September 18, 2010

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN PADA SCHIZOPHRENIA RESIDUAL EXACERBASI AKUT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN PADA SCHIZOPHRENIA RESIDUAL EXACERBASI AKUT
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah perilaku agresif dengan karakteristik spesifik: tindakan yang ditunjukkan dengan kasar atau menggunakan kekuatan atau tenaga yang tidak seimbang atau lebih besar terhadap orang lain dengan tujuan mencederai atau merusak, menyiksa, atau menyerang: kekerasan, penyiksaan, berbahaya yang tidak sesuai dengan aturan hukum atau budaya yang dianut yang diarahkan kepada orang lain; menyatakan kekuatan perjuangan atau konflik (ICPN, 2005 dalam Intansari Nurjannah, 2008).

2. Rentang respon neurobiologis dan skizofrenia serta gangguan psikotik
Rentang respon neurobiologis pada pasien skizofrenia dari respon adaptif ke respon maladaptif sebagai berikut:

Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang gangguan pikiran/waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosional berlebihan Kesulitan untuk memproses emosi
pengalaman atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tak lazim Ketidakteraturan perilaku
Hubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial


Pasien dengan perilaku kekerasan memiliki 6 siklus agresi menurut Bowie (1996 cit Intansari, 2008):
a. Triggering incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor yang dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, respon terhadap kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi, pelanggaran batas terhadap jarak personal, dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada fase ini klien dan keluarga baru datang.
b. Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan dengan respon fight or flight. Pada fase escalasi kemarahan klien memuncak, dan belum terjadi tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif klien gangguan psikiatrik bervariasi misalnya: halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat, kerusakan neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.
c. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de escalation gagal mencapai tujuannya. Pada fase ini klien sudah melakukan tindakan kekerasan.
d. Settling phase
Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya. Mungkin masih ada rasa cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.


e. Post crisis depression
Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan berfokus pada kemarahan dan kelelahan.
f. Return to normal functioning
Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi, dan kelelahan.
3. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
Pasien dengan perilaku kekerasan perlu diakaji: bahasa tubuh atau non verbal diamati, riwayat perilaku antisosial, gangguan kognitif, riwayat kekerasan yang diarahkan kepada orang lain, riwayat kekerasan tidak langsung, riwayat kekerasan fisik di masa anak-anak, riwayat ancaman kekerasan, kerusakan saraf, riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga, menyiksa binatang, keadaan memanas, komplikasi atau abnormalitas prenatal dan perinatal, riwayat penyalagunaan obat-obatan atau alkohol. Pasien perlu dikaji adanya halusinasi.

