dan mendemonstrasikan kemapuan uantuk menanggulagi stres.
Objektif : Dalam jangka waktu 1 minggu pasien akan mengatakan cara koping yang lebih efektif dalam situasi stres
Intervensi dan rasional :
 Bina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
R/ Hubungan teraupetik perawat dan pasien dibangun atas dasar saling percaya.
 Melakukan pengkajian fisik dengan teliti
R/ Agar dapat memntukan perawatan spesifik yang dibutuhkan uantuk kondisi fisik pasien.
Diagnosa IV.
Goal : Klien akan terhindar dari infeksi.
Objektif : Dalam jangka waktu 1x24 jam nilai leukosit menurun.
Intervensi dan rasional :
 Kaji infeksi urinarius.
R/ Pengkajian yang tepat tantang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu adanya penyembuhan.
 Beri antibiotic.
R/ Antibiotik dapat menbunuh kuman.

4. Pelaksanaan.
Sesuai dengan intervensi yang ditetapkan.

5. Evaluasi.
1. Pasien akan mempertahankan fungsi ginjal normal.
2. Pasien akan mempertahankan keseimbangan caiaran
3. Pasien akan meningkatkan nutrisi yang adekuat
4. Pasien akan terhindar dari infeksi.

Pendidikan Pasien.
 Anjurkan kepada orang tua kontrol apabila sakit.
 Jelaskan tentang pengobatan.
 Anjurkan tentang follow up care.
 Anjurkan pasien dan keluarga setelah kembali kerumah diharapakan dalam memberi obat harus secara teratur dan sampai tuntas guna mengurangi resiko kekambuhan.

P E N U T U P

Glomerulus Nefrtis merupakan peradangan pada struktur ginjal (glomerulus ). Glomerulusa Nefritis dibagi menjadi dua bagian yaitu Glomerulus nefritis akut dan Glomerulus nefritis krionik. Penyebab Glomerulus nefritis adalah reaksi antigen antibody terhadap infeksi dari streptococcus beta haemolitik group A. Glomerulus nefritis akut merupakan suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu yang sering adalah streptococcus dan lebih banyak menyerang anak-anak usia 3-7 tahun sedangkan glomerulus nefritis kronik meriupakan diagnosis klinik berdasarkan ditemukannya proteinuria yang menetap, hal inij terjadi karena eksaserbasi berulang dari GNA yang berlangsung dalam waktu beberapa bulan dan beberapa tahun. Karena eksaserbasi akan menimbulkan kerusakan pada ginjal yang berakibat gagal ginjal yang merupakan komplikasi dari Glomerulus nefrirtis
Pada penanganan secara medik terhadap penyakit glomerulus nefritik ini ditujukan untuk mengatasi gejala klinik, gangguan elektrolik sedangkan pada terapi hipertensi, anemia diperiksa serta infeksi diobati dengan pemberian antibiotik. Selain penaganan secara medik juga dilakukan asuhan keperawatan. Apabila muncul tanda dan gejala atau manifestasi klinik maka segera berobat ke fasilitas kesehatan terdekat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kim jarci, dkk,1985, “Diagnosa Keperawatan”, Edisi 5 , Jakarta penerbit Buku Kedokteran, EGC.
2. Price A. Sylvia, Wilson M, Lorrraine,1995, “Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit”, Edisi IV.
3. Sacharin Rosa, 1996, “Prinsip perawatan pediatric”, Edisi 2, Jakarta, Penerbit buku kedokteran, EGC.
4. Lewis.M. Sharo, 1992, “Medical Surgical – Nursing”, Third edition, Penerbit Mosby year book.
5. Wilson,W.J. Kathleen, 1990, “Anatomi and Physiologi in Health and Illness”, Seventh edition.

PENYAKIT MALARIA

PERJALANAN INFEKSI PADA MALARIA

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus plasmodium. Malaria pada manusia disebabkan oleh Plasmodium Malariae, Plasmodium Vivax, Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Ovale. Penularannya melalui nyamuk betina dari tribus Anopheles. Selain oleh gigitan nyamuk, malaria dapat juga ditularkan secara langsung melalui transfuse darah atau jarum suntik yang tercemar darah serta dari ibu hamil kepada bayinya.

A. MASA INKUBASI
Masa inkubsi adalah waktu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala klinis. Masa inkubasi bervariasi antara 9 – 30 hari, tergantung pada spesies parasit. Paling pendek pada P. Falciparum dan paling panjang pada P. Malariae. Masa inkubasi juga tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya dan derajat imunitas pejamu. Pada malaria akibat transfuse darah, masa inkubasi P. Falciparum adalah 10 hari, P. Vivax 16 hari, P. Malariae 40 hari atau lebih setelah transfuse. Masa inkubasi secara alamiahnya :
- Plasmodium Falciparum = 12 hari
- Plasmodium Vivax = 13 - 17 hari
- Plasmodium Ovale = 13 – 17 hari
- Plasmodium Malriae = 28 – 30 hari
B. MASA PREPATEN
Masa prepaten adalah waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah.
Plasmodium
Periode pre-paten (hari)
Falciparum 11
Vivax 12,2
Ovale 12
Malariae 32,7
C. SERANGAN KLINIS PERTAMA
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasien non imun terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) bebas demam. Sebelum demam pasien biasanya merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, mual atau muntah.
Periode paroksisme terdiri dari tiga stadium yang berurutan yakni : stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan stadium berkeringat (sweating stage).
 Stadium Dingin
Stadium ini diawali dengan gejala mengigil dan perasaan yang sangat dingin, gigi gemeretak dan pasien biasa menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah dan pada anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit – 1 jam.
 Stadium Demam
Pada stadium ini pasien merasa kepanasan, muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, sering kali terjadi mual dan muntah, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41° C atau lebih. Ini berlangsung antara 2 – 12 jam. Demam disebab kan oleh pecahnya skozon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya morosit darah kedalam aliran darah. Pada P. Vivax dan P. Ovale skizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga timbul demam setiap hari ke-3 terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada P. Malriae, demam terjadi pada 72 jam setiap hari ke-4 sehingga disebut malaria kuartana. Pada P. Falciparum setiap 24 – 48 jam.
 Stadium Berkeringan
Pada stadium ini pasien berkeringant banyak sekali, tempat tidurnya basah, suhu badan menurun dengan cepat kadang-kadang sampai dibawah normal. Gejala di atas tidak selalu samam pada setiap pasien tergantung pada spesies parasit, berat infeksi dan umur pasien. Gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoid & skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh tertentu seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah organ-organ tubuh tersebut.

D. PERIODE LATEN KLINIS
Periode ini adalah periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadi infeksi malaria. Biasanya terjadi antara dua keadaan paroksismal. Periode laten dapat terjadi sebelum serangan primer atau pun sesudah serangan primer dimana parasit sudah tidak ada diperedaran darah tapi infeksi masih berlangsung.




E. RECRUDESCENSE
Berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer. Recrudescense dapat terjadi sesudah periode laten dari serangan primer.

F. RECURRENCE
Yaitu berulangnya gejala klinikatau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer. Keadaan ini juga menerangkan apakah gejala klinik disebabkan oleh kehidupan parasit berasal dari bentuk diluar eritrosit (hipnozoit) atau parasit dari bentuk eritrositik.

G. RELAPS PARASIT
Ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodic dari infeksi primer. Istilah replase dipakai untuk menyatakan berulangnya gejal klinik setelah periode yang lama dari masa laten, sampai lima tahun, biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale.

H. GAMBARAN MIKROSKOPIS
1. Pemeriksan hematology
Kadar hemoglobin menunjukkan adanya anemia dari derajat ringan sampai berat ( pada malaria kronis ), jumlah lekosit normal atau lekopenia, laju endap darah meningkat dan jumlah trombosit biasanya normal.
2. Pemeriksaan mikroskopis/ parasitologis
Mikroskopis sediaan darah tabel dan sediaan tipis merupakan pemeriksaan yang terpenting. Interpretasi pemeriksaan mikroskopis yang terbaik adalah berdasarkan hitung parasit dengan identifikasi parasit yang tepat.
Hitung parasit pada tetes tebal : dihitung berdasarkan leukosit (eritrosis sudah lisis), yaitu per 200 leukosit. Secara kasar pada pemeriksaan tetes darah tebal sering dilaporkan dengan kode plus 1(+) satu sampai dengan plus 4 (++++), yang artinya ialah ;
+ : 1 – 10 parasit per 100 lapang pandang
++ : 11 – 100 parasit per 100 lapang pandang
+++ : 1 – 10 parasit per 1 lapang pandang
++++ : > 10 parasit per 1 lapang pandang
Pada keadaan hiperparasitemia sering sulit dibedakan pada penandaan ++++ sebab dapat diartikan dari perhitungan 11 parasit per lapang pandang sampai ratusan ribu per lapang pandang. Olek karenanya dianjurkan pada pemeriksaan di RS harus selalau dilakukan hitung parasit, khususnya kasus dengan pemacaan ++++. Pada parasitemia yang tinggi dapat dipakai dapat hitung parasit berdasarkan jumlah eritrosit. Pembacaan dilakukan pada sediaan tipis malaria dan parasit Plasmodium ddihitung per 1000 eri atau 10.000 eritrosit. Bila dijumpai 2 plasmodium dalam satu eritrosit dihitung sebagai satu.
Contoh : Bila dijumpai 50 parasit/1000 eri = 5 %
Bila jumlah eri 4.500.000, maka hitung parasit/µL :
4.500.000 x 50 = 225.000 parasit/µL.
1000
3. Pemeriksaan Imunoserologis.
Pemeriksaan ini dianjurkan untuk melengkapi pemeriksaan mikroskopis atau sebagai konfirmasi jika identifikasi spesies parasit dengan pemeriksaan mikroskopis memberikan hasil yang meragukan atau jika secara klinis dan pemeriksaan klinis menunjukan tanda infeksi malaria tapi pemeriksaan mikroskopis negative.

4. Pemeriksaan Biokomiawi/Kimia Klinis
Pemeriksaan ini bukanlah pemeriksaan yang menentukan diagnosis tetapi harus tetap dilakukan untuk menunjang pemeriksaan yang lain karena penting untuk memantau perkembangan penyakit dan mendeteksi sedini mungkin adanya komplikasi. Pemeriksaan kimia klinis yang dianjurkan antara lain bilirubun, kreatinin, ureum, glukosa darah, urinalisis termasuk adanya hemoglobinuria dan faal koagulasi.

I. GAMBARAN KLINIS
Periode Dingin
a. Menggigil
b. Kulit dingin dan kering
c. Gigi-gigi saling terantuk
d. Pucat sampai sianosis
Periode Panas
e. Muka memerah
f. Kulit panas dan kering
g. Nadi cepat
h. Panas badan tinggi sampai 40°C atau >
i. Respirasi meningkat
j. Nyeri kepala, nyeri retro-orbital
k. Muntah-muntah, dapat terjadi shock (hipotensi)
l. Kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak)
Periode Berkeringat
m. Penderita berkeringat mulai dari temporal diikuti seluruh tubuh sampai basah, temperature turun
n. Penderita merasa capek dan sering tertidur.



RATE & RATIO :

Ratio disebut juga sebagai proporsi, dipergunakan untuk membandingkan frekuensi suatu penyakit pada dua kelompok indiviodu atau lebih, misalnya proporsi frekuensi penyakit demam thypoid pada kelompok A & B. Sedangkan Rate dipergunakan untuk menyatakan frekuensi distribusi suatu penyakit atau suatu peristiwa yang terjadi pada msyarakat, misalnya jumlah kematian penduduk kota A disebabkan oleh Malaria adalah 20 orang per 1000 peduduk.

PENGUKURAN FREKUENSI PENYAKIT

1. Pengukuran Angka Kesakitan/Morbiditas
Pengukuran angka kesakitan lebih sulit dibandingkan dengan pengukuran angka kematian. Ada dua cara mengukur angka kesakitan pada masyarakat adalah :
a. Incidence Rate
Merupakan frekuensi baru yang berjangkit dimasyarakat disuatu tempat/wilayah/Negara pada waktu tertentu.

Jumlah orang yang menderita suatu
penyakit tertentu /kasus baru
Incidence Rate = x 1000
population tertular penyakit sama.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan perhitungan Incidence Rate suatu penyakit :

 Time of onset
Yaitu hari /tanggal kejadian dari suatu kesakitan perlu diketahui dengan pasti, karena tidak semua jenis penyakit dapat mudah di diagnosis dengan cepat, seperti kanker baru dapat didiagnosis setelah pemriksaan cukup lama.
 Periode of observation
Perhitungan dari Incidence Rate biasanya dilakukan dalam periode waktu satu tahun atau lebih, bila penyakit tejadi secara mendadak dan orang yang menderita dalam jumlah yang besr misalnya keracunan makanan, maka formula yang dipakai untuk menghitung angka kejadian penyakit tersebut adalah Attack Rate.

Jumlah orang yang sakit
Attack Rate = x 1000
Population at Risk

 Penggunaan Denominator Person Year
Adalah jumlah orang yang mempunyai resiko yang diobservasi dalam bebrapa periode waktu tertentu, misalnya ten years study of the incidence of lung cancer, dimana ada 10 orang yang diobservasi setiap 3, 8 dan 10 tahun, maka denominatornya bukan 10 orang tetapi 21 orang.
 Denominator
Jumlah populasi yang mempunyai resiko tidak selalu konstan dan tergantung dengan periode waktu observasi.
 Numerator
Perlu diperhatikan apakah betul-betul kasus baru atua sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama karena kejadian kesakitan dapat terjadi lebih dari satu kali pada orang yang sama dalam periode tertentu. Untuk membedakannya dapat dipakai formula :

Jumlah orang yang menderita penyakit (X)
Dalam periode waktu
population at risk 1 tahun


Jumlah seluruh kasus penyakit (X)
Dalam periode waktu
population at risk 1 tahun

b. Prevalence Rate
Merupakan frekuensi penyakit lama yang baru berjangkit dimasyarakat disuatu tempat pada waktu tertentu.

Jumlah orang yang menderita suatu penyakit
(kasus baru & lama pada suatu periode tertentu)
Prevalence Rate = x 1000
Population at Risk/penduduk yang mempunyai
resiko tertular penyakit sama



2. Pengukuran Angka Kematian/Mortalitas
1. Crude Death Rate
Merupakan angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama tahun berjalan dibagi jumlah penduduk pertengahan tahun atau midyear population disuatu tempat.
Angka CDR sangat tergantung dari sex dan umur. Bila lebih banyak usia lanjut, maka CDR akan lebih tinggi dan sebaliknya.

Total seluruh kematian selama tahun berjalan
CDR = x 1000
Total seluruh penduduk pertengahan tahun

2. Specific death Rate
Merupakan angka kematian yang ditujukan kepada penyebab kematian spesifik oleh penyakit tertentu dan biasanya dihubungkan dengan factor-faktor yang terdapat dimasyarakat seperti umur, sex, pekerjaan dan status social atau periode waktu seperti hari, minggu, bulan dan tahun.
Jumlah kematian(oleh sebab trtentu)
Dalam tahun berjalan
SDR(oleh sebab tertentu) = x 1000
Jumlah penduduk pertengahan tahun



KONSEP PENYAKIT MALARIA

1. PENGERTIAN
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk Malaria, dapat menyerang semua orang dari semua jenis umur, golongan dan jenis kelamin.

2. ETIOLOGI
Malaria pada manusia disebabkan oleh beberapa jenis Plasmodium yaitu Plasmodium Malariae, Plasmodium Vivax, Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Ovale.

3. PATOFISIOLOGI
Seseorang dapat terkena malaria pada umumnya penularannya melalui gigitan nyamuk betina dari tribus Anopheles. Bila nyamuk anopheles menggigit penderita malaria, maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita. Dalam tubuh nyamuk parasit tersebut akan berkembang dan bertambah banyak. Dalam beberapa hari bila nyamuk tersebut menggigit orang yang sehat, maka parasit tersebut akan ikut ditularkan ke orang tersebut. Parasit tersebut kemudian berkembang dan bertambah banyak dan menyerang Sel-Sel Darah Merah dan selang beberapa hari kemudian orang tersebut akan terkena malaria. Selain oleh gigitan nyamuk, malaria dapat juga ditularkan secara langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar darah yang mengandung malaria serta dari ibu hamil kepada bayinya.


4. GEJALA KLINIS
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasien non imun terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) bebas demam. Sebelum demam pasien biasanya merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, mual atau muntah.
Periode paroksisme terdiri dari tiga stadium yang berurutan yakni : stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan stadium berkeringat (sweating stage).
 Stadium Dingin
Stadium ini diawali dengan gejala mengigil dan perasaan yang sangat dingin, gigi gemeretak dan pasien biasa menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah dan pada anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit – 1 jam.
 Stadium Demam
Pada stadium ini pasien merasa kepanasan, muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, sering kali terjadi mual dan muntah, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41° C atau lebih. Ini berlangsung antara 2 – 12 jam. Demam disebab kan oleh pecahnya skozon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya morosit darah kedalam aliran darah. Pada P. Vivax dan P. Ovale skizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga timbul demam setiap hari ke-3 terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada P. Malriae, demam terjadi pada 72 jam setiap hari ke-4 sehingga disebut malaria kuartana. Pada P. Falciparum setiap 24 – 48 jam.
 Stadium Berkeringan
Pada stadium ini pasien berkeringant banyak sekali, tempat tidurnya basah, suhu badan menurun dengan cepat kadang-kadang sampai dibawah normal. Gejala di atas tidak selalu sama pada setiap pasien tergantung pada spesies parasit, berat infeksi dan umur pasien. Gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoid & skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh tertentu seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah organ-organ tubuh tersebut.
Pada penderita ,malaria berat masih ditambah lagi dengan gejala-gejala seperti : gangguan kesadaran, kejang-kejang, diare, bahkan sampai kehilangan kesadaran (coma).

5. PENATALAKSANAAN
Untuk pengobatan malaria dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
 Pengobatan pencegahan untuk ibu hamil
Obat diminum selama kehamilan, seminggu sekali pada hari yang sama. Obat tidak boleh diminum dalam keadaan perut kosong.
 Pengobatan penderita malaria klinis
Pengobatan diberikan satu kali pada setiap tersangka penderita setelah dibuat sediaan darahnya. Obat langsung diminum sesuai dosis. Obat tidak boleh diminum dalam keadaan perut kosong.
 Pengobatan lanjutan
Pengobatan lanjutan diberikan kepada penderita yang ternyata sediaan darahnya positif dalam pemeriksaan. Obat diminum secara berturut-turut sesuai dosis. Tujuanpengobatan ini adalah untuk mengobati secara tuntas. Obat tidak boleh diminum dalam keadaan perut kosong.

Cara dan Takaran Pengobatan Malaria
Jenis Pengobatan Jenis Obat Jumlah tablet per hari/umur (thn)
0 – 1 1 – 4 5 – 9 10 –14 15 +



Pengobatan pencegahan Klorokuin untuk ibu hamil dosis tunggal seminggu sekali diminum pada hari yang sama mulai hamil 3 bulan sampai selesai
nifas.

Klorokuin untuk pencegahan perorangan diminum seminggu sekali mulai 1 minggu sebelum tiba didaerah malaria selama berada ditempat tersebut dan dilanjutkan selama 4 minggu setelah meninggalkan daerah malaria.

-





¼

-





½

-





1
-





1 ½

2





2


Pengobatan penderita malaria klinis
Klorokuin (Pf, Pv, Pm) dosis tunggal, 1 kali
Hari I :
Hari II :
Hari III :

½
½
¼


1
½
½


2
2
1

3
3



3 – 4
3 – 4
1½ - 2




Pengobatan lanjutan
Klorokuin (Pf, Pv, Pm) dosis tunggal
Hari 1 dan 2 …………….
Hari 3 …………….
Primakuin, dosis tunggal
Hari 1 s/d 3
Untuk Pf ……………….
Hari 1 s/d 5
Untuk Pv dan Pm …….

½
¼


-

-

1
½


¼

¼


2
1


½

½


3



¾

¾


3 – 4
2


1

1
Klorokuin tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong
Pf : P.falciparum atau infeksi campuran.
Pv : P. vivax
Pm : P. malariae
1 tab. Klorokuin mengandung 150 mg basa; 1 tab. Primakuin mengandung 15 mg basa.
6. PENKES
 Menganjurkan pada pasien/keluarga untuk menjaga kebersihan lingkungan.
 Menganjurkan pada pasien/keluarga agar tidur selalu memakai kelambu.
 Menganjurkan pada pasien dan keluarga untuk melakukan penyemprotan secara rutin.
 Menganjurkan pada pasien dan keluarga agar selalu menaburkan bubuk abate pada setiap bak penampung.
 Memberitahukan pada pasien/keluarga untuk tidak mengecat tembok yang baru disemprot.
 Menganjurkan pada pasien/keluarga untuk menghilangkan genangan air yang tidak perlu.
 Menganjurkan pada pasien/keluarga agar segera memeriksakan darah bila habis bepergian ke daerah malaria dan bila ada tanda dan gejala.
 Menganjurkan pada pasien/keluarga agar selalu menggunakan obat nyamuk oles pada siang hari.
 Menganjurkan pada psien/keluarga untuk tidak memelihara ternak serumah dengan manusia.
 Memberitahukan pada pasien/keluarga agar menghabiskan obat yang diberikan.

PELAKSANAAN SURVEILLANS EPIDEMIOLOGI

A. PENGUMPULAN DATA

B. SURVEILLANS EPIDEMIOLOGI

1. PENGERTIAN
Surveillans epidemiologi adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu kelompok penduduk tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan.

2. TUJUAN
- Menggambarkan riwayat alamiah penyakit
- Sebagai deteksi untuk KLB
- Menggambarkan distribusi masalah kesehatan
3. MANFAAT
Memberikan kesempatan untuk mengenal kecenderungan penyakit menurut musim atau periode waktu tertentu, mengetahui daerah geografis dimana jumlah kasus/penularan meninggi atau menurun, serta berbagai kelompok resiko tinggi menurut umur, jenis kelamin, ras, agama, status social dan ekonomi serta pekerjaan (penyakit akibat kerja atua lingkungan kerja)

4. KOMPONEN SURVEILLANS EPIDEMIOLOGI
1. Pengumpulan data epidemiologi (secara terus menerus)
2. kompilasi, analisis dan interpretasi data.
3. penyebarluasan data hasil analisis interpretasi data..

PENUTUP
Dari uraian di atas ternyata bahwa penyakit malaria dapat merugikan kesehatan bahkan menimbulkan kematian. Namu demikian sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah dan ditanggulang.
Dalam upaya pencegahan dan pemberantasannya, perilaku masyarakat yang positif mempunyai peran yang sangat penting dan menentukan.
Oleh karena itu peran serta masyarakat dalam pemberantasan perlu dikembangkan terutama oleh masyarakat sendiri.
Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini dapat terwujud masyarakat yang sehat, bebas dari ancaman malaria.

DAFTAR PUSTAKA

Tindakan Anti Larva, 5 ; Bakti Husada, 1991
Prof. Dr. Nur Nasry Noor, MPH. “pengantar epidemiologi penyakit menular”
Penerbit : Rineka Cipta, 1997.
Pedoman kegiatan kader, bakti Husada

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIPETIROIDISME

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN HIPETIROIDISME

A. PENGERTIAN
Hipertiroidisme adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh peningkatan produksi hormon tiroid yang disebabkan karena autoninun pada penyakit graves, virus, hiperplansia, genetik, neoplastik, atau karena penyakit sistim akut. Faktor pencetusnya adalah keadaan yang menegangkan seperti operasi, infeksi, trauma, atau penyakit akut kardiovaskuler.

B. PATOFISIOLOGI
Hiperplansia kelenjar tiroid disebabkan oleh meningkatnya produksi hormon tiroid, hormon tersebut merangsang mitokondria yang meningkatnya energi untuk aktifitas sel dan produksi panas. Hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan metabolisme, peningkatan pemenuhan persediaan lemak dan meningkatnya nafsu makan serta pemasukan makanan, akibatnya curah jantung meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan yang meningkat dan vasadilatasi perifer yang akan meningkatkan produksi panas. Dalam sistim neurovasculer keadaan fiperaktif ini, akan menekan reflkes, dan kondisi kecamasan akan meningkatkan aktifitas saluran pencernaan. Hipartiroid dapat disebabkan karena peradangan, penyinaran tiroid atau adanya kerusakan jaringan tiroid oleh tumor.

C. TANDA DAN GEJALA
Dalam keadaan ringan ditandai dengan sakit yang serius dan akan hilang dengan spontan dalam beberapa bulan / tahun. Bila tidak diobati pasien akan menjadi kurus, gelisa dan delirium, disorientasi dan akhirnya menjadi gagal jantung gejala yang paling sering timbul pada saat permulaan adalah : Gelisah, hiperaktif, lekas marah, kuatir, tak dapat duduk dengan tenang, denyut jantung cepat saat istirahat maupun beraktifitas, tidak tahan panas, banyak berkiringat dengan ciri kulit berwarna salun, hangat dan lembab, termor pada tangan serta eksoptalmus. Gejala lain yang timbul adalah meningkatnya nafsu makan, kehilangan berat badan secara dratis, otot lemah, amenorea, dan gangguan pola BAB, diare atau konstipasi.

D. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Data Subjektif
Neurologi : Ansomia, diplopia, sakit kepala, kelemahan otot, sangat lemah . Kardiovasculer : Palpitasi dan banyak keringat.
Saluran pencernaan : Kehilangan berat badan, peningkatan nafsu makan, diare, mual, sakit perut, tidak ada nafsu makan, sakit perut hebat.
Metabolik : Banyak keringat, peka terhadap panas, meningkatnya toleransi terhadap rasa dingin.
Seksual / Reproduksi : Oligomenorea, amenore libido menurun, menurunnya kesuburan.
b. Data Objektif
Neurologi : Aritable, tremo, emosi labil, kelemahan otot atropi, refkles tendon dalam dan cepat bingung atau disorientasi, apatis, stuporl delirium dan koma.
Mata : Mata besar dan menonjol keluar, edema periorbital, termo kelopa mata, lemah atau kelumpuhan otot ekstrakuler
Kardiovasculer : Nadi cepat dan tak teratur, tekanan nadi kuat, edema, mur mur sistolik jantung banyak keringat, tahikardiat atrial febrilasi, nadi lemah hipotensi.
Pernapasan : Dispnea, frekwensi pernapasan meningkat dan dalam, edema pulmonal.
Saluran pencernaan : Berat badan menurun diare, bising usus hiperaktif, muntah terus menerus hepatomegali.
Metabolik : Banyak keringat, kelenjar tiroid membesar, bruit arteri kalenjar tiroid.
Kulit : Kulit lembut, hangat dan lembab, berkeringat kemerahan, hiperpigmentasi, rambut tipis.
Seksual / Reproduksi : Ginekomastia.
c. Data Laboratorium
Peningkatan T3 dan T4, TSH menurun.

II. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan peningkatan stimulasi sistim sarat simpatetik oleh kadar hormon tiroid yang tinggi.
Hasil yang diharapkan :
Pasien dapat berorentasi penuh, dapat merespon dengan tepat terhadap situasi dan orang, dapat menggunakan tekni untuk mengurangi stres.
Intervensi :
• Kaji tingkat kesadaran, orentasi, efek dan persepsi tiap 4 – 8 jam, informasi perubahan perubahan yang negatif.
• Diskusikan perasaan dan respon terhadap situasi serta beri dukungan yang tepat.
• Ciptakan ketenangan lingkungan ( Tidak bising, batasi pengunjung mencegah situasi emosional ).
• Rencanakan dan jelaskan asuhan dengan jelas dan tepat.
• Antisipasi kebutuhan untuk mencegah reaksi heperaktif.
• Informasikan kepada pasien tentang aktifitas apa saja yang dibatasi.
• Anjurkan tekni mengurangi stres dan informasikan kapan penggunaannya.
• Orentasikan pasien terhadap lingkungan waktu dan orang ( Jam, kalender, gambar keluarga ).
2. Aktifitas intoleransi berhubungan dengan kurang suplai O2 akibat meningkatnya metabolisme.
Hasil Yang diharapkan :
Seluruh aktifitas dapat dilaksanakan sedikit / tampa bantuan.
Intervensi :
• Kaji tanda vital tanda fital dan tingkat aktifitas
• Batasi tingkat aktifitas pasien sesuai toleransi
• Atur waktu istirahan yang cukup.
• Jangan lanjutkan aktifitas bila ada tanda tidak toleransi misalnya dispnea takikardi atau kelelahan.
• Bantau pasien untuk beraktifitas bila tidak dapat melakukan sendiri karena tremor atau kelemahan.
• Rencanakan aktifitas sehari hari dan pola tidurnya.
3. Gangguan pola tidur berhubungan agitasi akibat peningkatan metabolisme.
Hasil yang diharapkan :
Pasien mempunyai pola tidur yang normal dan pasien mengungkapkan rasa puas beristirahat.
Intervensi :
• Kaji pola tidur dan aktifitas masa lalu dan saat ini
• Tanyakan bantuan yang dibutuhkan untuk pengantara tidur ( air hangat, gosok punggung dengar musik dll ).
• Diskusikan bantuan / pengantar tidur yang lain misalnya tekni relaksasi.
• Bantu pasien untuk menetapkan pola aktifitas fisik yang teratur, kurangi aktifitas yang merangsang sebelum tidur.
• Usahakan lingkungan yang mendukung untuk tidur, kurangi cahaya lampu, tutup pintu ruangan, pelihara ketenangan dan jaga privasi.
• Hindari gangguan selama tidur
• Bila mungkin rencanakan pengobatan dan pemberian obat obat pada siang dan sore hari.
• Kaji aktifitas tidur .
4. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare, mual, sakit perut.
Hasil yang diharapkan :
Pemasukan dan pengeluaran seimbang berat badan meningkat menjadi normal
Intervensi :
• Pantau pemasukan diet untum menambah kalori Karbohidrat dan Vit. B
• Makan porsi kecil dan sering sesuai kebutuhan kalori pasien.
• Konsultasi makanan yang dibutuhkan pasien.
• Hindari minuman yang merangsang seperti kopi, teh, cola atau yang dapat meningkatkan peristatik usus.
• Masukan cairan 2 – 3 liter / sehari, hindari juce yang menyebabkan diare.
• Timbang berat badan setiap hari.
• Kaji efektifitas pengobatan untuk mual dan sakit perut.









TIROIDEKTOMI

A. PENGERTIAN
Tiroidektomi adalh operasi mengangkat sebagian atau semua sel tiroid, tindakan ini dilakukan untuk merangsang kelenjar tiroid yang membesar dan menekan struktur jaringan disekitarnya. Biasanya dilakukan pada pasien yang tidak berespon terhadap antibiotika atau pasien yang alergi terhadap obat obatan anti tiroid dan pada pada wanita hamil.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Sebelum Operasi :
a. Data subyektif :
• Kwalitas suara dan kemampuan menelan mengalami perubahan.
• Pengertian tentang penjelasan dokter mengenai prosedur tindakan operasi yang akan dilakukan.
• Pengertian tentang bagaimana mencegah ketegangan luka sayatan.
• Penertian tentang tidak boleh berbicara pada periode sesudah operasi untuk mencegah edema.
• Pengertian tentang cara berkomunikasi sesudah operasi ( Sediakan buku catatatan pasien )
• Penertian tentang cara mengatasi rasa sakit dan penggunaan ukuran skala sakit.
b. Data Objektif :
• Tanda vital
• Perubahan kwalitas suara dan kemampuan menelan
Sesudah operasi
a. Data subjektif
• Gejala hipokalsemia : Mati rasa, perasaan geli, kekakuan otot, spasme dan tetanus
• Luka sayatan sakit dan bengkak, perdarahan.
• Jalan napas merasa sesak susah menelan dan otot leher terasa tertarik.
b. Data objektif
• Suara parau.
• Perubahan pada tekanan dan puncak suara.
• Hipokalsemia.
• Luka sayatan waran kemarahan, tanda tanda peradangan, bengkak, perdarahan.
• Jalan napas : Pernapasan stedor, retroksi otot lehen dan sianosis.

Diagnosa Keperawatan.
Sebelum Operasi :
1. Potensial perubahan pengurangan cardiak output berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan peningkatan kerja jantung.
Hasil yang diharapkan :
• Kerbutuhan cardiak output terpenuhi sesuai kebuthan tubuh.
• Kerja jantung normal.
Intervensi
• Memberikan ketenangan lingkungan dan mengurangi terjadinya kegelisahan / stres.
• Terapi : ketegangan dari luar dapat meningkatkan metabolisme dan kerja jantung.
• Meningkatkan intake makanan dengan memberi makanan sesering mungkin walaupun sedikit sedikit.
• Terapi : untuk memenuhi kebutuhan kalori dan mencegah kekurangan glycogen.
• Membatasi makanan atau minuman yang mengandung kafein.
• Terapi : efek dari kafein menyebabkan peningkatan metabolisme.

Sesudah Operasi.
1. Potensial tidak efektifnya pembersihan jalan napas berhubungan dengan perdarahan dan edema laring.
Hasil yang diharapkan :
• Pernapasan dan suara napas dalan batas normal.
• Tidak ada perdaran pada luka operasi.
Intervensi
• Monitor irama pernapasan kedalan dan kerja penapasan.
Terapi pernapasan terlihat cepat menyebabkan susah napas karena terjadi obstruksi.
• Auskultasi bunyi napas apakah tidak terjadi ronchi.
• Terapi ronchi merupakan indikasi obstruksi jalan napas.
• Perkirakan adanya dyspnea, stridor, crowing dan syanosis.
Terapi indikasi obstruksi trakhea / spasme laring, diperlukan interfensi dan efaluasi yang cepat.
• Mengatur posisi tidur 30 – 40 derjat.
Terapi fasilitas pernapasan batas edema area pembedahan dan kemungkinan pengumpulan sekret kembali tenggorokan.
• Mengatur posisi latihan napas dalam bila adanya batuk.
Terapi mengatur membersihkan jalan napas dan fentilasi, walaupun batuk tampak timbulnya nyeri tetapi mengeluarkan sekret.
• Section mulut dan trakhea indikasi kareteristik sputum.
Terapi melancarkan jalan napas.
• Menyakan kesulitan menelan dan mengeluarkan air liur dalam mulut
Terapi indikasi adanya edema / perdarahan pada jaringan tempat operasi.
• Menyiapkan uap air untuk membantu pernapasan .
Terapi membantu mengeluarkan sekret dan melegahkan tenggorokan.
• Bantu dengan membuat tracheatomy
Terapi untuk membantu pernapasan bila ada obstraksi karena edema atau perdarahan.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan pita suara / saraf laring, odema jaringan dan nyeri.
Hasil yang diharapkan :
• Menggunakan cara berkomunikasi alternatif selama 48 jam operasi
• Dapat berkomunikasi verbal tampa perubahan suara
Intervensi :
• Kaji kemampuan berbicara anjurkan untuk istirahat berbicara.
Terapi Parau dan luka pada tenggorokan menyebabkan pembekakan jaringan atau kerusakan area operasi yang menyebabkan kerusakan saraf laring.
• Menjaga komunikasi singkat dengan jawaban atas pertanyaan ya / tidak
Terapi mengurangi tuntutan terhadap respon jangan terlalu mengeluarkan suara
• Antisipasi diperlukan mungkin frekwensi bertemu pasien.
Terapi mengurangi keinginan atau kebutuhan pasien untuk
berbicara
• Anjurkan pasien untuk membatasi bersuara bila ingin memanggil dengan menekan bel.
Terapi mencegah ketegangan suara.
• Memelihara keadaan lingkungan.
Terapi lingkungan yang tenang mempelancar komunikasi tampa mengeluarkan suara yang keras.

3. Nyeri akut berhubungan dengan adanya luka operasi
Hasil yang diharapkan.
• Mengungkapkan perasaan nyaman dan tidak nyeri.
• Expresi wajah dan tubuh tampak rileks.
Intervensi
• Kaji keluhan verbal / non verbal dari nyeri dengan skala ( 1 – 10 ) kehebatan dan lamanya.
Terapi memudahkan evaluasi nyeri dan menentukan intervensi dan pengobatan yang efektif.
• Mengatur posisi semi fowler, suprot kepala / leher dengan bantal.
Terapi cegah hyperekstensi leher dan melindungi keutuhan luka operasi.
• Memberikan cairan dingin lewat mulut dan memberikan makan lunak seperti es crim.
Terapi menyejukan luka ditenggorokan dan mengurangi rasa
sakit.
• Anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi.
Terapi membantu mengurangi nyeri.
• Kolaborasi untuk pemerian analgesik sesuai dosis terapi.
Terapi memblok nyeri yang timbul