4. Diagnosis keperawatan yang lazim terjadi
a. Pada fase triger dan escalasi klien belum melakukan tindakan kekerasan sehingga masalah keperawatan yang dapat muncul adalah : risiko kekerasan yang diarahkan pada orang lain.
b. Pada fase krisis dapat diangakat masalah: aktual kekerasan yang diarahkan kepada orang lain.
c. Settling phase: risiko kekerasan pada orang lain.
d. Pada fase post crisis depression dan return to normal functioning, masalah keperawatan yang muncul: Kurang pengetahuan: manajemen marah, kesiapan untuk meningkatkan pengetahuan.
5. Rencana tindakan keperawatan
a. Fase I: klien dan keluarga baru datang, interaksi ditujukan kepada keluarga pasien. Tujuan interaksi untuk mendapatkan data tentang klien dari keluarga.Sediakan privacy untuk pasien dan keluarga.
Aktivitas yang dilakukan:
• memperkenalkan diri perawat yang merawat.
• Mengkaji alasan pasien masuk
• Mengkaji perilaku yang menjadi alasan pasien masuk rumah sakit.
• Mengkaji sumber pembiayaan
• Mengkaji hubungan klien dalam lingkungan sosial: apakah klien diterima dalam linkugan sosialnya, orang-orang yang mendukung, dan kondisi psikologis klien
• Mengkaji kondisi relijius pasien
• Tunjukkan hak-hak pasien dan aturan rumah sakit
• Pengkajian riwayat perawatan sebelumnya
• Sediakan informed consent tindakan perawatan di rumah sakit termasuk restrain
• Restrain fisik dan managemen lingkungan.
• Lakukan bantuan mengontrol marah untuk mencegah klien berpindah ke fase escalasi.
• Kolaborasi dengan dokter yang merawat
b. Fase 2: fase escalasi
Bila perilaku kekerasan karena halusinasi, maka aktivitas yang dilakukan:
• Restrain fisik, dan observasi perilaku klien
• Lakukan pengkajian fisik awal
• Managemen lingkungan
• Klien dengan halusinasi yang belum dapat mengontrol halusinasi dapat dilakukan seklusi, restrain fisik, dan restrain kimia
c. Fase crisis point:
• Restrain fisik dan kimia
• Ajarkan pada keluarga perlunya restrain fisik dan kapan akan dibuka
• Bantuan kontrol marah
• Bantu klien memberikan label mengenai emosi yang menyakitkan
• Jelaskan prosedur, tujuan, dan waktu, untuk intervensi bagi klien
d. Settling phase:
• Koordinasi dengan klien kesempatan untuk mereview kontrak dan tujuan
• Libatkan klien dengan cara yang tepat dalam membuat keputusan untuk menghentikan atau mengurangi batasan intervensi
• Penghentian pembatasan dilakukan bersama klien dan staf
• Lepaskan restrain secara bertahap sesuai dengan peningkatan kontrol diri klien
• Awasi perilaku klien saat restrain mulai dilepas
• Bantuan perawatan diri
e. Fase post crisis depression:
• Proses pembelajaran sesuai tingkat pengetahuan dan pemahaman klien
• Polakan kognitif, psikomotor, kemampuan dan ketidakmampuan afektif klien
• Lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SOSIALISASI
PADA KLIEN DENGAN SHIZOFRENIA

A. PENGERTIAN
Shizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006). Tipe residual tampak gangguan terus menerus, ditunjukkan dengan gejala negatif atau adanya dua gejala atau lebih yang melemahkan yang termasuk dalam kriteria umum.
Psikosis: distorsi atau disorganisasi makro dan kapasitas mental seseorang, yaitu suatu ketidakmampuan untuk berkomunikasi atau mengenali realitas yang menimbulkan kesukaran dalam kemampuan seseorang untuk berperan sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari-hari. Gangguan psikosis dikelompokkan dalam lima katagori utama fungsi otak: kognisi, persepsi, emosi, perilaku dan sosialisasi.
Sosialisasi adalah kemampuan untuk menjalin hubungan kerja sama dan saling bergantung dengan orang lain. Isolasi sosial adalah rasa terisolasi, tersekat, terkunci, terpencil dari masyarakat, rasa ditolak, tidak disukai oleh orang lain, rasa tidak enak bila berkumpul dengan orang lain, lebih suka menyendiri. Sedangkan menarik diri menunjukkan pola tingkah laku dan sikap dari isolasi sebagai pembelaan psikologik, yaitu suatu tindakan pelepasan diri baik dari perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung.
B. GEJALA
Gejala psikosis menyebar dalam lima kategori utama fungsi otak
a. Kognisi
Termasuk masalah semua aspek ingatan, perhatian, bentuk, dan jumlah ucapan, pengambilan keputusan atau delusi
b. Persepsi
Termasuk halusinasi, ilusi, masalah intelegensia, sensori.
c. Emosi
Terkait dengan pengekspresian yang berlebihan (hiperekspresi), atau kurang (hipoekspresi) dengan sikap yang kurang sesuai.
d. Gerakan dan Perilaku
Termasuk katatonia, waxy flexibility, gerakan mata abnormal, agresi/anxiety, perilaku stereotipik, kurang tekun dalam bekerja dan sekolah
e. Hubungan
Meliputi isolasi dan menarik diri, harga diri rendah dan ketidakmampuan sosial, kerancuan identitas gender, stigma yang berhubungan dengan penarikan diri dan orang lain.
Gejala negatif berdasarkan kelompok gejala inti skizofrenia:
 Affective flatering (afek datar)
 Avolisi (aphatis)
 Miskin pikir (defisit perhatian)
 Anhedonia (Asosial)
Perilaku yang berkaitan dengan sosialisasi yang disebabkan oleh respon neurobiologis:
 Isolasi dan menarik diri dari hubungan sosial
 Harga diri rendah
 Ketidaksesuaian sosial
 Tidak tertarik dengan aktifitas rekreasi
 Kerancuan identitas gender
 Menarik diri dari orang lain yang berhubungan dengan stigma
 Penurunan kualitas hidup

C. RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS
Respon Adaptif Respon Maladaptif


 Pikiran logis
 Persepsi akurat
 Emosi konsisten dengan pengalaman
 Perilaku sesuai
 Hubungan sosial  Pikiran kadang menyimpang
 Ilusi
 Reaksi emosional berlebihan atau kurang
 Perilaku aneh/tak lazim
 Menarik diri  Gangguan pikiran/waham
 Halusinasi
 Kesulitan untuk memproses emosi
 Ketidakteraturan perilaku
 Isolasi sosial

D. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologis yang maladaptif yang baru mulai dipahami :
a. Adanya lesi pada area frontal, temporal, dan limbik, paling berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skhizofrenia :
 Dopamin neurotransmiter yang berlebihan
 Ketidak seimbangan antara dopamin dan neurotransmiter lain
 Masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin
b. Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurologik yang maladaptif belum didukung oleh penelitian
c. Sosial budaya
Strees yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain

E. STRESSOR PENCETUS
a. Biologis
a. Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur pusat informasi
b. Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara aktif menanggapi rangsangan
b. Stress Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan streessor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Pemicu Gejala
Pemicu merupakan prekusrsor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit.
Kesehatan Lingkungan Sikap/perilaku
 Gizi buruk
 Kurang tidur
 Irama sirkardian tidak seimbang
 Keletian
 Infeksi
 Obat sistem syaraf pusat
 Penyeban dan akibat gangguan
 Gangguan proses informasi
 Kelainan perilaku
 Alam perasaan abnormal
 Ansietas sedang sampai berat  Rasa bermusuhan / lingkungan yang penuh kritik
 Masalh perumahan (tidak puas dengan perumahan)
 Tekanan terhadap penampilan (kehilangan kemandirian dalam kehidupan)
 Perubahan dalam pola kejadian terhadap pola hidup sehari-hari
 Stress (kurang ketrampilan untuk mempertahankan kehidupan)
 Kesukaran interpersonal
 Gangguan dalam hubungan interpersonal
 Kesepian ( isolasi sosial, kurang dukungan sosial )
 Kehilangan isyarat lingkungan
 Tahanan pekerjaan (ketrampilan bekerja yang kurang)
 Ketrampilan sosial yang kurang
 Kurang transportasi (sumber)  “Kasihan saya” konsep rendah diri
 “Keputusasaan” kurang percaya diri
 “Saya gagal” kehilangan motivasi untuk menggunakan ketrampilan
 “Kurang kendali” demoralisasi
 perasaan dikuasai oleh gejala
 “Tidak ada seoranpun yang menyukai saya” tidak mampu memenuhi kebutuahan spiritual
 tampak / bertindak berbeda dengan orang lain yang berusia / berbudaya sama
 ketrampilan sosial kurang
 perilaku agresif
 perilaku amuk
 pengelolaan pengobatan yang kurang
 pengelolaan gejala yang kurang

F. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Perilaku
- Perilaku berhubungan dengan kognisi.
- Perilaku berhubungan dengan persepsi.
- Perilaku berhubungan dengan emosi.
- Perilaku berhubungan dengan gerakan dan perilaku.
- Perilaku berhubungan dengan sosialisasi.
b. Faktor predisposisi
c. Stresor pencetus
d. Penilaian stresor
e. Sumber koping
f. Mekanisme koping

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
a. Gangguan komunikasi verbal
b. Isolasi sosial
c. Perubahan proses pikir
d. Koping individu tidak efektif
e. Kerusakan interaksi sosial
f. Kurang pengetahuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar